Sukses

Braille Bukan Huruf Latin yang Dicetak Timbul, Kenali Keunikannya

Umumnya, masyarakat mengira bahwa Braille adalah huruf latin yang dicetak timbul. Padahal, Braille merupakan sistem penulisan yang unik.

Liputan6.com, Jakarta Braille adalah huruf yang diciptakan Louis Braille, penyandang disabilitas netra yang lahir pada 4 Januari 1809.

Huruf Braille merupakan akses tulisan untuk para penyandang disabilitas netra. Huruf ini berguna untuk meningkatkan aksesibilitas literasi dan mendukung nilai inklusif.

Umumnya, masyarakat mengira bahwa Braille adalah huruf Latin yang dicetak timbul. Padahal, Braille merupakan sistem penulisan yang unik, menggunakan enam titik timbul yang disusun dalam berbagai kombinasi untuk membentuk huruf, simbol, dan tanda baca.

“Sistem ini tidak hanya terbatas pada huruf Latin, tetapi juga dapat menggambarkan huruf dalam berbagai bahasa dan notasi lainnya,” kata Juwita Maulida dari Yayasan Mitra Netra dalam keterangan tertulis dikutip, Selasa (20/2/2024).

Menurut Juwita yang juga menyandang disabilitas netra, anggapan keliru tersebut masih kerap terjadi lantaran masyarakat kerap didominasi oleh budaya visual. Di mana informasi dan komunikasi lebih banyak disampaikan melalui gambar atau tulisan.

Konsep Braille sebagai sistem taktil mungkin kurang disadari karena bukan merupakan bagian utama dari kehidupan sebagian besar masyarakat.”

2 dari 4 halaman

Tak Hanya Dikuasai Penyandang Disabilitas Netra

Anggapan keliru lain yang kerap ada di benak masyarakat tentang huruf Braille adalah bahasa dan hanya dapat dikuasai oleh mereka yang tunanetra.

“Sebaliknya, Braille sebenarnya adalah suatu sistem penulisan yang dapat digunakan untuk menuliskan hampir semua bahasa, notasi musik, bahkan simbol matematika. Kemampuan membaca Braille bukan hanya milik tunanetra, tetapi juga dapat dikuasai oleh orang non-tunanetra.”

Ini membuka peluang bagi semua individu, tanpa memandang kondisi penglihatan mereka, untuk memanfaatkan dan memahami informasi melalui sistem penulisan Braille.

3 dari 4 halaman

Akibat Keterbatasan Pemahaman Soal Fungsi Braille

Juwita berpendapat, kesalahpahaman tentang Braille sebagai bahasa yang hanya dikuasai oleh tunanetra mungkin disebabkan oleh keterbatasan pemahaman tentang fungsi dan kegunaan Braille itu sendiri.

Orang yang tidak familiar dengan sistem penulisan ini kemungkinan memiliki persepsi bahwa Braille hanya digunakan oleh mereka yang tunanetra. Tanpa menyadari bahwa Braille juga memiliki kegunaan untuk menyampaikan informasi kepada orang non-tunanetra.

“Sebagai contoh, seorang guru dapat belajar membaca dan menulis Braille sehingga jika memiliki murid tunanetra yang mengerjakan tugas dengan Braille, guru bisa langsung memeriksa tugas tersebut, seperti halnya pada tugas siswa lainnya yang bukan tunanetra,” papar Juwita.

4 dari 4 halaman

Braille Dicetak dalam Ukuran yang Sama

Hal ketiga yang merupakan anggapan keliru di tengah masyarakat terkait Braille adalah asumsi bahwa Braille dapat dibuat dalam ukuran besar, seperti huruf kapital.

“Faktanya, Braille dicetak dalam ukuran yang sama, baik dalam huruf kecil maupun kapital. Yang membedakan adalah terdapat simbol tertentu untuk menandai Braille yang dibaca sebagai huruf kapital.”

Untuk diketahui, kode militer night writing dengan 12 titik timbul pada tiap sel yang diciptakan oleh Charles Barbier, memiliki kelemahan karena ujung jari manusia tidak dapat merasakan semua titik dengan satu sentuhan. Lebih dari 9 tahun, Louis Braille menyempurnakan night writing tersebut menjadi kode dengan 6 titik timbul pada tiap sel.

Oleh karena itu, sistem penulisan Braille memiliki konsistensi ukuran agar menjadi sistem penulisan yang efisien bagi tunanetra, yakni terbaca hanya dengan sentuhan ujung jari. Orang yang awam tentang cara tunanetra membaca Braille mungkin mengira bahwa memperbesar ukuran titik-titik Braille akan membuatnya lebih mudah diraba atau terbaca dengan jelas.