Liputan6.com, Jakarta - Taman Mini Indonesia Indah atau TMII dipilih menjadi tempat penyelenggaraan Pesta Inklusif pada Sabtu, 16 Desember 2023.
Pemilihan tempat ini bukan tanpa alasan, penyelenggara acara yakni Koneksi Indonesia Inklusif (KONEKIN) menilai bahwa TMII kini sudah semakin ramah disabilitas.
Dalam sambutannya, Direktur Utama TMII Claudia Ingkiriwang mengatakan bahwa dirinya senang karena bisa menjadi salah satu partner dalam terselenggaranya acara tahunan bagi teman-teman disabilitas.
Advertisement
“Karena nilai inklusi memang menjadi salah satu pilar TMII. Seperti kita ketahui, Taman Mini saat ini sedang mengubah wajah baru dengan empat pilar. Salah satu dari empat pilarnya adalah Taman Mini menjadi taman masyarakat berbasis budaya yang inklusif,” kata Claudia dalam Pesta Inklusif 2023, di Gedung Sasono Langen Budoyo, TMII, Jakarta, Sabtu (16/12/2023).
Sementara, empat pilar yang dimaksud Claudia adalah:
- Pilar inklusif
- Pilar budaya
- Pilar green
- Pilar smart.
“Dalam hal inklusif yang kita terapkan sehari-hari, Taman Mini harus bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat. Dari biaya masuk dan semua yang ada di dalamnya itu harus terjangkau.”
“Tentunya dalam pilar inklusif juga kita menjadi lebih disability friendly, terlihat dari fasilitas-fasilitas yang bisa diakses oleh orang-orang dengan disabilitas. Misalnya, kami menyediakan kursi roda secara cuma-cuma untuk yang memerlukan juga layanan angling (angkutan keliling) yang kita siapkan khusus untuk pengunjung disabilitas,” ucapnya.
Objek Wisata Memang Harus Inklusif
Dengan pilar inklusif yang diupayakan, Claudia berharap agar TMII dapat menjadi contoh bagi objek wisata lainnya.
“Kami berharap TMII bisa menjadi contoh bahwa objek wisata itu harusnya memang inklusif. Pariwisata itu memang seharusnya bisa dinikmati oleh semua orang bukan hanya orang tertentu atau eksklusif.”
“Kami harap TMII menjadi inspirasi untuk tempat wisata-tempat wisata lainnya. Kami juga berharap kolaborasi dengan KONEKIN bisa terus berjalan dan menjadi manfaat bagi kedua belah pihak.”
Advertisement
Kata CEO KONEKIN Soal Aksesibilitas di TMII
Sebelumnya, CEO & Founder KONEKIN Marthella Rivera Sirait mengatakan bahwa salah satu tantangan dalam mencari venue acara adalah terkait aksesibilitasnya.
“Saat mencari venue, tantangan utamanya adalah mencari venue yang aksesibel untuk penyandang disabilitas. Jadi setiap venue yang kami kunjungi di awal itu kami cek sampai ke kamar mandinya, apakah aksesibel untuk kursi roda atau enggak,” kata perempuan yang akrab disapa Thella.
“Dan saat kami ke TMII ternyata setelah revitalisasi itu sangat-sangat aksesibel. Bahkan salah satu museumnya tuh kita sempat cobain ada stair lift-nya, jadi tim kami yang pakai kursi roda tuh bisa cuman duduk abis itu nanti dibawa naik lift dengan stair lift tersebut.”
Dia pun menilai bahwa TMII sudah cukup mudah diakses oleh penyandang disabilitas sehingga dipilih lah tempat tersebut sebagai lokasi acara.
Perkembangan Aksesibilitas TMII Sejak 1975
Dalam rangkaian acara yang sama, Corporate Secretary Taman Mini Indonesia Indah Novera Mayang Sari menyampaikan, sejak awal dibangun pada tahun 1975, TMII belum memiliki fasilitas disabilitas selengkap sekarang.
“Setelah revitalisasi oleh PUPR (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) itu kan direnov besar-besaran ya setelah dari tahun 1975 TMII belum pernah melakukan perubahan yang masif.”
“Dan kami juga menyadari pentingnya akses yang layak untuk teman-teman difabel karena kami sadar bahwa mereka juga sama seperti kita, mereka juga butuh jalan-jalan juga seperti kita, mereka butuh healing juga dan butuh fasilitas yang sama dengan yang kita butuhkan,” kata Mayang.
Maka dari itu, pihaknya mencoba menyediakan apa saja yang pengunjung disabilitas butuhkan agar mereka merasa nyaman, aman, dan tenang jika ingin berwisata ke TMII.
Saat ini, lanjut Mayang, fasilitas disabilitas yang ada di TMII masih cenderung basic atau dasar.
“Seperti untuk akses jalan, toilet, mungkin ke depannya kita akan lengkapi dengan sign-sign (tanda), di museum kita belum ada narasinya (audio) yang ramah difabel. Ya mungkin ke depannya kita bisa siapkan audio atau braille,” pungkasnya.
Advertisement