Sukses

3 Kesalahpahaman tentang Kontak Mata dengan Penyandang Autisme

Banyak kesalahpahaman umum yang berderar di masyarakat tentang kontak mata dengan penyandang autisme. Apa saja?

Liputan6.com, Jakarta - Autisme merupakan gangguan spektrum pada otak yang membuat seseorang sulit dalam berinteraksi sosial, berkomunikasi, dan mengontrol perilakunya.

Salah satu hal yang sulit bagi banyak orang dengan autisme adalah mempertahankan kontak mata saat berbicara dengan orang lain.

Ahli keterlibatan sensorik Joanna Grace, yang juga memiliki autisme, menjelaskan tiga pemahaman yang keliru tentang kontak mata dengan orang-orang yang memiliki autisme.

Grace membahas sesuatu yang sering dibicarakan ketika orang membicarakan autisme, yaitu kontak mata.

Sebagai penyandang autisme, Grace mengaku dirinya juga bukan orang yang pandai dalam hal kontak mata. Namun, kesalahpahaman yang tersebar di masyarakat tentang kontak dengan autisme juga tidak sepenuhnya benar. Apa saja kesalahpahaman tersebut?

Kesalahpahaman Pertama: Orang-Orang dengan Autisme Tidak Bisa Membuat Kontak Mata

Banyak yang menganggap bahwa orang dengan autisme tidak bisa membuat kontak mata. Pandangan tersebut umumnya diketahui, tetapi sebenarnya tidak akurat secara fakta. 

Menurut Grace, meskipun banyak orang dengan autisme mengalami kesulitan dalam membuat kontak mata, tetapi beberapa dari mereka masih mampu melakukannya.

“Jadi, jangan menganggap bahwa seseorang yang mengidentifikasi dirinya sebagai orang dengan autisme tidak akan dapat memandang mata Anda,” kata Grace kepada Disability Horizon.

Ketidakmampuan membuat kontak mata sering kali dianggap sebagai ciri khas autisme, bukan karena hal itu memiliki arti penting dalam perbedaan neurologis, tetapi lebih karena hal tersebut dapat terlihat dengan jelas.

2 dari 4 halaman

Kesalahpahaman Kedua: Orang dengan Autisme Perlu Didukung untuk Melakukan Kontak Mata

Banyak orang mempercayai bahwa perhatian dapat dilihat dari arah pandangan mata. Meskipun ini benar untuk beberapa orang, tetapi tidak berlaku untuk semua orang. 

Menurut Grace, jika tujuan utamanya adalah komunikasi yang berhasil, maka dukungan seharusnya difokuskan pada apa pun yang membuat komunikasi menjadi berhasil.

Grace mengungkap bahwa menurut dia, ketika seseorang tidak membuat kontak mata dengan pembicara, itu tidak selalu berarti bahwa orang tersebut tidak mendengarkannya.

3 dari 4 halaman

Kesalahpahaman Ketiga: Orang dengan Autisme Sebaiknya Berlatih Kontak Mata

Menurut Grace, orang-orang dengan autisme sebaiknya tidak dipaksa untuk berlatih kontak mata.

Grace mengatakan bahwa orang-orang dengan autisme yang menggunakan bahasa untuk berkomunikasi sudah lama menyampaikan betapa stresnya kontak mata bagi mereka. 

Beberapa dari mereka bahkan menggambarkannya sebagai rasa sakit, perih, dan menyedot emosi.

Baru-baru ini, para ilmuwan menggunakan MRI berhasil melihat rasa sakit ini dalam otak orang-orang dengan autisme. Temuan mereka membuat orang lebih terbuka untuk mendengarkan pengalaman orang dengan autisme.

Meskipun memang benar bahwa orang dengan autisme mungkin dapat belajar membuat kontak mata seiring berjalannya waktu, ini tidak berarti mereka harus dipaksa untuk melakukannya.

4 dari 4 halaman

Posisikan Diri Sebagai Penyandang Autisme

Menurut Grace, selain rasa tidak nyaman dari kontak mata, penolakan yang terus-menerus terhadap cara penyandang autisme mendengarkan orang bisa merusak harga diri mereka.

“Diberitahu bahwa Anda lebih rendah karena diri Anda sendiri adalah adalah pengalaman yang umum bagi orang-orang autisme dan kelompok minoritas lainnya. Hal itu meningkatkan risiko masalah kesehatan mental,” kata Grace.

Grace mengingatkan bahwa memaksakan kontak mata dengan penyandang autisme bukan merupakan cara yang tepat untuk mendekati mereka.

“Anda melakukannya karena ingin berkomunikasi dengan mereka, berbagi dunia dengan mereka, dan ingin melindungi mereka dari orang-orang yang mungkin menganggap mereka kasar. Anda memiliki niat baik untuk mereka, tetapi itulah bukan cara yang tepat untuk mendekatinya,” tutupnya.