Sukses

Kisah Rumit Pengungkapan Kasus Kekerasan Anak Disabilitas di Maluku Utara

Menurut pengalaman Spesialis Perlindungan Anak Wahana Visi Indonesia (WVI) Satrio Rahargo, permasalahan disabilitas di tengah masyarakat terbilang cukup rumit.

Liputan6.com, Jakarta Spesialis Perlindungan Anak Wahana Visi Indonesia (WVI) Satrio Rahargo berbagi kisah soal penanganan penyandang disabilitas di Maluku Utara sekitar tahun 2020-2021.

Menurut pengalamannya, permasalahan disabilitas di masyarakat terbilang cukup rumit.

“Memang kalau bicara disabilitas itu cukup rumit ya, kami pernah punya pengalaman menangani kasus kekerasan terhadap anak disabilitas. Itu enggak mudah, anak itu tinggal di daerah yang rural, kesulitan komunikasi,” papar Satrio kepada Disabilitas Liputan6.com dalam peringatan hari ulang tahun WVI ke-25 di Jakarta, Kamis 16 November 2023.

Tak hanya masalah komunikasi, hambatan lain yang dihadapi anak disabilitas korban kekerasan tersebut adalah stigma masyarakat.

“Ada stigma dari masyarakat, sehingga dia mengalami kekerasan justru banyak orang yang tidak percaya pada dia. Bagaimana orang kemudian menempatkan korban sebagai ‘kayaknya dia yang ngarang, kayaknya dia yang membuat-buat cerita’ sehingga malah banyak yang menyudutkan dia sampai dia terkucilkan.”

Satrio mendeskripsikan, korban adalah anak perempuan berusia 15 asal Maluku Utara dengan disabilitas multi.

“Jadi dia memang punya banyak (ragam disabilitas) ya. Agak sulit bicara kemudian ketika kami identifikasi lebih jauh dia menyandang autisme juga, ya multi. Kami identifikasi psikologinya karena anak ini agak lain, agak berbeda, itu yang mungkin membuat orang tidak percaya dengan apa yang disampaikan.”

Ditambah, anak tersebut merupakan korban kekerasan oleh orang yang dianggap penting dan memiliki kedudukan di daerahnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ditemukan oleh Kader Perlindungan Anak

Kasus ini ditemukan oleh Kader Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). Ini merupakan salah satu program yang digagas WVI untuk meningkatkan perlindungan anak di daerah.

“Kader ini dari masyarakat, kelompok ini kami dampingi, kami dorong agar bisa mengadvokasi masyarakat dan mengajak pemerintah untuk aware bahwa ada kasus terkait dengan kekerasan yang terjadi pada anak.”

“Nah kader PATBM ini yang kemudian menemukan kasus anak disabilitas ini, yang kemudian mendorong mereka yang ada dalam desa itu untuk memahami bahwa ada kasus yang sebenarnya tak boleh ditinggalkan,” jelas Satrio.

3 dari 4 halaman

Pengungkapan Kasus Kekerasan Terhadap Anak Disabilitas Makan Proses Panjang

Satrio menambahkan, pengungkapan kasus kekerasan terhadap anak disabilitas ini memakan waktu dan proses yang panjang hingga berbulan-bulan.

“Ini cukup panjang, dari mulai menemukan kasus sampai memastikan anaknya mendapat jaminan kesehatan itu berbulan-bulan. Jadi bukan hanya sehari, dua hari,” kenang Satrio.

Proses pertama setelah menemukan kasus adalah memastikan bahwa kasusnya benar-benar terjadi dan memastikan orang-orang tidak memojokkan dia.

“Ya ini prosesnya cukup panjang, bagaimana memastikan orang aware dulu bahwa ada kasusnya. Yang kedua adalah bagaimana memastikan anak-anak disabilitas mendapat perlindungan sosial, bantuan hukum, bantuan kesehatan, bantuan pendidikan dan sebagainya.”

4 dari 4 halaman

Masalah Akta Kelahiran

Salah satu yang membuat proses pengelolaan kasusnya menjadi panjang adalah akta kelahiran yang tidak dimiliki anak.

Pasalnya, untuk mendapatkan jaminan kesehatan seperti BPJS dan sebagainya, anak perlu memiliki akta kelahiran terlebih dahulu.

“Dia (korban) dari awal tidak dirasakan kehadirannya sehingga akta kelahirannya tuh enggak ada, tidak dibuatkan. Sehingga, ketika anak ini mengalami kekerasan dan kemudian kami meminta untuk mendapatkan jaminan kesehatan, nah itu harus ada akta kelahirannya.”

Melalui berbagai kendala yang ada, kasus ini pun berhasil diungkap dan korban mendapat perlindungan. Kini, anak tersebut sudah dirawat oleh kader pendamping WVI dengan keadaan yang lebih aman.

“Ya sekarang lebih aman, cuman PR-nya tadi, karena ini wilayah terpencil ya tidak banyak fasilitas yang disediakan untuk anak disabilitas yang punya kebutuhan spesifik. Jadi bagaimana membuat anak ini punya akses untuk belajar, kami tentu berharap dia mendapatkan akses pendidikan menuju cita-citanya, ingin menjadi pendeta,” pungkas Satrio.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.