Sukses

Perfeksionisme Memiliki Kaitan dengan Depresi? Begini Penjelasan Psikolog

Salah satu penelitian mengungkapkan bahwa perfeksionisme adalah sifat kepribadian multidimensional yang ditandai upaya menuju kesempurnaan, begini kaitannya dengan depresi.

Liputan6.com, Jakarta Sebagian masyarakat tak asing dengan kata perfeksionisme. Salah satu penelitian mengungkapkan bahwa perfeksionisme adalah sifat kepribadian multidimensional yang ditandai upaya menuju kesempurnaan.

Upaya menuju kesempurnaan dilakukan dengan cara menetapkan standar performa yang terlalu tinggi disandingkan dengan evaluasi diri yang terlalu kritis. Namun, ada kekhawatiran terhadap kritikan dari orang lain (Stoeber & Childs, 2010).

Di dunia kerja, sifat perfeksionisme malah dianggap sebagai sifat positif yang kerap diperhitungkan oleh para rekruter, manajer, maupun pengusaha. Pasalnya, perfeksionisme dapat mengantar seorang karyawan untuk mencapai target atau hasil yang tinggi (Flett & Hewitt, 2002).

Psikolog Yanuarty Paresma Wahyuningsih menyampaikan, sekitar 20 tahun yang lalu, perfeksionisme masih dilihat sebagai satu dimensi trait yang cenderung dipandang negatif. Para peneliti sulit menerima bahwa perfeksionisme bisa memiliki sisi positif.

Adapun penelitian mengenai perfeksionisme ini awalnya berakar dari studi klinis dan psikopatologi antara akhir tahun 1970 hingga awal tahun 1980. Para peneliti utamanya antara lain Pacht, Hamacheck, dan Burns.

“Pada studi klinis, perfeksionisme sering ditemukan pada populasi orang dengan gangguan depresi, gangguan obsesi-kompulsi, dan gangguan makan,” kata Yanuarty yang merangkum berbagai sumber seperti dilansir dari laman resmi RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat (RSJRW), Kamis (4/5/2023).

Sedangkan, studi pada populasi non klinis menemukan perfeksionisme berkaitan dengan tingginya level distress serta erat dengan gejala patologis yang mengarah pada gangguan depresi, kecemasan dan gangguan makan (Stoeber & Rambow, 2007).

2 dari 4 halaman

Dua Jenis Perfeksionisme

Seiring berkembangnya penelitian dari tahun ke tahun, telah banyak yang mengukur perfeksionisme secara multidimensi.

Penelitian Hamacheck pada 1970-an sering dijadikan sebagai batu loncatan untuk memahami dan meneliti lebih lanjut mengenai konstruk perfeksionisme. Hamacheck mengemukakan bahwa perfeksionisme merupakan konstruksi ganda. Sehingga, prinsip utama perfeksionisme tidak berhenti hanya pada perilaku saja melainkan juga pertimbangan pada sisi kognitifnya, bagaimana seseorang berpikir bahwa dirinya adalah perfeksionis.

Oleh sebab itu, Hamacheck (1978) membagi perfeksionisme menjadi dua yaitu perfeksionisme normal dan perfeksionisme neurotik.

Perfeksionisme Normal

Perfeksionisme normal didefinisikan sebagai seseorang yang memperoleh rasa senang yang nyata terhadap kerja keras dan kesungguhannya. Dan merasa bebas untuk menjadi seseorang yang “kurang” untuk situasi tertentu.

Mereka juga membutuhkan persetujuan dari orang lain dengan maksud menjadikannya sebagai sebuah dorongan yang baik untuk meningkatkan performa mereka.

3 dari 4 halaman

Perfeksionisme Neurotik

Sementara, perfeksionisme neurotik didefinisikan sebagai seseorang yang tidak pernah merasa cukup dan merasa harus selalu tampil terbaik.

“Dan bahkan jika mereka telah mencapai hasil terbaik pun mereka menganggap itu tidak tampak baik di mata mereka.”

Selain itu, Hamacheck juga mengemukakan bahwa orang dengan perfeksionisme normal mampu mempertimbangkan kelebihan dan kekurangannya secara realistis untuk memacu dirinya. Serta menetapkan ekspektasi kinerja dan batasan untuk diri mereka sendiri.

Sedangkan orang dengan perfeksionisme neurotik justru lebih fokus mencari cara agar terhindar dari kegagalan. Namun terkadang berujung dengan tidak melakukan apapun bahkan tidak mengerjakan tugas apapun untuk mencapai keinginannya hingga mengakibatkan mereka stres.

4 dari 4 halaman

Perfeksionisme Adaptif dan Maladaptif

Pada penelitian lainnya yaitu yang dilakukan oleh Enns, Cox, dan Clara (2002), perfeksionisme didefinisikan ke dalam dua dimensi yaitu perfeksionisme adaptif dan maladaptif.

Perfeksionisme Adaptif

Perfeksionisme adaptif melibatkan penetapan standar dan tujuan pribadi yang tinggi disertai upaya untuk mencapai penghargaan. Termasuk kemampuan untuk mempertahankan maupun meningkatkan kinerja dan mampu menikmati kepuasan yang diperoleh.

Perfeksionisme Maladaptif

Sedangkan perfeksionisme maladaptif ditandai dengan:

  • Penetapan tujuan dan standar yang terlalu tinggi dan tidak fleksibel
  • Ketidakmampuan untuk menikmati kinerjanya
  • Adanya kecemasan serta rasa tidak pasti terhadap kemampuan dirinya.