Liputan6.com, Jakarta Hak penyandang disabilitas dalam dunia pendidikan telah diatur secara tegas melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 pasal 10 huruf A sampai D.
Undang-Undang tersebut memberikan landasan hukum bagi penyelenggaraan pendidikan yang berpihak pada kepentingan, kesetaraan dan keadilan bagi mereka.
Baca Juga
Hak-hak pendidikan bagi penyandang disabilitas mencakup aspek-aspek penting seperti:
Advertisement
- Mendapatkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan baik secara inklusif maupun khusus.
- Penyandang disabilitas mempunyai kesamaan kesempatan untuk menjadi pendidik atau tenaga kependidikan pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.
- Hak penyandang disabilitas mencakup kesempatan untuk menjadi penyelenggara pendidikan yang berkualitas di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.
- Penyandang disabilitas berhak mendapatkan akomodasi yang layak sebagai peserta didik. Ini menegaskan prinsip bahwa setiap individu memiliki hak yang sama untuk memperoleh kemerdekaan dalam pendidikan sepanjang hayat tanpa adanya hambatan atau diskriminasi.
“Ketentuan ini mencerminkan komitmen untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang memerdekakan bagi semua, tanpa memandang pemberdayaan kondisi fisik, sensorik, intelektual atau mental setiap individu,” kata Ketua Dewan Kehormatan Ikatan Guru Tunanetra Inklusif (IGTI) Bima Kurniawan di momen Hari Guru Nasional 2023 kepada Disabilitas Liputan6.com, ditulis Senin (27/11/2023).
Masih Perlu Perhatian Khusus
Dalam mengimplementasikan Undang-Undang No. 8 tahun 2016, langkah-langkah konkret telah diambil oleh pemerintah melalui penindaklanjutan pada pasal 10 huruf A dan D.
Hal ini terwujud dalam pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) No. 13 tahun 2020 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 48 tahun 2023. Keduanya mengkaji dan mengatur mengenai pemberian akomodasi yang layak bagi peserta didik penyandang disabilitas.
Meski demikian, perhatian khusus masih diperlukan terkait dengan penindaklanjutan pada pasal 10 huruf B. Belum adanya tindak lanjut pada aspek ini menjadi suatu kajian lanjutan bagi semua atas ketimpangan yang menghambat kemerdekaan pendidik atau tenaga kependidikan disabilitas. Terutama mengingat urgensi ketentuan pada pasal 53 UU No. 8 Tahun 2016.
Pasal ini menekankan kewajiban Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah untuk mempekerjakan minimal dua persen penyandang disabilitas dari total pegawai atau pekerja. Sementara perusahaan swasta diwajibkan mempekerjakan minimal satu persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.
Advertisement
Perlu Pemantauan dan Pengesahan Peraturan Turunan Lebih Lanjut
Hasil positif dapat dilihat dari perkembangan saat ini, di mana banyak penyandang disabilitas yang telah berhasil terintegrasi sebagai pendidik atau tenaga kependidikan di berbagai jenis, jenjang, dan jalur pendidikan.
Penerapan pasal 10 huruf B dan pasal 53 ini telah memberikan peluang nyata bagi penyandang disabilitas untuk berperan aktif dalam dunia pekerjaan. Khususnya dalam profesi pendidik dan tenaga kependidikan.
Pemantauan dan pengesahan peraturan turunan lebih lanjut perlu dilakukan guna memastikan bahwa semua aspek UU No. 8 tahun 2016 dapat dijalankan secara efektif dan menyeluruh. Sehingga, hak dan kesempatan penyandang disabilitas di bidang pendidikan dan pekerjaan dapat terus ditingkatkan.
Beri Kepastian Hukum bagi Pendidik Disabilitas
Pengesahan peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi (Permendikbud) lebih lanjut akan menjadi aspek penting. Hal ini dapat memberikan kepastian hukum bagi pendidik atau tenaga kependidikan penyandang disabilitas, lanjut Bima.
“Peraturan yang bersumber dari Undang-Undang No. 8 tahun 2016 pasal 45 sampai 51 ini dapat menjadi landasan bagi penetapan peraturan yang berfokus pada hak-hak pekerjaan penyandang disabilitas sebagai seorang pendidik atau tenaga kependidikan,” ujar akademisi yang juga menyandang disabilitas netra.
Rincian isi pasal 45 hingga 51 yakni:
- Pasal 45 menegaskan kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin proses rekrutmen, penerimaan, pelatihan, penempatan, keberlanjutan, dan pengembangan karier yang adil tanpa diskriminasi terhadap penyandang disabilitas.
- Pasal 46 memberikan ketentuan bahwa penyandang disabilitas harus diberikan kesempatan untuk mengikuti pelatihan keterampilan kerja yang bersifat inklusif dan mudah diakses.
- Pasal 47 memberikan panduan kepada pemberi kerja dalam proses rekrutmen, termasuk ujian penempatan yang memperhatikan minat, bakat, dan kemampuan penyandang disabilitas.
- Pasal 48 mengatur penempatan tenaga kerja penyandang disabilitas dengan memberikan kesempatan untuk masa orientasi, tempat kerja yang fleksibel, waktu istirahat, dan jadwal kerja yang dapat disesuaikan.
- Pasal 49 menetapkan bahwa upah bagi tenaga kerja penyandang disabilitas harus setara dengan tenaga kerja non-disabilitas yang memiliki jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang sama.
- Pasal 50 mengatur kewajiban pemberi kerja dalam menyediakan akomodasi yang layak dan fasilitas yang mudah diakses, serta memberikan mekanisme pengaduan atas hak yang tak terpenuhi. Pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajiban ini dapat dikenai sanksi administratif.
- Pasal 51 menjamin hak penyandang disabilitas untuk berserikat dan berkumpul dalam lingkungan pekerjaan.
“Peraturan ini secara komprehensif diharapkan dapat memberikan landasan hukum yang kuat untuk melindungi, menghormati, dan menghargai hak-hak penyandang disabilitas dalam konteks pendidikan dan tenaga kependidikan, mulai dari proses penerimaan hingga proses peningkatan karier mereka,” pungkas Bima.
Advertisement