Liputan6.com, Jakarta Fasilitas publik yang ada di kota-kota besar belum sepenuhnya ramah disabilitas. Beberapa hal masih dinilai kurang akses karena belum sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Salah satunya eskalator yang belum memiliki handle atau pegangan di setiap ujungnya.
Menurut Sekretaris Bandung Independent Living Center (Bilic) Taufik Hidayatullah, pada Selasa, 19 Desember 2023 dirinya berkesempatan mengunjungi Stasiun Bandung. Namun, hal tak terduga terjadi. Pengguna kruk atau tongkat itu jatuh ketika menggunakan eskalator.
Advertisement
“Kemarin sempat ada insiden saya jatuh dari eskalator,” kata pria yang akrab disapa Kang Opik kepada Disabilitas Liputan6.com melalui pesan suara, Kamis (21/12/2023).
Bagi masyarakat non disabilitas, eskalator di beberapa stasiun sudah dapat digunakan dengan baik. Namun, bagi Opik, eskalator atau tangga berjalan seharusnya dilengkapi dengan handle atau pegangan di setiap ujungnya.
Tidak adanya pegangan membuat Opik kesulitan saat hendak berpindah dari eskalator ke lantai. Pasalnya, tangan kanannya mengarahkan tongkat ke lantai sementara tangan kirinya memegang pinggiran eskalator yang sama-sama berjalan seperti anak tangga eskalator.
“Jadi saat mau berpindah ke lantai, pegangan di pinggiran eskalator keburu habis, tidak ada pegangan lagi, jadi jatuh.”
Maka dari itu, pria penyandang disabilitas daksa akibat polio itu menyarankan desain eskalator yang baik bagi pengguna seperti dirinya.
“Harusnya ada handle atau pegangan di setiap ujung eskalator paling tidak 30cm. Baik di eskalator naik atau turun, dan perlu ada di kedua sisi, kanan kiri,” katanya.
Selain Eskalator
Selain eskalator, Opik juga menemukan adanya pembatas jalan di pintu masuk. Pembatas jalan itu tidak terlalu tinggi, sekitar 15 cm, tapi tidak adanya ramp atau bidang miring membuat pengguna kursi roda kesulitan untuk masuk. Alhasil, kursi roda harus diangkat agar bisa masuk ke area stasiun.
“Masuk pintu timur, ada satu kekurangan bagi yang menggunakan kruk atau tongkat, tidak ada ramp, emang tidak terlalu tinggi 15 cm pembatas jalan antara jalan dari luar ke trotoar stasiun. Jadi kalau untuk kursi roda harus diangkat, baik yang elektrik maupun yang manual,” jelasnya.
Advertisement
Aksesibilitas di Peron
Kunjungan ke stasiun kereta api ini dilakukan dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2023, lanjut Opik.
Dia tidak sendiri dalam melakukan kunjungan ini. Ada beberapa teman dari Bilic dengan berbagai ragam disabilitas. Mulai dari disabilitas netra, cerebral palsy, pengguna kursi roda, hingga Tuli yang ikut serta memantau aksesibilitas di stasiun.
Salah satu yang dikunjungi Opik dan rekan-rekannya adalah area peron. Menurut pria usia 43 itu, untuk masuk ke peron, ada ramp atau bidang miring yang cukup panjang dan ada pegangan tangan.
Sementara, untuk masuk dari peron ke gerbong, ada celah sekitar 5cm, tidak ada ramp tapi masih bisa dilalui kursi roda.
Harapan Pengguna Kursi Roda
Terkait aksesibilitas di transportasi umum, Direktur Bilic Zulhamka Julianto Kadir mengungkap harapannya.
“Harapannya semoga kereta api lebih ramah lagi. Lebih dimudahkan untuk masuk dan disediakan seperti slot (tempat khusus) agar pengguna kursi roda tidak lepas dari kursi rodanya,” kata pria pengguna kursi roda itu kepada Disabilitas Liputan6.com melalui pesan suara, Kamis (21/12/2023).
“Mungkin seperti bus di luar negeri, ada kursi yang bisa dilipat. Jadi ketika ada penyandang disabilitas yang masuk, kursi itu bisa langsung dilipat (menjadi area kursi roda).”
Hal ini perlu menjadi perhatian karena kursi roda menjadi bagian dari tubuh penyandang disabilitas. Di mana tidak semua pengguna kursi roda bisa lepas dari kursi rodanya.
“Jadi selain toiletnya akses dan stasiunnya ramah disabilitas, di dalam gerbongnya pun harapannya sih ada tempat khusus kursi roda,” pungkasnya.
Advertisement