Sukses

Penyandang Tunanetra Tak Pandai Matematika? Yayasan Mitra Netra: Anggapan yang Keliru

Anggapan bahwa penyandang disabilitas netra tidak mampu belajar matematika adalah pandangan yang keliru.

Liputan6.com, Jakarta Anggapan bahwa penyandang disabilitas netra tidak mampu belajar matematika adalah pandangan yang keliru.

Sebagian orang menganggap tunanetra tidak mampu belajar matematika pelajaran ini menyertakan simbol-simbol visual. Sehingga, mereka yang tak dapat melihat dianggap lemah dalam bidang studi matematika.

Ketua Pengurus Yayasan Mitra Netra, Bambang Basuki menyampaikan, persepsi di atas bersifat global, tapi faktanya pandangan tersebut keliru.

Menurut Bambang, persepsi keliru tentang matematika dan tunanetra terjadi karena pengajar tidak memahami kebutuhan siswa tunanetra. di samping itu, guru juga kerap kali mengajarkan materi dengan cara yang tidak deskriptif dan cenderung mengandalkan daya visual.

“Sehingga, siswa tunanetra memiliki pondasi yang lemah dalam memahami pelajaran matematika,” ujar Bambang mengutip laman resmi Yayasan Mitra Netra, Jumat (14/4/2023).

Sementara, Kepala Bagian Humas Yayasan Mitra Netra Aria Indrawati juga meyakini hal serupa.

Dalam beberapa tulisannya, Aria menyatakan bahwa anggapan tentang matematika merupakan pelajaran yang bersifat visual adalah hal yang keliru. Matematika sebetulnya merupakan sebuah “konsep”.

Agar orang non tunanetra bisa lebih mudah memahami konsep matematika, maka dibuatlah gambar-gambar. Semakin tinggi kelas siswa, maka pembelajaran matematika akan semakin abstrak. Tujuan penciptaan gambar pada pelajaran matematika yakni agar yang abstrak bisa menjadi konkret dan mudah dibayangkan.

2 dari 4 halaman

Gelar Kursus Matematika untuk Tunanetra

Melihat kurang tepatnya pembelajaran matematika bagi penyandang disabilitas netra, sejak beberapa tahun terakhir, Yayasan Mitra Netra telah melakukan berbagai upaya.

Kesulitan dalam pembelajaran matematika yang dialami oleh para siswa tunanetra selama ini dipandang sebagai sebuah tantangan yang harus diusahakan solusinya. Merebaknya pandemi COVID-19 dan berlakunya sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ), alih-alih membuat perjuangan Mitra Netra kendor, justru sebaliknya malah membuat semakin menggebu.

Hal ini didasari pemikiran bahwa kesulitan belajar matematika yang dialami tunanetra ketika pembelajaran tatap muka akan semakin diperparah dalam PJJ.

Oleh karena itu, yayasan ini memutuskan untuk menyelenggarakan kursus matematika tunanetra, dan memperluas cakupan pesertanya. Tidak hanya Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) saja, tapi seluruh Indonesia.

3 dari 4 halaman

Terapkan Strategi Pembelajaran Khusus yang Dikembangkan Bertahun-tahun

Penjangkauan kursus matematika hingga ke seluruh Indonesia semakin mungkin karena kursusnya sendiri dilakukan secara daring.

Melalui kursus ini, Mitra Netra menerapkan strategi pembelajaran matematika untuk tunanetra, yang telah dikembangkan selama bertahun-tahun.

Selain kursus matematika, beberapa program dan layanan lain yang telah dilaksanakan yayasan ini adalah menginisiasi pengembangan sistem simbol Braille Indonesia bidang matematika. Bersamaan dengan bidang fisika, kimia dan bahasa, yang telah dikukuhkan dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional tahun 1999 untuk digunakan secara resmi di Indonesia.

“Hal ini perlu dilakukan lantaran sebelumnya simbol Braille matematika hanya ada pada tingkat sekolah dasar,” kata Aria dalam keterangan yang sama.

4 dari 4 halaman

Kembangkan Math Mitranetra Braille Converter

Tak tanggung-tanggung, yayasan ini juga mengembangkan Math Mitranetra Braille Converter atau MathMBC.

Ini adalah sebuah perangkat lunak yang berfungsi membantu guru dan pengajar dalam membuat naskah braille dalam pembelajaran matematika. Serta menerjemahkan hasil kerja siswa tunanetra yang diketik dalam format braille.

Tak sampai di situ, yayasan ini juga menyusun buku panduan strategi pembelajaran matematika untuk peserta didik tunanetra. Buku panduan ini terdiri dari 13 buku, yaitu 1 buku panduan untuk umum dan 12 buku untuk kelas 1 hingga 12.

Buku panduan tersebut telah didaftarkan ke Perpustakaan Nasional untuk mendapatkan International Standard Book Number (ISBN) dan terdokumentasi di Perpustakaan Nasional.