Liputan6.com, Jakarta Spinal Muscular Atrophy adalah penyakit genetik yang menyebabkan kelemahan otot motorik dan bersifat progresif.
Sifatnya yang progresif atau semakin parah seiring berjalannya waktu menjadikan Spinal Muscular Atrophy atau SMA pembunuh nomor satu di dunia bagi bayi usia di bawah dua tahun. Maka dari itu, penting untuk segera mengenali dan memberikan pengobatan serta terapi yang tepat pada anak yang menyandang SMA.
Prevalensi Spinal Muscular Atrophy
Menurut dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi Dian Marta Sari, SMA adalah penyakit langka karena kelainan genetik. Dari 40 hingga 60 orang ada satu pembawa gen penyakit SMA.
Advertisement
“Jadi dengan jumlah penduduk Indonesia yang sekitar 278 juta, itu artinya pembawa gen SMA-nya ada sekitar lima sampai enam juta. Kemudian kalau dari kelahiran bayi hidup, jumlahnya ada satu dari 6.000 sampai 11.000 kelahiran bayi hidup,” kata Dian kepada Disabilitas Liputan6.com melalui pesan suara, Senin 28 Agustus 2023.
“Jadi menurut saya ini cukup banyak yah, cuman kadang kala tidak terdeteksi, tidak terdiagnosa dengan baik karena fasilitas rumah sakitnya, pengetahuan dari dokternya juga, karena ini penyakit langka,” tambahnya.
Penyebab Spinal Muscular Atrophy
SMA merupakan penyakit genetik di mana ada masalah pada protein SMN1 yang berada di organ tubuh terutama otot. Pada penyandang SMA, protein SMN1 yang mendukung kerja otot dan mengaktifkan organ tubuh ini hilang (delesi).
Maka dari itu, orang dengan SMA mengalami kelemahan otot. Tidak hanya otot anggota gerak, tapi juga berbagai otot lain seperti otot pernapasan, pencernaan, otot mengunyah dan lain-lain.
Picu Masalah Lain
Kelemahan otot pada penyandang SMA kerap berujung pada berbagai masalah lain seperti masalah tulang.
“Biasanya muncul masalah otot dan tulang, biasanya jadi kontraktur (kekakuan), bisa skoliosis (kelainan tulang belakang melengkung ke samping), posturnya berubah yang harusnya tegak jadi bungkuk,” jelas Dian.
Selain masalah tulang, SMA juga bisa memicu masalah nutrisi hingga masalah pernapasan.
“Kemudian nutrisi juga bermasalah, ada sembelit. Juga masalah pernapasan, sering batuk pilek apalagi dengan cuaca yang tidak bersahabat, lebih sering terkena infeksi saluran pernapasan,” katanya.
Advertisement
Gejala Khas Spinal Muscular Atrophy
Terkait gejala khas SMA, Dian menjelaskan, jika dilihat dengan kasat mata maka akan sulit dibedakan dengan gejala umum.
Secara umum, gejala SMA dapat berupa munculnya kelemahan anggota gerak dan munculnya kelemahan otot. Yang mana kedua gejala ini juga dapat muncul pada penyakit lainnya.
“Misal tumbuh kembang anak terlambat, tiga bulan enggak bisa mengangkat kepala, nah itu mau anak cerebral palsy (SP), mau anak SMA, itu gejalanya sama.”
“Jadi begitu ada keterlambatan tumbuh kembang anak, itu sebaiknya segera diperiksakan, jangan menganggap remeh. Lebih baik kita segera periksa ke dokter sehingga bisa dicari diagnosanya. Karena ini penyakit gen yang langka maka paling tidak perlu sampai ke layanan kesehatan tingkat sekunder,” tutur Dian.
Pasalnya, perlu dilakukan pemeriksaan genetik untuk menegakkan diagnosisnya.
Perawatan untuk Penyandang Spinal Muscular Atrophy
Penyandang SMA memiliki permasalahan kesehatan yang kompleks, lanjut Dian. Tidak hanya masalah otot, tapi juga tulang, hingga pernapasan.
“Sehingga penanganan anak SMA ini harus tim, kolaborasi dokter tidak hanya dokter anak tapi juga rehabilitasi medik, ortopedi, dokter saraf, dokter gizi.”
Di samping itu, anak juga perlu pendidikan dan sekolah maka kerja sama dengan dinas pendidikan, dinas kesehatan, dinas sosial pun diperlukan.
“Jadi, tata laksana untuk anak SMA ini harus holistik dan terintegrasi. Untuk sekolah pun kecerdasan anak SMA ini normal, bahkan mereka sangat pintar tidak ada masalah dengan kognisi dan kecerdasannya.”
Dengan kata lain, pendidikan yang tepat sangat penting bagi anak SMA, sayangnya mereka menghadapi kendala sarana dan prasarana yang belum ramah disabilitas.
Edukasi soal SMA disampaikan Dian dalam peringatan Bulan Kesadaran SMA yang jatuh setiap Agustus. Acara ini digelar oleh Komunitas Spinal Muscular Atrophy (SMA) Indonesia di Bandung pada 27 Agustus 2023.
Advertisement