Liputan6.com, Jakarta Dinas Tenaga Kerja Kota Depok, Jawa Barat memfasilitasi warga disabilitas untuk mengikuti pelatihan keterampilan elektronik, untuk membuka usaha mandiri atau diterima di dunia kerja.
"Sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016, perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit satu persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja," kata Kepala Disnaker Kota Depok Sidik Mulyono di Kota Depok, dikutip Antara, Minggu (28/5/2023).
Baca Juga
Ia mengatakan fasilitasi tersebut diberikan sebagai bentuk perhatian Pemerintah Kota Depok terhadap warga disabilitas. Untuk jenis pelatihan disesuaikan dengan dunia kerja yang siap menerima pekerja yang memiliki keterbatasan.
Advertisement
"Tahun ini kami memfasilitasi penyandang disabilitas untuk bisa ikut pelatihan agar mereka mendapatkan hak yang sama. Mudah-mudahan mereka bisa masuk dan diterima di dunia kerja," katanya.
Menurut Sidik, fasilitas yang diberikan kepada penyandang disabilitas juga untuk meningkatkan keterampilan sehingga mereka dapat mandiri secara ekonomi maupun kesempatan mendapat pekerjaan yang sesuai keterampilannya.
"Kami sudah bekerja sama dengan sejumlah dunia kerja, dan sudah ada yang memberikan lowongan untuk penyandang disabilitas. Semoga peserta yang sudah mengikuti pelatihan dapat memenuhi persyaratan yang diberikan," ujarnya.
Sementara itu, salah satu peserta pelatihan servis elektronik dari Kelurahan Sukatani Novi Yanti merasa senang bisa mengikuti pelatihan tersebut. Materi yang diterima akan diterapkan untuk memperbaiki peralatan elektronik di rumah dan berharap bisa membuka usaha.
"Alhamdulillah, senang sekali diberikan kesempatan mendapatkan ilmu servis elektronik. Semoga dapat membuka usaha atau bergabung dengan dunia usaha di Kota Depok," katanya.
Baru 44 Persen dari Populasi Disabilitas yang Bekerja di Indonesia
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas 2020) menunjukkan 5,79 persen atau sekitar 8 juta angkatan kerja di Indonesia adalah penyandang disabilitas. Jumlah tersebut hanya mencakup 44 persen dari populasi disabilitas usia kerja.
Data ini menunjukkan, meski kebijakan ketenagakerjaan inklusif di Indonesia telah mengalami kemajuan, tapi hambatan masih dialami oleh pelaku usaha dan penyandang disabilitas. Termasuk penyandang disabilitas akibat kusta.
Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman soal keberagaman dan nilai inklusi di kalangan pembuat kebijakan dan pelaku usaha.
Topik ini menjadi bahasan dalam Diskusi Ketenagakerjaan Inklusif (Ditektif) yang diselenggarakan secara daring oleh Komisi Nasional Disabilitas (KND) dan NLR Indonesia pada Kamis, 22 Desember 2022.
Diskusi ini dihadiri pejabat dari Kementerian Ketenagakerjaan, Komisi Nasional Disabilitas, Apindo, Unit Layanan Disabilitas tingkat daerah, PT Telkom, dan PT Alfamart.
Dalam sambutannya, Asisten Deputi Pemberdayaan Disabilitas dan Lansia, Kemenko PMK Drs. Ade Rustama menyampaikan, upaya memperkuat ekosistem ketenagakerjaan yang inklusif bagi penyandang disabilitas sangatlah penting.
“Kementerian Ketenagakerjaan berkomitmen mendorong nilai inklusif dari hulu hingga hilir. Seperti akses luas bagi kelompok rentan untuk mendapat pelatihan, peningkatan keterampilan, dan alih keterampilan, serta mewujudkan pasar kerja yang inklusif,” ujar Ade mengutip keterangan pers yang diterima Disabilitas Liputan6.com, Senin 26 Desember 2022.
Advertisement
Tantangan Pelaku Usaha
Anggota Dewan Pimpinan Nasional Apindo Myra Hanartani menyoroti 3 tantangan pelaku usaha dalam isu disabilitas menuju inklusi.
Pertama, diperlukan ekosistem ketenagakerjaan yang inklusif seperti ruang publik, sarana transportasi dan mobilitas yang aman bagi penyandang disabilitas.
“Banyak penyandang disabilitas diterima bekerja di suatu perusahaan, tapi mereka terbentur sarana transportasi atau jalan sehingga sulit bagi mereka mencapai tempat kerja secara aman dan nyaman,” tegas Myra.
Ia menambahkan, pengusaha sering kesulitan mendapatkan informasi tentang penyandang disabilitas yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Di samping itu, pelaku usaha tidak tahu bagaimana menyiapkan tempat kerja, sarana, dan prasarana yang aman dan inklusif.
“Peran dari Unit Layanan Disabilitas adalah mempertemukan pemerintah, organisasi penyandang disabilitas, pelaku usaha. Serta meningkatkan keterampilan dan pendampingan bagi pemberi kerja/pengusaha yang menerima penyandang disabilitas,” lanjutnya.
Peran Perusahaan
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016, peran perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1 persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.
Dan Unit Layanan Disabilitas dapat berperan mendorong perusahaan mewujudkan ketenagakerjaan inklusif disabilitas dan kusta.
Anggota Komisi Nasional Disabilitas Eka Prastama Widiyanta menekankan, serapan tenaga kerja yaitu 1 persen oleh perusahaan dan 2 persn oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sangatlah penting. Hal ini akan meningkatkan keterampilan dan kapasitas tenaga kerja penyandang disabilitas.
“Kita perlu memutus rantai kemiskinan dan mengubah paradigma bahwa disabilitas bukan lagi sebagai beban tapi jadi kesempatan untuk berkontribusi. Penyandang disabilitas diberi kesempatan mengakses pembangunan yang lebih berkualitas, manusiawi, adil dan setara,” jelasnya.
Untuk mendorong skema ketenagakerjaan yang inklusif, diperlukan edukasi dan media kampanye tentang nilai inklusif, disabilitas, dan kusta. Serta perlu penguatan kapasitas teknis dari Unit Layanan Disabilitas.
Advertisement