Sukses

Halaman Al-Quran Braille Beda dengan Mushaf Awas, Dosen UPI Beri Saran untuk Mempermudah Disabilitas Netra Saat Tadarus

Al-Quran Braille untuk disabilitas netra berbeda dengan Al-Quran yang dicetak untuk orang awas dalam sisi tata letak.

Liputan6.com, Jakarta Al-Quran Braille untuk disabilitas netra berbeda dengan Al-Quran yang dicetak untuk orang awas dalam sisi tata letak.

Menurut Dosen Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) DR. Didi Tarsidi, M.Pd., tentu saja, kedua jenis mushaf tersebut memiliki isi ayat-ayat yang sama.

“Yang berbeda adalah format pencetakannya. Karena ukuran huruf Braille yang lebih besar daripada huruf awas, maka jumlah halaman mushaf Braille pun jauh lebih banyak,” kata Didi dalam keterangan tertulis, Rabu (28/6/2023).

Ia menambahkan, di kalangan orang awas, untuk memulai tadarus, di samping menyebutkan nomor surah dan nomor ayat yang akan mulai dibaca, biasanya mereka juga menyebutkan nomor halamannya.

Selain itu, pergantian giliran membaca pun pada umumnya didasarkan atas perpindahan halaman pada Al-Quran itu.

“Oleh karena itu, sangat penting bagi peserta tadarus yang tunanetra mengetahui ayat berapa saja yang harus dibacanya bila dia mendapat giliran membaca halaman tertentu.”

Untuk memudahkan orang tunanetra mengikuti tadarus secara inklusif, sebaiknya perpindahan halaman mushaf awas itu ditandai pada mushaf Braille. Didi pun memberi dua saran yang sangat praktis untuk melakukan penandaan tersebut.

2 dari 4 halaman

Untuk Tunanetra Pemilik Mushaf Braille

Saran pertama, untuk orang tunanetra pemilik mushaf Braille dapat menandai letak perpindahan halaman mushaf awas itu dengan membuat dua titik horizontal (kiri-kanan) di margin kiri di hadapan tanda paragraf yang mengawali ayat pertama pada halaman mushaf awas.

Dua titik tersebut dapat dibuat dengan menusukkan pen dari belakang kertas. Misalnya, ayat pertama pada halaman 10 mushaf awas adalah ayat 62 surah Al-Baqarah. Maka, pada mushaf Braille, dua titik horisontal tanda perpindahan halaman mushaf awas itu disarankan untuk diletakkan di margin kiri di hadapan tanda paragraf yang mengawali ayat 62.

Tanda paragraf pada mushaf Braille adalah dua spasi kosong di depan awal setiap ayat. Dalam contoh ini, dua titik di hadapan ayat 62 tersebut berarti bahwa halaman 10 mushaf awas dimulai dari ayat 62.

3 dari 4 halaman

Selanjutnya

Berikutnya, nomor halaman mushaf awas sebaiknya dituliskan dengan reglet pada margin atas, beberapa petak di sebelah kiri nomor halaman Braille, pada halaman di mana terdapat tanda perpindahan halaman awas.

 Contoh, halaman 10 awas diawali dengan ayat 62 Surah Al-Baqarah, sedangkan pada mushaf Braille terbitan tahun 2021, ayat 62 terdapat pada bagian tengah halaman 14. Oleh karena itu, angka 10 (nomor halaman awas) harus dibubuhkan pada halaman 14 mushaf Braille, beberapa petak di sebelah kiri angka 14 (nomor halaman Braille).

“Pemasangan reglet untuk membubuhkan nomor halaman awas pada halaman Braille itu harus sangat hati-hati agar paku reglet tersebut tidak menembus kertas mushaf agar tidak mengganggu tulisan pada halaman Braille tersebut,” kata Didi.

4 dari 4 halaman

Saran untuk Percetakan Al-Quran Braille

Saran kedua ditujukan Didi untuk percetakan Braille. Menurutnya, percetakan Braille dapat menandai tempat perpindahan halaman mushaf awas pada mushaf Braille dengan membubuhkan dua tanda hubung (titik 3-6). Tanda ini dapat dibuat di margin kiri, di hadapan tanda paragraf yang mengawali ayat pertama pada suatu halaman mushaf awas.

Misalnya, ayat pertama pada halaman 10 mushaf awas adalah ayat 62 surah Al-Baqarah. Maka, pada mushaf Braille, dua tanda hubung penanda perpindahan halaman mushaf awas itu disarankan untuk diletakkan di margin kiri di hadapan tanda paragraf yang mengawali ayat 62.

“Dengan cara penandaan seperti ini, tidak akan terjadi penambahan jumlah halaman yang signifikan pada Quran mushaf Braille.”

Selama ini penomoran halaman mushaf Braille selalu dimulai dari nomor 1 lagi untuk setiap juz baru. Praktik ini sebaiknya diubah, kata Didi.

Penomoran halaman mushaf Braille sebaiknya berlanjut lintas juz. Jadi, bila juz 1 berakhir di halaman 33, maka juz 2 seharusnya berawal di halaman 34, berlanjut dari halaman juz 1, dan seterusnya.