Liputan6.com, Jakarta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam laporan baru menjelaskan soal disabilitas.
Dalam Global Report on Health Equity for Persons with Disabilities, WHO menjelaskan bahwa disabilitas adalah bagian dari manusia dan integral dari pengalaman manusia.
Baca Juga
Disabilitas adalah hasil dari interaksi antara kondisi kesehatan dan/atau gangguan yang dialami seseorang, seperti demensia, kebutaan, cedera sumsum tulang belakang. Dan berbagai faktor kontekstual yang terkait dengan lingkungan yang berbeda serta faktor pribadi termasuk sikap masyarakat, akses ke infrastruktur, kebijakan diskriminatif, usia, dan jenis kelamin.
Advertisement
Pengertian disabilitas ini didasarkan pada International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF). Klasifikasi ini diterbitkan pada 2001 yang diadopsi oleh negara anggota WHO.
ICF adalah dokumen pertama yang menetapkan pemahaman baru tentang disabilitas berdasarkan model biopsikososial. Dan mendefinisikan disabilitas tidak hanya dengan kondisi kesehatan yang mendasarinya atau gangguan seseorang, tetapi juga oleh efek mendasar dari lingkungan mereka.
Disabilitas tidak sama dengan kondisi kesehatan. Misalnya depresi, cerebral palsy, atau retinopati. Ini bukanlah disabilitas, melainkan kondisi yang berkontribusi terhadap disabilitas jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung.
Disabilitas bisa diartikan sebagai anak-anak yang menyandang gangguan penglihatan dan tidak dapat bersekolah karena kekurangan produk alat bantu penglihatan. Serta materi pendidikan yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan mereka.
Disabilitas juga bisa diartikan sebagai pria berusia 40-an dengan diagnosis skizofrenia, yang tidak memiliki pekerjaan karena stigmatisasi berhubungan dengan kesehatan jiwa.
Bisa pula diartikan sebagai wanita demensia yang tidak memiliki sarana untuk membayar perawatan kesehatan atau perawatan jangka panjang dan hidup terisolasi dari masyarakat.
Jumlah Terus Meningkat
Pada 2021, sekitar 1,3 miliar orang atau sekitar 16 persen dari populasi global menyandang disabilitas.
Jumlah ini meningkat secara substansial selama dekade terakhir. Ini disebabkan perubahan demografis dan epidemiologis yang berbeda seperti peningkatan populasi dan peningkatan jumlah orang dengan penyakit tidak menular. Mereka hidup lebih lama dan menua dengan keterbatasan fungsi tubuh.
Meskipun sering disebut sebagai populasi tunggal, penyandang disabilitas adalah kelompok orang yang sangat beragam.
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) menggambarkan penyandang disabilitas sebagai mereka yang memiliki gangguan fisik jangka panjang, mental, intelektual atau sensorik. Yang berinteraksi dengan berbagai hambatan dapat kondisi itu menghalangi partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat.
Advertisement
Bisa Terjadi pada Semua Orang
Penyandang disabilitas dapat berasal dari segala usia, identitas gender, ras, atau agama. Beberapa faktor berkontribusi terhadap hal ini termasuk kondisi kesehatan yang mendasarinya.
Misalnya, anak dengan penyakit jantung bawaan atau distrofi otot mungkin memerlukan intervensi kesehatan seperti identifikasi dini dan rehabilitasi untuk mengoptimalkan perkembangan mereka.
Remaja dengan kondisi kesehatan jiwa dan psikososial dapat memperoleh manfaat dari layanan kesehatan dalam pengaturan perawatan non-spesialisasi.
Orang dengan kondisi kesehatan kronis yang terkait dengan tingkat disabilitas yang tinggi, seperti cedera tulang belakang, stroke, atau rheumatoid arthritis memiliki kebutuhan perawatan dari profesional kesehatan khusus.
Orang yang lebih tua atau lanjut usia (lansia) cenderung mengalami lebih banyak kondisi kesehatan dan gangguan. Mereka membutuhkan lebih banyak perawatan kesehatan dan layanan dukungan pribadi.
Kesetaraan Layanan Kesehatan
Sayangnya, para penyandang disabilitas cenderung mengalami ketidakadilan kesehatan. Menurut WHO, mereka meninggal lebih awal, mereka memiliki kesehatan dan fungsi yang lebih buruk, dan mereka lebih terpengaruh oleh keadaan darurat kesehatan daripada populasi umum.
“Tidak melakukan apapun untuk mengatasi ketidaksetaraan kesehatan ini bagi para penyandang disabilitas berarti mengingkari perwujudan hak universal atas pencapaian tertinggi standar kesehatan,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengutip Global Report on Health Equity for Persons with Disabilities, Rabu (15/2/2023).
Ia menambahkan, setiap negara memiliki kewajiban untuk mengatasi ketidaksetaraan ini mengingat adanya hak asasi manusia (HAM).
Pandemi COVID-19 telah mengungkap dan memperburuk ketidakadilan kesehatan yang dihadapi oleh banyak orang di seluruh dunia.
Banyak penyandang disabilitas dan keluarga mereka telah terpengaruh secara tidak proporsional oleh gerakan sosial pembatasan, persyaratan jarak fisik dan prioritas tertentu layanan kesehatan. Semuanya telah memengaruhi akses mereka ke layanan esensial yang sangat penting untuk menjaga kesehatan.
Advertisement