Sukses

Jadi Penyandang Disabilitas Akibat Polio, Perempuan Asal Kuningan Bekali Diri dengan Pelatihan Menjahit

Kenalan dengan Erni Ika Sari, seorang penyandang disabilitas daksa akibat polio yang kini menekuni dunia jahit.

Liputan6.com, Jakarta Belum lama ini penyakit polio kembali memicu lumpuh layu permanen pada tiga anak di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Ketiga anak tersebut kini menjadi penyandang disabilitas daksa. Namun, menyandang disabilitas akibat polio bukanlah akhir dari segalanya.

Ini dibuktikan oleh Erni Ika Sari, seorang penyandang disabilitas daksa akibat polio yang kini menekuni dunia jahit.

Wanita usia 35 itu lahir dari keluarga sederhana. Bapaknya bekerja sebagai petani, sedangkan ibunya berjualan makanan kecil-kecilan.

Saat lahir, warga Kecamatan Cipicung, Kabupaten Kuningan Jawa Barat itu tidak memiliki disabilitas apapun, kondisinya seperti anak-anak pada umumnya. Seiring berjalannya waktu, dia pun tumbuh menjadi anak yang ceria, belajar melangkah, berlari dan kemudian bermain bersama teman-teman kecilnya.

Namun, saat memasuki umur empat tahun, Erni tiba-tiba terserang demam tinggi. Tubuhnya menggigil, wajahnya pucat dan suhu badannya tinggi.

Kedua orang tua Erni dengan segala keterbatasan yang ada, segera membawanya ke rumah sakit. Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter mengatakan bahwa Erni terinfeksi virus polio.

Upaya berobat terus dilakukan, tapi tidak membuahkan hasil. Kedua orangtua Erni kemudian memilih untuk menggunakan obat-obat tradisional sambil terapi berjalan.

Alhamdulillah saya bisa berjalan lagi, meskipun tidak sempurna,” kenang Erni Ika Sari mengutip laman resmi Kementerian Sosial (Kemensos RI) Jumat (26/1/2024).

2 dari 4 halaman

Ikuti Berbagai Pelatihan

Erni pun beranjak dewasa dengan dampak polio yang tak dapat dihilangkan. Meski begitu, ia memiliki semangat yang tinggi untuk belajar.

Namun, dirinya tak memungkiri bahwa tidak mudah untuk meraih kesuksesan di daerah yang fasilitasnya terbatas seperti Kabupaten Kuningan, terutama untuk penyandang disabilitas.

Sadar akan keterbatasan yang ada, Erni memutuskan untuk memperkaya ilmu dan keterampilannya dengan mengikuti berbagai pelatihan bagi penyandang disabilitas.

Pelatihan dilakukan di Cimahi, Jawa Barat pada 2014. Dan pada 2016, ia juga menjalani pelatihan di Solo, Jawa Tengah.

3 dari 4 halaman

Terus Berlatih

Tak henti di situ, Erni juga mengikuti pelatihan yang diselenggarakan Dinas Tenaga Kerja di Darut Tauhid Bandung tahun 2021. Serta mengikuti bazar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kuningan.

Di sela-sela mengikuti pelatihan tersebut, Erni membantu usaha ibunya berjualan makanan ringan di Dinas Sosial Kabupaten Kuningan dan Pemda Kabupaten Kuningan.

Karena sering berinteraksi dengan staf di Dinas Sosial Kabupaten Kuningan, Erni mendengar informasi, tersedia berbagai pelatihan bagi penyandang disabilitas di Sentra Terpadu Inten Suweno (STIS), Cibinong Bogor.

Dia pun mengikuti seleksi yang dilakukan Dinas Sosial Kabupaten Kuningan dan dinyatakan lolos pada tahun 2022.

“Saya bersemangat mengikuti pelatihan di STIS karena ingin maju,” kata Erni.

4 dari 4 halaman

Dalami Keterampilan Menjahit

Pelatihan keterampilan menjahit di STIS Cibinong berjalan selama dua bulan. Selama di sana, ia mendapat berbagai materi baik secara teori maupun praktik.

Seperti cara mengukur tubuh, membuat pola, dan teknik-teknik menjahit. Selain teknik menjahit, ia juga diberi pelatihan tentang cara mengoperasikan dan merawat mesin jahit.

“Materi pelatihannya sangat menarik. Instruktur berpesan agar banyak melakukan praktik menjahit,” kata Erni tentang pesan yang disampaikan instrukturnya, Tri Wahyudi.

Berkat ketekunan dalam mengikuti pelatihan, kini Erni sudah terampil menjahit. Dia pun sempat mendapat bantuan dari Kementerian Sosial berupa mesin jahit, mesin obras dan bahkan disediakan tempat usaha menjahit di dalam SKA Inten Soeweno yang diberi nama ATENSI Tailor.

Erni kini mendapat pesanan menjahit setiap hari. Seperti menjahit celana, kemeja, bahkan kebaya. Tarif menjahit untuk kemeja berkisar Rp50.000 – Rp60.000, celana Rp100.000, sedangkan untuk kebaya berkisar Rp90.000 – Rp130.000 tergantung tingkat kerumitannya.

“Mamah berpesan agar jangan mematok harga terlampau tinggi,” kata Erni.

Dengan keahlian tersebut, kini penghasilan Erni terus meningkat. Sebelumnya, keuntungan yang didapat dari menjahit baru sekitar Rp300.000 per bulan. Seiring banyaknya permintaan, penghasilan Erni meningkat menjadi Rp800.000 – Rp1 juta per bulan.

“Saya yakin melihat semangat Erni Ika, keahliannya akan terus meningkat dan pelanggannya akan semakin banyak,” kata Tri Wahyudi.