Sukses

Dikurung Belasan Tahun karena Sering Hilang, Penyandang Gangguan Jiwa di Mataram Kini Punya KTP

Mursan adalah penyandang gangguan jiwa asal Mataram, Nusa Tenggara Barat, yang dikurung oleh keluarganya selama belasan tahun. Ia sering hilang dan mengganggku ketertiban. Kemensos pun berupaya mengevakuasi dan membuatkannya KTP.

Liputan6.com, Jakarta Mursan adalah penyandang gangguan jiwa asal Mataram, Nusa Tenggara Barat, yang dikurung oleh keluarganya selama belasan tahun.

Tindakan pengurungan terpaksa dilakukan lantaran penyandang disabilitas mental itu acap kali menghilang dan mengganggu ketertiban.

Guna memberi penghormatan dan perlindungan, pria usia 39 itu kini dievakuasi oleh Kementerian Sosial dan Dinas Sosial Kota Mataram.

Langkah evakuasi merupakan bagian dari kebijakan Menteri Sosial Tri Rismaharini dalam penghormatan terhadap hak-hak penyandang disabilitas.

“Tim kami turun langsung (melakukan evakuasi). Dalam pelaksanaannya kami berupaya menghormati hak-hak penyandang disabilitas. Ini menjadi perhatian Ibu Menteri,” kata Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas (RSPD) Nursyamsu di sela-sela evakuasi bersama Dinas Sosial Kota Mataram Nusa Tenggara Barat, mengutip laman resmi Kemensos, Jumat (17/3/2023).

Dibuatkan KTP

Tak hanya mengevakuasi, Tim RSPD juga membantu Mursan mendapatkan identitas kependudukan yang selama ini belum didapat. Seperti diketahui, penyandang disabilitas juga memiliki hak untuk mendapatkan identitas kependudukan.

Oleh karena itu, Tim Kemensos menghadirkan petugas Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil Kota Mataram untuk melakukan perekaman e-KTP langsung di rumah Mursan.

Tak butuh waktu lama, KTP Mursan jadi dalam waktu sehari. Pada 8 Maret lalu, ia telah menerima kartu identitas sebagai Warga Negara Indonesia.

Sebelumnya, Mursan tidak pernah memiliki kartu identitas termasuk KTP. Gejala gangguan jiwanya sudah muncul sejak ia menginjak umur 15 tahun.

2 dari 4 halaman

Sempat Terjangkit Malaria

Di usia remaja yakni 15 tahun, Mursan pernah bekerja di Sumbawa. Namun hal itu tidak berlangsung lama.

Setelah bekerja selama 2 bulan, ia harus dipulangkan karena terjangkit malaria. Sejak saat itu, kesehatan jiwanya menurun.

Mursan pernah mendapatkan perawatan selama sembilan bulan tapi ia kabur dan menghilang selama dua tahun. Karena kerap menghilang dan melakukan perbuatan yang mengganggu masyarakat, akhirnya keluarga mengurung Mursan di rumah.

Mengurung atau bahkan memasung sering kali menjadi pilihan keluarga dalam menangani anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Padahal, hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan.

Oleh karena itu, Nursyamsu meminta masyarakat agar tidak mengurung anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

"Masyarakat bisa menghubungi sentra milik Kementerian Sosial terdekat atau dinas sosial setempat agar bisa ditangani," katanya.

3 dari 4 halaman

Ditangani RSJ

Nursyamsu menambahkan, awalnya sulit membawa Mursan berobat ke rumah sakit karena keluarganya menolak. Namun, dengan advokasi dan pendekatan persuasif akhirnya keluarga mengizinkan.

“PM (Penerima Manfaat) dibawa ke RSJ Mutiara Sukma Mataram untuk memperoleh layanan kesehatan jiwa serta rawat inap,” kata Nursyamsu.

Adapun biaya pengobatan selama di rumah sakit ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pihak pemerintah daerah juga ikut membantu melalui program Universal Health Coverage (UHC).

4 dari 4 halaman

Bantuan Lain

Selain itu, Kemensos juga memberikan bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) kepada Mursan dan keluarga.

Bantuan yang diberikan berupa sembako, pemenuhan nutrisi, alat kebersihan diri, sandang, dan keperluan kamar untuk Mursan seperti kasur, selimut, karpet dan perlengkapan lain.

“Kita perhatikan dan penuhi kebutuhan pokoknya. Selain itu, diberikan kegiatan agar tidak blackout,” kata Nursyamsu.