Liputan6.com, Jakarta Kelahiran prematur adalah proses persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) memperkirakan 13,4 juta bayi lahir secara prematur. Pada 2020, sekitar satu dari 10 bayi lahir secara prematur.
Studi yang diluncurkan pada 6 Oktober 2023 di Lancet oleh peneliti dari WHO, UNICEF, dan London School of Hygiene and Tropical Medicine mengungkap, kelahiran prematur adalah penyebab utama kematian pada tahun-tahun awal kehidupan anak.
Advertisement
Sedangkan, bagi mereka yang masih hidup, kelahiran prematur juga secara signifikan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit berat, disabilitas, dan keterlambatan perkembangan.
Menurut dokter spesialis obstetri dan ginekologi subspesialis fertilitas endokrinologi reproduksi RS Pondok Indah – IVF Centre Gita Pratama, salah satu penyebab kelahiran prematur adalah konsumsi gula berlebih.
Pada wanita hamil, konsumsi gula yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya diabetes kehamilan atau diabetes gestasional. Ini berhubungan dengan masalah-masalah berikut:
- Peningkatan angka kejadian kelahiran prematur
- Keguguran
- Preeklamsia
- Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
- Persalinan caesar akibat bayi besar dengan berat lebih dari 4 kilogram
- Perdarahan pasca persalinan.
Gita menambahkan, konsumsi gula secara berlebihan dapat menyebabkan peningkatan berat badan hingga mengarah pada obesitas. Kondisi ini berisiko mengganggu fungsi hormon dalam tubuh, termasuk hormon yang terlibat dalam kesuburan seperti hormon reproduksi.
“Terganggunya hormon reproduksi menyebabkan gangguan ovulasi serta gangguan haid tanpa disertai dengan keluarnya sel telur (anovulasi). Akibatnya, sulit terjadi kehamilan,” kata Gita dalam keterangan pers dikutip Kamis (16/11/2023).
Picu Gangguan Ovulasi
Selain obesitas, terlalu banyak mengonsumsi gula juga dapat menyebabkan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah kondisi di mana tubuh tidak dapat merespons insulin dengan baik. Hal ini dapat mengganggu peredaran gula darah dalam tubuh dan meningkatkan risiko seseorang menyandang diabetes tipe 2.
Perempuan dengan kondisi resistensi insulin atau diabetes tipe 2 lebih rentan terhadap gangguan kesuburan, seperti gangguan ovulasi.
Meningkatnya kadar gula darah juga dapat memengaruhi siklus haid. Gangguan haid, seperti siklus yang tidak teratur atau perdarahan yang berlebihan, dapat menjadi tanda dari masalah kesuburan.
Sebagai informasi, siklus haid yang normal adalah berkisar antara 21-35 hari, bervariasi pada setiap wanita.
Advertisement
Jaga Kesuburan dengan Kurangi Konsumsi Gula
Dampak konsumsi gula tergantung pada seberapa banyak dan seberapa sering gula dikonsumsi. Diikuti dengan faktor-faktor genetik dan kesehatan tiap individu.
“Jika sudah terjadi obesitas serta resistensi insulin atau diabetes melitus tipe 2 pada wanita yang ingin memiliki keturunan, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi subspesialis fertilitas endokrinologi reproduksi,” saran Gita.
Dokter akan menyarankan untuk mengurangi berat badan dengan pola makan yang tepat serta berolahraga secara teratur. Terkadang juga diperlukan terapi pengobatan untuk menurunkan kadar insulin atau gula dalam darah.
Hindari Makanan Cepat Saji hingga Minuman Manis
Dalam rangka mencegah gangguan pada kesuburan, sangat disarankan untuk menerapkan pola hidup sehat, salah satunya dengan mencukupi asupan gizi seimbang. Yaitu cukup karbohidrat, protein, lemak, serta sayur, dan buah.
Selain itu, penting juga untuk mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah atau makanan yang tidak cepat diubah menjadi gula dalam darah, seperti biji-bijian utuh atau whole grains, buah-buahan, dan sayuran berserat tinggi.
“Sebaiknya hindari makanan yang mengandung kalori tinggi atau mengandung lemak jenuh tinggi, seperti makanan cepat saji, gorengan, nasi, roti putih, kue-kue, serta minuman manis dalam jumlah yang berlebihan,” pungkas Gita.
Advertisement