Liputan6.com, Jakarta - Hari Down Syndrome Sedunia diperingati setiap 21 Maret. Tahun ini, World Down Syndrome Day (WDSD) mengangkat tema End the Stereotypes atau akhiri stereotip.
“Tema WDSD adalah pesan yang kami minta kepada para pendukung di seluruh dunia untuk dibagikan pada dan sekitar tanggal 21 Maret. Untuk Hari Down Syndrome Sedunia 2024, kami menyerukan kepada seluruh dunia untuk melakukan hal ini, Akhiri Stereotip, Stereotip itu berbahaya,” mengutip laman resmi worlddownsyndromeday.org, Rabu (20/3/2024).
Stereotip adalah seperangkat gagasan yang dimiliki orang tentang orang lain atau sesuatu. Stereotip bisa positif, negatif, atau netral, namun sering kali tidak akurat, atau salah.
Advertisement
Stereotip sering kali didasarkan pada informasi atau pengalaman pribadi yang terbatas. Hal ini dapat diperkuat dengan cara sesuatu direpresentasikan dalam media atau pesan-pesan budaya. Sekali terbentuk, stereotip akan sulit diubah.
Bagi penyandang sindrom down dan disabilitas intelektual, stereotip dapat menghalangi mereka untuk mendapat perlakuan yang setara.
“Kami diperlakukan seperti anak-anak, kami diremehkan dan kami dikucilkan. Terkadang kami diperlakukan dengan sangat buruk atau bahkan dianiaya.”
Beberapa contoh stereotip yang dirasakan penyandang down syndrome di berbagai belahan dunia yakni:
Andrew – Selandia Baru
“Saya dulu bekerja di sebuah sekolah dasar. Saya berharap dapat membantu dengan buletin sekolah di komputer kantor. Saya menunjukkan CV saya kepada resepsionis untuk menunjukkan kepadanya apa yang bisa saya lakukan.”
“Dia bertanya padaku, ‘Siapa yang melakukan ini untukmu?’ Aku bilang padanya aku yang melakukannya. Dia tidak percaya saya yang membuat CV dan dia tidak mengizinkan saya membantunya,” cerita Andrew, penyandang down syndrome dari Selandia Baru.
Emma – Inggris
Penyandang down syndrome lain dari Inggris Emma bercerita, dia pergi ke toko pakaian saat istirahat makan siang di tempat kerja.
“Aku sedang melihat pakaian yang berbeda. Seorang wanita yang bekerja di toko mengatakan kepada saya, ‘Kamu tidak akan membeli apa pun, keluarlah!’ Saya sangat kesal sehingga saya tidak dapat berbicara. Saya tidak pantas diperlakukan seperti itu.”
Moyosore – Nigeria
Penyandang disabilitas dari Nigeria, Moyosore mengatakan bahwa dirinya tak suka para penyandang down syndrome dianggap remeh.
“Saya tidak suka jika orang meremehkan penderita down syndrome. Pada Hari Down Syndrome Sedunia, kita harus mempunyai tujuan bersama untuk mengubah hal ini.”
Advertisement
Muthoni – Kenya
Sementara, Muthoni dari Kenya bertanya-tanya, mengapa orang mengira penyandang down syndrome tidak bisa bekerja?
“Mereka juga berpikir kami tidak seharusnya dibayar! Saya bekerja keras dan saya pantas dibayar.”
Tia – Amerika Serikat
Tak hanya penyandang down syndrome, penyandang disabilitas intelektual dari Amerika Serikat, Tia, juga mendapat stereotip ketika hendak mengenyam pendidikan tinggi.
“Saya ingin melanjutkan ke perguruan tinggi, namun karena saya memiliki disabilitas intelektual, satu-satunya mata kuliah yang tersedia bagi saya adalah ‘Kecakapan Hidup’. Saya tidak ingin kuliah untuk belajar merapikan tempat tidur.”
Carlos – Meksiko
Bergeser ke Meksiko, seorang penyandang down syndrome, Carlos, melihat bahwa orang-orang menganggap bahwa kondisi yang disandang adalah penyakit.
“Banyak orang mengira down syndrome adalah sebuah penyakit. Bukan itu! sindrom down adalah suatu kondisi. Kita sama seperti orang lain. Saya ingin dunia melihat kita apa adanya.
Pearl – Swiss
Beberapa orang berpikir bahwa penyandang Down Syndrome tidak dapat menjalani kehidupan 'normal'.
“Itu salah! Dan apa sih yang ‘normal’ itu?” kata penyandang down syndrome dari Swiss, Pearl.
“Hidupku mirip dengan banyak keluarga dan teman-temanku. Aku bersekolah di sekolah lokal, aku terlibat dalam orkestra lokal dan pramuka. Aku sedang berlatih untuk menjadi asisten pengajar. Semua ini bagiku adalah ‘normal’, sama seperti orang lain,” tambahnya.
Advertisement