Liputan6.com, Jakarta Hobi corat-coret tembok rumah membawa kakak beradik penyandang disabilitas Rizkqi Puput Isnaini dan Ahmad Zulfikar pada dunia seni lukis yang lebih serius.
Muda mudi asal Semarang, Jawa Tengah ini sama-sama menyandang muscular dystrophy yang membuat keduanya harus menggunakan kursi roda untuk mobilitas sehari-hari. Muscular dystrophy adalah kondisi penurunan kekuatan otot secara progresif yang membuat otot tubuh semakin lemah.
Baca Juga
Kondisi ini tak serta merta membuat keduanya berhenti berkarya. Mereka menyadari bahwa setiap orang memiliki potensi masing-masing dan berhak diberi kesempatan untuk mengembangkannya.
Advertisement
Kesempatan untuk mengembangkan diri pun semakin kentara ketika keduanya terpilih menjadi penerima manfaat dari program Kita Muda Kreatif (KMK). Program ini digagas oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dan Citi Indonesia.
Dalam program ini, penerima manfaat seperti Puput dan Zul (panggilan akrab Zulfikar) diberi berbagai pelatihan untuk mengembangkan karyanya. Mulai dari mengembangkan ragam produk hingga pemasarannya.
Puput dan Zul pun berkisah, hobi melukis sudah dimiliki sejak kecil. Dimulai dengan corat-coret tembok rumah nenek
“Suka corat-coret tembok, tembok rumah nenek malah. Digambar-gambarin kartun,” kata Zul dan Puput saat ditemui di Kota Lama, Semarang Kamis (24/11/2022).
Hobi menggambar pun berkembang dan mulai dilakukan dengan lebih serius pada 2015.
“Hobinya sudah dari kecil, cuman kita berdua ngembangin hobi kita di tahun 2015 dan awalnya tuh dengan alat yang sangat sederhana. Kita berdua beli alat lukis patungan,” kata Puput.
Eksplor Kemampuan Gambar
Puput pun berkisah bahwa dulu ia suka menggambar anime. Hasil gambarnya diunggah di media sosial dan mendapat tanggapan baik dari warganet.
“Awalnya gambar-gambar anime gitu, terus kalau kita upload di media sosial itu banyak yang minat. ‘Kalau gambar wajah bisa enggak?’ terus kita challenge diri kita, kayaknya bisa, ya udah kita coba dan eksplor skill kita lagi dan Alhamdulillah sekarang bisa jadi mata pencaharian,” ujar Puput.
Melihat ketertarikan beberapa orang, keduanya pun memberanikan diri untuk mulai membuka pesanan gambar pada 2015 dengan alat seadanya.
“Biasanya lukisan wajah paling sering (dipesan), karena buat kado ulang tahun atau pernikahan.”
Keduanya mulai merambah pada lukisan selain di kanvas pada tahun ini. Bahkan baru empat minggu yang lalu, sekitar akhir Oktober atau awal November 2022.
Keduanya ditantang untuk melukis kebaya kosong (polos) oleh pihak UNESCO dan menerima tantangan tersebut. Berbagai referensi pun dicari, tak lupa soal cat yang cocok untuk digunakan di pakaian.
Advertisement
Melukis Sesuai Mood
Dalam menjalani tantangan itu, keduanya sampai harus begadang hingga pukul 2 dini hari. Namun, hasilnya pun memuaskan.
Selain melukis kebaya, mereka pun mulai melukis tas, kemeja, dan aktif pula menggambar secara digital. Dalam melukis satu produk, durasi yang dibutuhkan cenderung beragam dan tergantung pada suasana hati.
“Tergantung mood, kadang aku juga enggak nyangka sama diriku sendiri bisa melukis satu produk cepet banget kadang juga buat satu produk tuh beban, jadi harus ningkatin mood dulu. Buka-buka referensi tentang style art zaman sekarang terus tekniknya juga,” kata Puput.
Sedangkan, Zul biasanya menghabiskan waktu melukis selama tiga jam, meski tidak pasti pula durasinya begitu.
Tampil di Fashion Show
Dalam waktu dekat, baju-baju yang telah dilukis Puput akan ditampilkan di acara peragaan busana dalam rangka menyambut Hari Disabilitas Internasional (HDI). Ini masih termasuk dalam rangkaian acara yang digelar oleh UNESCO dan Citi Indonesia.
Ini merupakan pengalaman pertama baginya untuk menampilkan karya mereka di sebuah ajang peragaan busana. Puput pun mengaku senang sekaligus tegang.
“Senang sih cuman agak nervous, kalau menggambarnya tuh terasa beban banget tapi ya udah lah terobos aja.”
Dalam dunia lukis Puput pun menyebutkan satu nama pelukis yang ia kagumi, Heather Rooney. Pasalnya, pelukis asal Pittsburgh, Pennsylvania, AS itu mampu melukis potret wajah dengan hasil yang sangat realistik.
Pada dasarnya, Puput dan Zul pun menyukai aliran lukis realistik. Namun, keduanya sadar bahwa permintaan pasar begitu beragam dan menuntun mereka untuk mengembangkan kemampuan di berbagai teknik melukis.
“Awalnya kita memang melukis wajah, tapi makin ke sini kita makin keluar dari zona nyaman,” kata Puput.
Karena masih terbilang baru, keduanya sejauh ini hanya memproduksi pakaian untuk penggunaan umum, bukan pakaian khusus disabilitas. Namun, tak menutup kemungkinan di kemudian hari keduanya bisa melukis di baju khusus disabilitas.
“Ini baru pertama kali sih lukis di baju, tapi untuk ke depan kita punya rencana banyak,” kata Puput.
Advertisement