Liputan6.com, Jakarta Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI) Ma'ruf Amin mengatakan bahwa masalah stunting bukan semata persoalan tinggi badan.
“Namun yang lebih buruk adalah dampaknya terhadap kualitas hidup individu akibat munculnya penyakit kronis, ketertinggalan kecerdasan, dan kalah dalam persaingan,” kata Ma’ruf dalam Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-30 tahun 2023 di Banyuasin, Sumatera Selatan, Kamis (6/7/2023).
Baca Juga
Ia menambahkan, saat ini prevalensi stunting di Indonesia adalah 21,6 persen, sementara target yang ingin dicapai adalah 14 persen pada 2024.
Advertisement
Artinya, setiap tahunnya Indonesia harus bisa menurunkan 3,8 persen sehingga nantinya target bisa tercapai. Untuk itu, diperlukan upaya bersama untuk mencapai target yang telah ditetapkan, salah satunya dimulai dari unit terkecil dalam masyarakat, yakni keluarga.
Seluruh keluarga Indonesia perlu memperkokoh peranannya dalam mencetak generasi penerus yang bebas stunting. Anak-anak harus sehat secara fisik dan mental. Karena, kelak mereka akan menjadi generasi yang mampu mengguncang dunia.
Dalam sambutannya, Ma'ruf Amin juga mengatakan bahwa keluarga merupakan kunci dalam membentuk generasi masa depan dan mengatasi stunting.
“Keluarga harus menjadi aktor kunci dalam mengatasi stunting. Memiliki kesadaran untuk memprioritaskan pemenuhan asupan gizi dan pengasuhan anak secara layak, termasuk menjaga kebersihan tempat tinggal dan lingkungan," ujar Ma’ruf.
Perkawinan Usia Anak Lebih Banyak Mudaratnya
Salah satu penyebab stunting adalah perkawinan usia anak. Dan, saat ini pernikahan anak masih relatif tinggi, lanjutnya.
"Untuk itu, pernikahan anak harus dihindari karena lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya, termasuk berisiko lebih tinggi menghasilkan anak stunting. Bagi keluarga yang memiliki anak remaja, agar dipastikan remaja kita mempunyai perilaku hidup dan pergaulan yang sehat,” imbau Ma'ruf.
Wapres kemudian menyampaikan harapannya, agar keluarga Indonesia terus memperkaya pengetahuan tentang pemenuhan gizi dan pengasuhan anak agar optimal.
"Saya minta petugas kesehatan untuk menyediakan informasi yang mudah dipahami dan lengkap terkait hal tersebut, baik secara langsung maupun melalui portal-portal digital," katanya.
Selain itu juga agar kembali memanfaatkan layanan di posyandu dan puskesmas untuk memantau kesehatan ibu hamil, serta pertumbuhan dan perkembangan anak.
Advertisement
Angka Stunting Turun tapi…
Sementara, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyampaikan bahwa kasus stunting sudah turun tapi belum sesuai standar.
“Indonesia telah mengalami tren penurunan prevalensi stunting yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Namun masih berada di atas ambang batas standar WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), sehingga masih berkategori darurat stunting,” kata Hasto dalam kesempatan yang sama.
BKKBN melalui Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia tahun 2021-2024 (RAN Pasti), telah menerjemahkan lima pilar strategi nasional (Stranas) dan disempurnakan dengan:
- Penyediaan data keluarga berisiko stunting
- Pendampingan keluarga berisiko stunting
- Pendampingan calon pengantin
- Surveilans keluarga
- Audit kasus Stunting.
Hasil dari Program Keluarga Berencana
Hasto juga menyinggung soal kependudukan di Tanah Air yang mengalami titik balik. Ini karena program Keluarga Berencana sukses mengantarkan kepada Total Fertility Rate (TFR) atau angka kelahiran rata-rata nasional di angka 2,14.
"Sehingga tantangan tidak lagi terfokus pada pengendalian kuantitas penduduk," kata Hasto.
Kualitas penduduk dan kualitas keluarga juga memegang peranan penting dalam pemanfaatan kesempatan bonus demografi yang seharusnya dapat ditransformasikan menjadi bonus kesejahteraan. Karena, celah bonus demografi akan berakhir sekitar tahun 2035.
Advertisement