Liputan6.com, Jakarta Isu penyakit langka masih menjadi hal asing di Indonesia. Kurangnya literasi soal penyakit langka membuat pasien kesulitan dalam mencari bantuan.
Hal ini dialami oleh salah satu orangtua dengan anak berpenyakit langka, Eka Fetranika.
Baca Juga
Dia berkisah, penyakit langka yang diidap sang anak tidak dapat didiagnosis dengan mudah. Humas Indonesia Rare Disorder (IRD) ini mengungkap dirinya harus menunggu penegakan diagnosis terhadap anaknya selama hampir dua tahun.
Advertisement
Tidak hanya Eka, sebagian besar keluarga pasien lainnya juga mengalami hal yang sama, bahkan ada yang harus menunggu hingga 10 tahun lebih.
Sulitnya penegakan diagnosis penyakit langka disebabkan beberapa faktor yakni:
- Pengetahuan dokter mengenai penyakit langka masih minim.
- Penyakit langka memiliki banyak jenis.
- Teknologi penegakan diagnosa melalui pemeriksaan genetik masih sangat jarang.
"Kalaupun ada, biayanya sangat mahal sehingga tidak terjangkau oleh semua keluarga pasien. Padahal pemeriksaan genetik merupakan gerbang pertama untuk menegakkan diagnosis yang tepat, agar pasien suspect penyakit langka bisa mendapatkan penanganan yang lebih tepat," kata Eka dalam Talk Show ArticuRare IRD, 3 Maret 2024.
Diagnosis Penyakit Langka Sangat Penting
Dalam kesempatan yang sama, Tim PIC Hub Rare Disease BGSI Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Prof. Gunadi, mengatakan bahwa diagnosis penyakit langka ini sangat penting.
Pasalnya, jika penyakit dapat terdiagnosis, maka dokter dapat memberi penanganan dan arahan yang lebih jelas.
“Saat seorang pasien sudah mendapatkan diagnosa yang tegak, dokter juga bisa memberikan arahan yang lebih jelas bagaimana menangani pasien dengan kondisi tersebut. Sehingga diharapkan kualitas hidup para pasien penyakit langka ini juga menjadi lebih baik,” kata Gunadi dalam acara yang diselenggarakan di Yogyakarta.
Advertisement
Bentuk Tim Hub Rare Disease BGSI
Melihat hal tersebut, Gunadi mengatakan bahwa Kemenkes RI telah membentuk program Tim Hub Rare Disease BGSI.
Dalam program ini Kemenkes RI memiliki target untuk mengumpulkan 500 sampel darah para pasien penyakit langka.
"Tujuannya agar hasil pemeriksaan nanti tidak hanya sekadar membuat keluarga pasien lega karena menemukan diagnosanya, tapi juga bisa menjadi data registri di Kementerian Kesehatan RI."
Selain itu, bagi dunia kedokteran diharapkan hal ini bisa membantu meningkatkan tumbuhnya kedokteran presisi yang melakukan pengobatan berdasarkan pada karakteristik individu pasien termasuk genetika, lingkungan, dan gaya hidup. Sehingga, terapi dapat disesuaikan untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Gunakan Teknologi WES dan WGS
Sebagai langkah nyata, Tim Hub Rare Disease RS Sardjito juga melakukan pengambilan sampel darah terhadap 40 pasien terduga penyakit langka di acara ArticuRare IRD. Nantinya sampel darah tersebut akan diperiksakan dengan menggunakan teknologi Whole Exome Sequencing (WES).
Namun, para peserta yang sudah mengikuti tes ini, diminta agar menunggu hasilnya dengan sabar, karena proses ini akan sangat panjang.
Bahkan jika ada kasus yang tidak bisa ditemukan dengan teknologi Whole Exome Sequencing, maka sampel darah tersebut akan dikirim ke pusat BGSI di eks gedung Eijkman Jakarta untuk diteliti. Penelitian lanjutan menggunakan teknologi Whole Genom Sequencing (WGS).
Targetnya, di akhir tahun 2024, hasilnya sudah bisa keluar dan target Tim Hub Rare Disease untuk mengumpulkan 500 sampel darah pasien terduga penyakit langka bisa tercapai.
Advertisement