Liputan6.com, Jakarta Tindak penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy membawa dampak besar bagi David Ozora. Cedera kepala berat yang didapat dari pukulan bertubi-tubi kini membuat David terbaring di rumah sakit meski kejadiannya sudah berlalu satu bulan lebih.
Mirisnya, ayah David, Jonathan Latumahina mengungkap bahwa sang anak mengalami Diffuse Axonal Injury (DAI) yang bisa berujung pada kondisi disabilitas permanen.
“Diffuse axonal injury. Dalam kepala ini ada otak yang penuh dengan akson (serabut saraf) yang jumlahnya jutaan seperti kabel. Tugas akson adalah untuk komunikasi antar saraf,” tulis Jonathan dalam unggahan di Twitter pribadinya @seeksixsuck, Kamis (30/3/2023).
Advertisement
“Ketika otak mengalami trauma berat, maka otak terjadi pergeseran ekstrem yang menyebabkan serabut-serabut saraf ini pecah. David alami ini dan koma. Efek dari DAI adalah penurunan kualitas hidup dan cacat permanen,” tambahnya.
Sempat Koma dan Kejang Tiga Hari
Sebelumnya, David Ozora sempat dinyatakan koma dengan Glasgow Coma Scale (GCS) atau skala koma 3 alias tingkat kesadaran paling rendah.
Rekam medis menyatakan bahwa anak pengurus GP Ansor tersebut mengalami Diffuse Axonal Injury stage 2. David bahkan sempat kejang-kejang selama tiga hari selama menjalani perawatan di rumah sakit.
Kondisi David Ozora Latumahina ini diungkap Jonathan Latumahina beberapa saat sebelum menemui AG pacar Mario Dandy di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Rabu, 29 Maret 2023 untuk memutuskan apakah memilih diversi atau tidak.
Menolak Diversi dan Minta AG Diadili
Hasil akhir telah diputuskan. Keluarga David Ozora menolak diversi. Dengan begitu AG kekasih Mario Dandy bakal diadili di meja hijau.
Melihat kondisi David Ozora yang begitu parah, Jonathan pun mengeluhkan sikap para pelaku yang dinilai mencari perhatian di media.
“Dan pada saat yang sama para pelaku ngemis-ngemis caper (cari perhatian) di media-media, jualan kemiskinan, jualan salah didik, jualan trauma masa kecil dan semua hal lain.”
Menurutnya, apa yang diucapkan para pelaku di media tidak sebanding dengan yang dialami David yang berpotensi besar menjadi penyandang disabilitas selama sisa masa hidupnya.
“Yang kalian obral di media itu nggak seujung kukunya David yang dampaknya permanen! I will hunt you down,” cuit Jonathan.
Advertisement
Penyebab Utama Kematian dan Disabilitas di Kalangan Anak dan Dewasa Muda
Merujuk National Library of Medicine/National Center for Biotechnology Information, Diffuse Axonal Injury adalah jenis dari Traumatic Brain Injury (TBI) yang diakibatkan oleh cedera tumpul pada otak.
Di Amerika Serikat, TBI atau cedera otak traumatik merupakan penyebab utama kematian dan disabilitas di kalangan anak-anak dan dewasa muda.
Cedera otak traumatik diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, dan berat berdasarkan skala koma Glasgow (GCS), seperti di bawah ini:
- Pasien cedera otak traumatik dengan GCS 13 sampai 15 tergolong ringan.
- Pasien dengan CGS sembilan hingga 12 dianggap mengalami cedera otak traumatis kategori sedang
- Pasien dengan GCS di bawah delapan diklasifikasikan memiliki cedera otak traumatis berat.
Bisa Berujung pada Kematian
Jumlah kasus sebenarnya dari DAI tidak diketahui. Namun, diperkirakan sekitar 10 persen dari semua pasien TBI yang dirawat di rumah sakit akan mengalami Diffuse Axonal Injury. Dari pasien dengan DAI, diperkirakan sekitar 25 persen akan mengakibatkan kematian.
Statistik ini mungkin diremehkan karena pasien dengan hematoma subdural, hematoma epidural, dan bentuk lain dari TBI tidak akan memberikan diagnosis DAI yang sebenarnya. Studi postmortem menunjukkan bahwa pasien dengan TBI berat memiliki insiden cedera aksonal difus yang signifikan.
DAI adalah diagnosis klinis. Biasanya, DAI dipertimbangkan pada pasien dengan GCS kurang dari delapan selama lebih dari enam jam. Presentasi klinis pasien dengan cedera aksonal difus berhubungan dengan tingkat keparahan cedera aksonal difus.
Misalnya, pasien dengan cedera aksonal difus ringan hadir dengan tanda dan gejala yang mencerminkan gangguan gegar otak. Gejala ini paling sering termasuk sakit kepala.
Gejala pasca-gegar otak lainnya dapat berupa pusing, mual, muntah, dan kelelahan. Namun, pasien dengan cedera aksonal difus yang parah juga dapat mengalami penurunan kesadaran dan tetap dalam keadaan vegetatif yang persisten. Sejumlah kecil pasien dengan cedera aksonal difus parah akan sadar kembali pada tahun pertama setelah cedera.
Advertisement