Liputan6.com, Jakarta Penyakit campak bisa membahayakan siapa saja. Virusnya bisa menginfeksi anak-anak, dewasa dan lansia dengan komorbid (penyakit bawaan). Untuk itu, langkah pencegahan seperti imunisasi dinilai sangat efektif dalam mencegah kecacatan hingga kematian.
Namun, vaksin campak sering dipercaya bisa menyebabkan autisme. Padahal ini tidak ada bukti ilmiah hingga kini.
Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak Subspesialis Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis RS Pondok Indah Prof Hinky Hindra Irawan mengatakan, tidak ada kaitannya vaksin campak dengan autisme.
Advertisement
"Data yang kita telaah, nggak ada kaitannya vaksin campak dan autisme. Justru vaksin campak bisa memberikan daya lindung yang cukup sehingga anak bisa berkembang secara optimal," katanya dalam diskusi yang diselenggarakan RS Pondok Indah, ditulis Sabtu (28/1/2023).
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) juga dalam laman resminya menyebut tidak ada bukti ilmiah antara imunisasi campak ataupun MMR dengan autisme.
"Berbagai penelitian dilakukan Amerika dan di Eropa menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara MMR dan autisme," tulis situs IDAI.or.id.
Berbagai kajian American Academy of Pediatrics, Institute of Medicine, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyimpulkan bahwa tidak ada bukti hubungan antara imunisasi MMR dan timbulnya autisme. Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) juga membentuk sebuah komisi yang terdiri dari peneliti independen untuk mengkaji hubungan imunisasi MMR dan autisme. Hasilnya adalah tidak hubungan antara keduanya.
Asal Mula Campak Dikaitkan dengan Autisme
Dokter Wakefield di Inggris pada 1998 melakukan penelitian pada 12 anak yang dirujuk ke klinik karena diare atau nyeri perut. Anak-anak tersebut mempunyai riwayat perkembangan normal, tetapi mengalami regresi (kemunduran) untuk keterampilan tertentu.
Saat diperiksa, orangtua ditanyakan tentang riwayat imunisasi MMR (yang telah diberikan 9 tahun sebelumnya) dan hubungan antara imunisasi MMR dengan hilangnya keterampilan tersebut.
Berdasarkan data tersebut, dengan jumlah subyek yang amat sedikit, peneliti menyatakan ada hubungan antara imunisasi MMR dan autisme.
Hubungan antara keduanya didasari pada ingatan orangtua yang terjadi beberapa tahun sebelumnya, bukan berdasarkan bukti ilmiah yang obyektif. Lebih lanjut, 4 dari 12 subyek mengalami gangguan perilaku sebelum timbul gangguan saluran cerna.
Hal ini membantah teori peneliti itu sendiri yang menyatakan bahwa gangguan saluran cerna (yang disebabkan oleh MMR) akan menimbulkan autisme. Kekurangan publikasi ini adalah kesalahan seleksi subyek (terdapat gangguan saluran cerna sebelum timbul gangguan perilaku) dan tidak ada kelompok control, suatu hal yang amat penting dalam penelitian.
Dengan demikian publikasi tersebut tidak digolongkan sebagai publikasi ilmiah, melainkan suatu deskripsi ingatan orangtua dari suatu kelompok anak tertentu (bukan dari populasi anak pada umumnya) yang dirujuk ke klinik dokter tertentu.
Madsen, dkk melakukan penelitian di Denmark yang meliputi bayi yang lahir antara Januari 1991 sampai Desember 1999. Dari 537.303 anak yang diteliti, 440.655 di antaranya mendapat vaksin MMR. Penelitian yang dipublikasi dalam The New England Journal of Medicine pada 2002 itu menyatakan bahwa kejadian autisme ataupun autistic-spectrum disorders (ASD) pada kelompok yang mendapat MMR dan kelompok yang tidak mendapat MMR tidak berbeda alias sama.
Advertisement
Tidak Mengakibatkan Kemunduran Bicara pada Anak
IDAI juga menekankan bahwa imunisasi campak tidak menyebabkan kemunduran perkembangan anak. Hal ini dapat dilihat dari penelitian tentang kemunduran/ regresi perilaku atau perkembangan pada autism dan hubungannya dengan imunisasi MMR.
Penelitian ini dilakukan di Amerika oleh Collaborative Programs of Excellence in Autism yang didukung oleh The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Penelitian yang dilakukan pada 12 universitas terkemuka di Amerika ini dimuat dalam Journal of Autism and Developmental Disorders pada 2006, meneliti 351 anak dengan ASD (dengan dan tanpa regresi) dan 31 anak yang khas memperlihatkan kemampuan komunikasi sosial lalu diikuti hilangnya kemampuan tersebut.
Hasil penelitian tersebut adalah tidak ada bukti bahwa ada hubungan antara regresi perkembangan pada autisme dengan imunisasi MMR.
Tidak Menyebabkan Autisme pada Anak Asia
Imunisasi MMR tidak menyebabkan autisme pada anak Asia. Honda dan kawan-kawan meneliti angka kejadian ASD pada anak berumur sampai 7 tahun di Kohoku Ward (dengan populasi sekitar 300.00 orang), suatu daerah di Yokohama, Jepang. Imunisasi MMR di Yokohama menurun drastis mulai 1988 sampai 1992.
Pada 1993, imunisasi MMR dihentikan sama sekali. Namun, ternyata kerjadian kumulatif ASD pada anak sampai umur 7 tahun meningkat secara bermakna pada kelompok anak yang lahir antara tahun 1988-1996.
Peningkatan yang amat drastis terjadi pada anak yang lahir setelah 1993, yang justru tidak mendapat imunisasi MMR.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa imunisasi MMR sangat tidak mungkin menjadi penyebab ASD, tulis IDAI.
Kesimpulan lain adalah penghentian imunisasi MMR pada negara-negara yang menggunakannya pun tidak menurunkan angka kejadian autisme.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan imunisasi MMR dengan cakupan minimal 95 persen untuk membasmi penyakit tersebut.
Ikatan Dokter Anak Indonesia merekomendasikan imunisasi MMR pertama pada umur 15 bulan, yaitu 6 bulan setelah imunisasi campak. MMR dosis kedua dianjurkan diberikan pada umur antara 5 sampai 6 tahun.
Advertisement