Sukses

Kemenag: Pesantren Inklusif Bantu Santri Disabilitas Mandiri dalam Beribadah

Menurut Kemenag, pesantren selama ini tidak pernah menolak orang yang berkebutuhan khusus.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Agama (Kemenag) memiliki kewajiban dalam penerapan nilai inklusif di lingkungan pesantren. Ini upaya menindaklanjuti Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi Peserta Didik Penyandang Disabilitas.

Pada dasarnya, agama Islam sudah mengajarkan untuk menghormati dan memuliakan penyandang disabilitas. Islam juga selalu menempatkan posisi tertinggi tentang konsep kesetaraan.

Menurut Kepala Sub Direktorat Pendidikan Diniyah Takmiliyah Kemenag, Hj. Siti Sa’diyah, pesantren selama ini tidak pernah menolak orang yang berkebutuhan khusus.

“Pesantren juga ternyata sebagai lembaga yang lebih dahulu menerima penyandang disabilitas daripada pendidikan yang lain. Meskipun tidak pernah menyatakan sebagai pesantren yang inklusi, namun pada praktiknya pesantren tidak pernah menolak siapapun yang mau masuk ke pesantren,” kata Siti mengutip laman resmi Kemenag, Rabu (3/4/2024).

Sekretaris Kelompok Kerja Pendidikan Inklusi Kemenag itu juga menyampaikan, pesantren bukanlah ‘tempat buangan’ dan bukan pula sebagai ‘bengkel orang’ karena anak disabilitas bukan ‘produk’ Tuhan yang gagal.

“Kementerian Agama memang belum mendata secara penuh jumlah pesantren inklusif atau memiliki santri penyandang disabilitas. Namun, ternyata sudah banyak pesantren yang memang sudah menerima anak berkebutuhan khusus,” ucapnya.

2 dari 4 halaman

Pesantren Bantu Anak Disabilitas Mandiri dalam Ibadah

Sebagian orangtua yang mempunyai status ekonomi tinggi biasanya mengundang psikolog untuk menangani secara khusus agar dapat mengetahui kecenderungan anak.

Akan tetapi, bagi kalangan orangtua yang memiliki keterbatasan ekonomi tentu tidak mempunyai kemampuan untuk mendatangkan psikolog. Sehingga, ada yang dititipkan kepada pengasuh pesantren supaya didoakan untuk kelancaran dalam menuntut ilmu agama.

Kendala yang ditemui di pesantren adalah belum adanya guru atau ustaz yang memiliki kompetensi sesuai bidang seperti di sekolah luar biasa (SLB). Namun, hal ini tak menghalangi para ustaz untuk membimbing santri disabilitas dalam mengenal ibadah.

“Para santri yang berkebutuhan khusus dididik dengan ilmu agamanya, sehingga mereka minimal bisa mandiri dalam ibadah shalat dan mengaji. Pencapaian demikian adalah sesuatu yang sudah luar biasa,” kata Siti.

3 dari 4 halaman

Regulasi Pendampingan Santri Disabilitas

Dengan merespons UU dan PP tentang penyandang disabilitas, maka Kementerian Agama akan membuat regulasi bagaimana mendampingi santri berkebutuhan khusus.

Sehingga, negara hadir untuk mendampingi yang sesuai dengan kebutuhan, misalnya membangun ekosistem, fasilitas kursi roda, akses lingkungan, dan lain-lain.

Membangun ekosistem termasuk hal yang sangat penting, karena banyak anak berkebutuhan khusus yang ditolak, dirundung (bullying), disingkirkan, dan dianggap lain. Maka pengasuh pesantren, yakni kiai atau nyai, membuat ekosistem yang baru soal bagaimana santri non disabilitas bisa menghargai yang disabilitas. Sehingga, bisa mendampingi ke kamar mandi, masjid, tempat belajar, dan seterusnya.

4 dari 4 halaman

Contoh Pesantren Inklusif

Lebih lanjut, Siti mengatakan, ada beberapa pesantren yang sudah mendeklarasikan lembaganya sebagai pesantren inklusif, seperti di Kudus, Semarang, Lampung, Tangerang Selatan, dan lain-lain.

Misalnya, di Pesantren Raudhatul Makfufin Tangerang Selatan yang sudah menyusun Al-Quran Braille, Hadits Braille. Bahkan memberikan pendidikan dengan keterampilan agar santri disabilitas netra bisa bergandengan tangan dengan teman-temannya.

Dalam konteks pembinaan santri disabilitas, yang tidak kalah penting adalah pendampingan keterampilan-keterampilan yang bermanfaat ketika mereka sudah keluar pesantren. Aspek inilah yang kini juga menjadi bahasan penting bagi Kementerian Agama.