Sukses

Vaksinasi Inklusif COVID-19 Bantu Dongkrak Capaian Jumlah Suntikan Kelompok Disabilitas dan Marjinal

Sebagian kelompok masyarakat seperti penyandang disabilitas hingga masyarakat adat mengalami kesulitan dalam menjangkau layanan vaksinasi COVID-19. Ini melatarbelakangi program vaksinasi inklusif.

Liputan6.com, Jakarta Sebagian kelompok masyarakat seperti penyandang disabilitas hingga masyarakat adat mengalami kesulitan dalam menjangkau layanan vaksinasi COVID-19.

Hal ini melatarbelakangi Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP) menjalankan program vaksinasi inklusif COVID-19 atau Vaccine Access and Health Security Initiatives (VAHSI).

Program ini dilaksanakan sejak pertengahan 2021 hingga akhir Juni 2023. Dan turut berkontribusi mendorong Indonesia menjadi salah satu negara dengan capaian vaksinasi terbanyak pada saat pandemi COVID-19.

Program ini menyasar kelompok marjinal seperti:

  • Lanjut usia (lansia)
  • Penyandang disabilitas
  • Keluarga miskin
  • Perempuan kepala keluarga
  • Transgender
  • Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
  • Masyarakat adat.

Apresiasi dari Kemenkes

Atas keberhasilan VAHSI, AIHSP mendapat apresiasi dari Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu.

“Kelompok dengan risiko tinggi masih sulit untuk dijangkau. Sehingga, kami sangat mengapresiasi bantuan para mitra untuk mendorong keberhasilan capaian vaksinasi inklusif,” kata Maxi di Jakarta, Senin (26/6/2023) mengutip keterangan pers.

“Program ini memberi pelajaran bermakna yang bisa diterapkan dalam penanganan masalah kesehatan lainnya seperti stunting, TBC, Malaria, dan HIV/AIDS,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Program AIHSP, John Leigh, menambahkan bahwa keberhasilan capaian vaksinasi inklusif tersebut juga didukung melalui kegiatan komunikasi risiko. Dan pelibatan masyarakat yang dilaksanakan di lima provinsi kerja AIHSP, yaitu Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Bali, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur.

“Dalam merespons pandemi COVID-19, upaya yang paling sulit adalah melakukan vaksinasi secara merata karena ada beberapa kelompok yang sulit dijangkau,” kata John.

2 dari 4 halaman

Kolaborasi dengan Berbagai Pihak

Maka dari itu, lanjut John, dilakukan kolaborasi dengan berbagai pihak. Pihaknya juga melakukan inisiatif ‘Last Mile’ yang dimulai dengan pilot project di dua provinsi. Yaitu Sulawesi Selatan melalui Universitas Hasanuddin dan Jawa Tengah melalui Palang Merah Indonesia atau PMI.

“Kolaborasi ini kemudian diakselerasi dengan kemitraan bersama Save the Children (STC) untuk menjangkau kelompok rentan di lima provinsi kerja AIHSP,” jelas John.

Selama program berjalan, capaian vaksinasi di Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah mengalami peningkatan sebanyak tiga kali lipat lebih cepat dibandingkan provinsi lainnya. Percepatan vaksinasi ini tentunya mendapat dukungan berbagai mitra pelaksana lokal di masing-masing provinsi, yaitu Jalin Foundation (Jawa Tengah), Migrant CARE (Jawa Tengah), Yayasan IDEP Selaras Alam (Bali), PKBI (Daerah Istimewa Yogyakarta), Sulawesi Community Foundation (Sulawesi Selatan), dan CIS Timor (Nusa Tenggara Timur).

3 dari 4 halaman

Kembangkan Pedoman Komunikasi Risiko

Selain dengan menggandeng kemitraan, AIHSP juga mengembangkan Pedoman Komunikasi Risiko untuk Krisis Kesehatan, dan Pedoman Komunikasi Perubahan Perilaku Pencegahan COVID-19.

“Program Last Mile menekankan pada penerapan komunikasi risiko, pelibatan masyarakat, dan nilai inklusif. Pembelajaran dari program ini dapat diterapkan pada aspek lain di sektor kesehatan seperti stunting, bahkan tidak terbatas pada manusia melainkan juga pada hewan.”

“Program ini mendukung penuh program One Health yang dibentuk oleh Kementerian Kesehatan,” ucap John.

4 dari 4 halaman

Tantangan Selama Program Vaksinasi Inklusif

Hadir dalam kesempatan yang sama, Koordinator Nasional AIHSP-VAHSI, Yulianto Santoso Kurniawan, memaparkan adanya tantangan selama pelaksanaan program vaksinasi inklusif.

Saat itu, pihak Yulianto menemukan beberapa tantangan seperti:

  • Minimnya informasi vaksinasi COVID-19 yang diterima oleh kelompok rentan
  • Waktu pelaksanaan vaksinasi yang tidak fleksibel
  • Panjangnya antrean
  • Tidak adanya juru bahasa isyarat atau JBI yang sebenarnya dibutuhkan oleh kelompok disabilitas
  • Masih adanya diskriminasi pada kelompok disabilitas.

“Untuk mengatasinya, AIHSP melalui program VAHSI segera menginisiasi kolaborasi dalam bentuk pentahelix yang melibatkan pemerintah, universitas, jurnalis, private sector, hingga organisasi masyarakat yang kami harap mampu menyebarkan komunikasi risiko,” jelas Yulianto.