Sukses

Menari dengan Kursi Roda, Penari Disabilitas Ini Dituduh Berbohong tentang Kondisinya

Penari kursi roda ini terima diskriminasi karena kondisinya.

Liputan6.com, Jakarta - Penari kursi roda bernama Kate Stanforth (28) menerima komentar negatif di Twitter yang berkata ia menari dengan kursi roda hanya karena malas menari dan berbohong tentang disabilitasnya, setelah ia menari di TV nasional Inggris The Last Leg, dilansir dari tulisannya dalam The Guardian.

“Hari itu sangat melelahkan. Aku harus memiliki berbagai kondisi kronis yang membuat aku harus mengonsumsi lebih dari 20 obat dalam sehari. Bahkan, aku harus berlatih beberapa tarian dengan berbaring,” ungkap penari sekaligus koreografer penyandang disabilitas tersebut.

Sayangnya, tentu orang-orang tidak mengetahui perjuangan penari disabilitas ini dibalik layar, menurutnya. “Ketika aku beristirahat pada pukul 3 pagi, aku menyadari komentar-komentar negatif yang muncul di Twitter. Aku sering disebut malas dan berbohong, hanya karena kondisiku yang tampak dapat berubah-ubah,” ia menambahkan.

Kate menyadari, penampilan tersebut berpotensi menimbulkan komentar negatif. Menjadi pengguna kursi roda rawat jalan membuatnya hanya dapat menggunakan kakinya dalam keadaan khusus. Ia menyayangkan bahwa masih banyak orang yang tidak suka melihat penyandang disabilitas berusaha menggerakkan tubuh mereka. 

“Baru-baru ini, ada juga reaksi online yang penuh kebencian terhadap Strictly Come Dancing (kompetisi menari) yang berharap untuk memiliki kontestan pengguna kursi roda tahun ini,” pungkas pendiri sanggar tari Kate Stanforth Academy of Dance tersebut.

2 dari 3 halaman

Kondisi Kate sebagai Penari Kursi Roda

Pada mulanya, menurut Kate ia berlatih untuk menjadi penari balet profesional sejak kecil. Sayangnya, semesta berkata lain pada suatu hari ketika ia berusia 14 tahun, yang membuat ia sakit parah dan tak lagi bisa menari seperti sebelumnya.

Ketika kesehatannya sedikit demi sedikit membaik, ia kembali mendapatkan motivasi untuk kembali menari di studio.

Kemudian, masih pada masa remajanya, ia didiagnosis dengan kondisi sindrom Ehlers-Danlos. Kondisi ini membuatnya memiliki banyak komplikasi, sehingga alat bantu geraknya kerap berubah-ubah setiap harinya.

“Inilah yang membingungkan orang-orang. Aku dapat menggunakan kursi listrik, kemudian esok hari berjalan dengan anjing pendamping, lalu bisa hampir tidak sadarkan diri selama sehari penuh karena kondisiku,” tuturnya. 

Dengan serangkaian perubahan yang dapat terjadi pada kondisinya, menurutnya wajar jika banyak orang tidak mengerti. Ia mengakui, sebenarnya ia pun tidak begitu memahami semuanya. Namun, penari sekaligus aktivis disabilitas ini hanya meminta orang-orang untuk menghargai. 

3 dari 3 halaman

Mendirikan Kursus Sanggar Tari

Menyadari sulitnya bagi pengguna kursi roda untuk melanjutkan aktivitas menari, Kate mendirikan akademi tari. Menurut Kate, suatu hal yang sempat sulit dihadapinya adalah menemukan studio yang mudah diakses. Selain itu, tantangan pandemi juga datang.

“Selama lockdown, aku memperkenalkan kelas tari gratis yang dapat diakses secara online. Ini mendapatkan respons yang luar biasa, sesi tersebut dihadiri lebih dari 40 orang setiap minggu dan penonton di seluruh dunia,” ucapnya kepada The Female Lead.

Hal yang menginspirasi Kate untuk mendirikan kursus tari adalah kurangnya inklusivitas dunia tari. Menurutnya, mendapatkan pekerjaan merupakan hal yang menantang bagi setiap penyandang disabilitas, terutama dalam industri tari. “Aku telah menghadapi banyak diskriminasi yang menantang. Aku tahu juga masih ada profesional yang tidak menganggapku serius,” ungkapnya. 

Meskipun representasi disabilitas dalam industri tersebut masih terbilang sangat sedikit, Kate yakin dan bersikeras hal ini akan berubah. 

“Kami akan menunjukkan kepada semua orang betapa menakjubkannya para penari kami, serta memberikan semua orang kesempatan untuk menari,” jelasnya.