Sukses

Ohana Soroti soal Proses Perencanaan Daerah yang Belum Optimal Pertimbangkan Hak dan Kewajiban Disabilitas

Analisis Inklusif Disabilitas Berbasis Data dapat diartikan sebagai analisis yang dilakukan dengan mengkaji kebutuhan khusus Penyandang Disabilitas berdasarkan usia hingga potensi yang dimiliki.

Liputan6.com, Jakarta Organisasi Harapan Nusantara (Ohana) Indonesia membuat Analisis Inklusif Disabilitas Berbasis Data sebagai bekal penyusunan Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas (RAD PD).

Analisis Inklusif Disabilitas Berbasis Data dapat diartikan sebagai analisis yang dilakukan dengan mengkaji kebutuhan khusus Penyandang Disabilitas berdasarkan:

  • Usia
  • Jenis kelamin
  • Jenis/kondisi disabilitas
  • Potensi yang dimiliki.

"Selain itu, analisis inklusif disabilitas juga memerhatikan aspek pencegahan terhadap kondisi lebih buruk terhadap disabilitas," mengutip Analisis Inklusif Disabilitas Berbasis Data Ohana Indonesia, Selasa (27/2/2024).

Analisis Penyandang Disabilitas dilakukan terhadap kebijakan, program dan kegiatan dengan mengidentifikasi kesenjangan antara Penyandang Disabilitas dan permasalahannya. Khususnya yang berkaitan dengan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat sesuai Peraturan Menteri Bappenas Nomor 3 tahun 2021.

Menurut organisasi yang berbasis di Yogyakarta itu, dalam analisis tersebut, ada beberapa sasaran yang disoroti. Salah satunya tentang pendataan dan perencanaan inklusif bagi Penyandang Disabilitas.

Beberapa masalah yang dihadapi dalam sasaran ini adalah:

  • Belum tersedianya data Penyandang Disabilitas secara lengkap
  • Belum tersedianya data terpilah berdasarkan pada ragam Penyandang Disabilitas
  • Minimnya pelibatan Penyandang Disabilitas dalam proses pendataan
  • Belum optimalnya pemenuhan aksesibilitas serta akomodasi yang layak bagi Penyandang Disabilitas
  • Proses perencanaan belum secara optimal dalam mempertimbangkan pemenuhan hak dan kebutuhan Penyandang Disabilitas.
2 dari 4 halaman

Faktor Penyebab Masalah Pendataan Inklusif

Sementara, faktor-faktor penyebab terjadinya masalah dalam pendataan dan perencanaan inklusif yakni:

  • Adanya stigma negatif mengenai kedisabilitasan sehingga data Penyandang Disabilitas tidak dapat diperoleh
  • Belum tersedianya standarisasi pendataan sesuai dengan ragam Penyandang Disabilitas
  • Belum dilakukannya sinkronisasi data Penyandang Disabilitas antara Organisasi Perangkat Daerah terkait
  • Keterbatasan pemahaman serta perspektif dari pihak yang terkait dengan proses Pendataan Penyandang Disabilitas
  • Belum terjalinnya (kerja sama) antara Pemerintah dan Organisasi Penyandang Disabilitas
  • Pemahaman terhadap aksesibilitas dan akomodasi yang layak bagi Penyandang Disabilitas masih dianggap sebagai penambahan beban pentangular
  • Belum tersedianya data terpilah mengenai hak dan kebutuhan dari setiap ragam Penyandang Disabilitas.
3 dari 4 halaman

Dampak dari Masalah Pendataan Inklusif

Berbagai masalah terkait pendataan inklusif memicu berbagai dampak negatif yakni:

  • Kebutuhan dan hak Penyandang Disabilitas tidak dapat dipenuhi secara optimal
  • Pemenuhan hak setiap ragam Penyandang Disabilitas belum sesuai dengan aspek yang dibutuhkan
  • Data yang dihasilkan tidak valid
  • Penyandang Disabilitas tidak optimal dalam mengakses pelayanan dasar
  • Kebutuhan Penyandang Disabilitas tidak terpenuhi sesuai dengan hak dan kebutuhannya
  • Intervensi kebijakan dan serta program yang dibuat tidak tepat sasaran.
4 dari 4 halaman

Lingkungan tanpa Hambatan bagi Penyandang Disabilitas

Selain soal pendataan inklusif, Analisis Inklusif Disabilitas yang disusun Ohana juga menyoroti soal Penyediaan Lingkungan tanpa Hambatan bagi Penyandang Disabilitas.

Dalam sasaran strategis ini, masalah yang dihadapi adalah:

  • Tempat pengungsian yang tidak akses untuk Penyandang Disabilitas
  • Panduan pembuatan jalur pedestrian yang akses bagi Penyandang Disabilitas tidak diimplementasikan secara menyeluruh oleh pelaksana di lapangan
  • Belum optimalnya integrasi antar Organisasi Perangkat Daerah yang terkait dengan infrastruktur publik, seperti misalnya antara dinas yang membidangi pekerjaan umum dengan dinas yang membidangi urusan pertamanan
  • Gedung perkantoran dan fasilitas publik belum akses bagi Penyandang Disabilitas
  • Aksesibilitas kawasan permukiman bagi Penyandang disabilitas baik yang disediakan oleh pemerintah maupun pihak swasta masih rendah
  • Belum optimalnya aksesibilitas informasi publik bagi seluruh ragam Penyandang Disabilitas
  • Masih banyak aktivitas atau kegiatan publik yang belum memberikan akomodasi yang layak dan akses bagi Penyandang Disabilitas.
  • Belum tersedia mekanisme khusus mengenai monitoring dan evaluasi bagi penyelenggara pelayanan publik untuk mengukur tingkat aksesibilitas pelayanan bagi Penyandang Disabilitas.