Liputan6.com, Jakarta Kementerian Sosial (Kemensos) meluncurkan gelang adaptif untuk penyandang disabilitas grahita (GRITA) guna mencegah tindak kekerasan terjadi terhadap mereka.
Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini di Jakarta, Kamis, mengatakan GRITA tercipta sebagai salah satu respons kasus kekerasan seksual, terutama pada anak-anak tuna grahita.
Baca Juga
“Bahkan saya menemukan, karena mereka tidak bisa membela diri saat diproses, sehingga pelaku bebas saat itu,” ujar Mensos Risma, dikutip Antara.
Advertisement
Sehingga GRITA ditujukan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan yang menimpa anak-anak tuna grahita.
Pembuatan gelang tersebut melibatkan Sentra Terpadu Inten Suweno Cibinong, Jawa Barat.
Gelang GRITA berfungsi memonitor detak jantung melalui denyut nadi dan membandingkannya dengan batas tertentu. Jika denyut nadi melebihi batas, maka sirene akan berbunyi dan lampu akan berkedip sebagai penanda kondisi darurat.
Pembuatan GRITA melibatkan para dokter spesialis anak dan jiwa dan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan. Alat tersebut dapat digunakan sebagai aksesoris sehari-hari.
Mensos Risma mengatakan anggaran untuk pembuatan gelang disabilitas masih terbatas. Namun dengan mengubah modal belanja, maka hal tersebut dapat terlaksana.
Selain meluncurkan GRITA, Mensos juga membagikan 100 buah gelang disabilitas rungu dan wicara (GRUWI) kepada penerima manfaat.
Gelang tersebut memiliki sensor desibel dan mengalirkan getaran di pergelangan tangan pemakainya, sehingga mereka dapat menyadari suara keras di sekitar mereka. GRUWI diproduksi sendiri oleh penerima manfaat disabilitas di Sentra Terpadu Inten Suweno.
GRITA dan GRUWI dibuat sesuai kebutuhan para penerima manfaat yang telah terdata dan diutamakan berasal dari keluarga tidak mampu. Diharapkan alat tersebut juga dapat digunakan di seluruh Indonesia.
Nota Kesepahaman Penanganan Kekerasan
Dari laman resmi Kemensos, sebanyak delapan pimpinan kementerian/Lembaga menandatangani Nota Kesepahaman tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan pada Satuan Pendidikan (PPKSP).
Nota kesepahaman ini merupakan wujud semangat kolaborasi kedelapan K/L mengimplementasikan pencegahan kekerasan terhadap anak, khususnya di lingkungan pendidikan. Menteri Sosial Tri Rismaharini menyambut baik kesepakatan ini. Ia berharap dengan sinergitas stakeholder yang ada, bisa segera diwujudkan lingkungan belajar yang inklusif, berkebinekaan dan aman bagi semua.
“Ini adalah kesepakatan yang saya tunggu. Sejak saya jadi menteri, saya selalu menerima kasus (kekerasan anak). Dari laporan yang kami terima, kejadian dilakuk, beberapa waktu lalu di Jakarta.
Maraknya kekerasan terhadap anak, membutuhkan penanganan bersama. Kompleksitas dan luasnya tantangan yang harus dihadapi, dibutuhkan sinergitas lebih luas. Oleh karena itu, kata Mensos, setelah penandatanganan nota kesepahaman, masih diperlukan kerja sama yang lebih luas lagi.
“Kesepakatan ini sangat baik. Tapi kita masih membutuhkan bantuan dari masyarakat. Saya yakin jika bersama-sama, anak-anak kita akan berada di tempat yang nyaman dan aman di mana pun mereka berada, termasuk di lingkungan satuan pendidikan,” katanya.
Advertisement
Menciptakan Lingkungan yang Aman untuk Anak
Mensos pun mengungkapkan kiat, untuk mencipakan lingkungan yang aman bagi anak. Mensos meminta semua pihak untuk menganggap anak orang lain sebagai anak sendiri, begitu juga sebaliknya. Dengan demikian, akan tumbuh keinginan untuk menjaga anak.
“Anak-anak kita pun akan selalu terjaga dan tetap aman. Anak saya adalah anak kita semua. Anak orang lain adalah anak kita. Jika berpikir begitu, maka anak kita akan aman di mana pun mereka berada,” Mensos mengimbau.