Liputan6.com, Jakarta Serangan bertubi-tubi yang dilayangkan Israel ke Palestina membuat perempuan Gaza mengalami stres ekstrem hingga alami gangguan menstruasi.
Menurut psikolog dan pekerja sosial yang berbasis di Kota Gaza, Nevin Adnan, perempuan biasanya mengalami gejala psikologis dan fisik pada hari-hari sebelum dan selama menstruasi. Seperti perubahan suasana hati dan nyeri perut bagian bawah dan punggung.
Baca Juga
Gejala-gejala ini dapat memburuk pada saat stres seperti perang yang sedang berlangsung, menurut Adnan.
Advertisement
“Perpindahan (ke pengungsian) menyebabkan stres yang ekstrem dan itu mempengaruhi tubuh wanita serta hormonnya,” kata Adnan mengutip Al Jazeera, Senin (6/11/2023).
Terpaksa Minum Pil Penunda Menstruasi
Kondisi Gaza yang kian memburuk akibat serangan Israel juga membuat banyak perempuan Palestina terpaksa meminum pil penunda menstruasi.
Hal ini dilakukan mengingat situasi di pengungsian yang terlalu padat, kurangnya akses terhadap air, dan kurangnya produk kebersihan menstruasi seperti pembalut dan tampon.
Para perempuan telah mengonsumsi tablet norethisterone yang biasanya diresepkan untuk kondisi seperti perdarahan menstruasi yang parah, endometriosis, dan nyeri haid.
Menurut konsultan medis kebidanan dan ginekologi di Nasser Medical Complex di selatan kota Khan Younis, Dr Walid Abu Hatab, tablet tersebut menjaga kadar hormon progesteron tetap tinggi. Ini menghentikan rahim melepaskan lapisannya, sehingga menunda menstruasi.
“Pil tersebut mungkin memiliki efek samping seperti haid yang tidak teratur, mual, perubahan siklus menstruasi, pusing dan perubahan suasana hati, menurut para profesional medis,” kata Walid.
Ketakutan dan Depresi Ganggu Siklus Menstruasi
Sayangnya, beberapa wanita Palestina seperti Salma Khaled mengatakan mereka tidak punya pilihan selain mengambil risiko dari pil penunda haid di tengah gencarnya pengeboman Israel.
Salma meninggalkan rumahnya di lingkungan Tel al-Hawa di Kota Gaza dua minggu lalu dan tinggal di rumah kerabatnya di kamp pengungsi Deir el-Balah di Gaza tengah.
Wanita 41 tahun ini mengatakan bahwa dia terus-menerus berada dalam ketakutan, ketidaknyamanan dan depresi, yang berdampak buruk pada siklus menstruasinya.
“Bisa juga terjadi peningkatan gejala fisik yang berhubungan dengan menstruasi, seperti sakit perut dan punggung, sembelit dan kembung,” tambahnya.
Advertisement
Minim Pembalut, Air Bersih dan Privasi
Salma juga menyampaikan bahwa ini adalah masa-masa tersulit dalam hidupnya.
“Saya mengalami hari-hari tersulit dalam hidup saya selama perang ini,” kata Salma. “Saya mengalami menstruasi dua kali dalam bulan ini – yang sangat tidak teratur bagi saya – dan mengalami pendarahan hebat,” ucapnya.
Menurutnya, tidak tersedia cukup pembalut di beberapa toko dan apotek yang masih buka. Sementara itu, berbagi rumah dengan puluhan kerabat di tengah kekurangan air telah membuat kebersihan rutin menjadi sebuah kemewahan, bahkan mustahil.
Penggunaan kamar mandi harus dijatah, dan mandi dibatasi beberapa hari sekali.
Sementara, berbaur dengan pengungsi lain di pengungsian yang sempit membuat mereka kehilangan ruang privasi untuk menjaga kebersihan tubuh.
Insomnia dan Ketegangan Ekstrem
Selain gangguan menstruasi perempuan juga dapat mengalami insomnia, rasa gugup terus-menerus, dan ketegangan ekstrem, lanjut Adnan.
Saat ini, lebih banyak perempuan yang bersedia meminum pil penunda menstruasi untuk menghindari rasa malu karena kurangnya kebersihan, privasi, dan produk kesehatan yang tersedia.
Meski begitu, Adnan mengatakan bahwa dalam keadaan normal, berkonsultasi dengan dokter sebelum meminum tablet ini penting untuk mengetahui apa efek pil ini dan penggunaannya yang berkelanjutan terhadap kesehatan fisik wanita.
“Hal ini dapat memengaruhi perubahan hormonal alami seorang wanita, tanggal menstruasinya di bulan berikutnya, jumlah darah yang keluar, dan kapan menstruasinya berhenti,” katanya.
Advertisement