Liputan6.com, Jakarta Beberapa bulan lalu, pameran pertama seniman penyandang disabilitas Sarah Biffin dibuka di sebuah galeri di London. Ini adalah pameran pertama karyanya dalam 100 tahun. Seniman ini memiliki satu kisah menarik yang semakin dikenal bahkan satu abad kemudian.
Dilansir dari Chipchick, Sarah Biffin lahir di Somerset, Inggris, pada 1784. Ia adalah salah satu dari lima bersaudara; ayahnya adalah seorang buruh tani dan pembuat sepatu. Ia juga lahir tanpa lengan atau tangan karena kondisi langka yang disebut phocomelia.
Baca Juga
Terlepas dari disabilitasnya, Sarah bertekad menemukan cara untuk menjalani kehidupan normal dan mengejar hasratnya di usia muda.
Advertisement
Pada saat ia baru berusia delapan tahun, ia telah belajar sendiri cara memasang jarum, menjahit, dan menulis hanya dengan menggunakan mulutnya. Sebagai seorang anak, ia juga mengembangkan kecintaan pada melukis dan menggambar.
Kemudian, pada saat Sarah beranjak remaja, seorang pemain sandiwara bernama Emmanuel Dukes menawarkan kepada orang tuanya untuk tampil sebagai atraksi dalam pertunjukan kelilingnya.
Orang tuanya menerima tawaran itu, dan Sarah menjadi bagian dari perusahaan Dukes selama sekitar 15 tahun. Namun saat bersamanya, Sarah hanya dipertontonkan yang jika dideskripsikan termasuk 'freak show' atau pertunjukan orang aneh. Dari melakukan itu, ia bahkan menerima gaji yang buruk lagi sedikit keuntungan.
Namun, Sarah berkembang pesat sebagai seniman selama bertahun-tahun di jalan. Ia menjadi sangat berbakat dalam potret dan lanskap miniatur.
Â
Â
Pernah Melukis Ratu Victoria
Pada tahun 1808, selama salah satu pameran tempat dia tampil, keseniannya juga menarik perhatian Earl of Morton. Ia terpesona dengan karya Sarah dan membayar untuk potret dirinya.Â
Earl juga sangat terkesan sehingga ia ingin menjadi sponsornya. Jadi, segera setelah kontrak Sarah dengan Emmanuel Dukes berakhir, ia mengatur pelajaran untuknya dengan seorang seniman kerajaan yang sangat mapan bernama William Craig dan bahkan menunjukkan karyanya kepada Raja George III. Beberapa tahun kemudian, ia bahkan bisa memiliki studio sendiri di London.
Sarah melanjutkan untuk memiliki karir yang menarik. Ia melukis untuk Ratu Victoria dan Pangeran Albert dan bahkan tinggal di Brussel untuk melukis untuk para bangsawan. Pada tahun 1821, ia dianugerahi medali perak dari Society of Arts, suatu kehormatan yang sangat bergengsi.
Â
Advertisement
Tetap Diejek
Meski sukses, Sarah tetap dikritik dan diejek karena disabilitasnya. Ia ditulis oleh penulis berbeda yang biasanya mengejeknya atau mengatakan sesuatu yang negatif. Sarah bahkan disebutkan dalam beberapa cerita Charles Dickens– tetapi hanya karena penampilannya, bukan pekerjaannya maupun talenta melukisnya.
Pada tahun 1824, Sarah menikah dengan seorang bankir bernama William Wright, yang membuatnya berjuang secara finansial ketika pernikahan mereka berakhir tidak lama kemudian.
Â
Lukisannya Terjual Rp2,5 Miliar
Situasi keuangannya semakin memburuk ketika sponsor dan sahabatnya, Earl of Morton, meninggal pada tahun 1827. Ia pensiun ke Liverpool, di mana pendukung terbesarnya membeli anuitas/tunjangan hidup baginya untuk menjalani tahun-tahun terakhirnya dengan nyaman.
Sarah meninggal pada bulan Oktober 1850 pada usia 66 tahun. Meskipun akhir hidupnya mungkin sulit, dan pekerjaannya telah dilupakan selama bertahun-tahun, warisannya tetap hidup. Karya seninya telah terlahir kembali dan memengaruhi kehidupan banyak orang saat ini.
Faktanya, pada tahun 2019, salah satu potret dirinya terjual dengan harga yang mengesankan, £137.500 (setara Rp2,5 miliar).
Advertisement