Sukses

Kisah Gadis 4 Tahun Idap Sindrom Moebius, Hidup Tanpa Ekspresi Wajah Mengubur Mimpinya Jadi Putri

Gadis 4 Tahun yang Hidup Tanpa Ekspresi Wajah Idap Sindrom Moebius.

Liputan6.com, Jakarta - Eva Hadley, seorang gadis berumur empat tahun, mengidap sindrom Moebius, sebuah kondisi neurologis langka yang mempengaruhi hanya sekitar 200 orang di Inggris.

Kondisi ini melumpuhkan otot-otot wajahnya, sehingga ia tidak dapat tersenyum, mengernyit, mengangkat alis, atau bahkan berkedip. Karena itu, Eva tidak bisa menunjukkan ekspresi wajah yang sesuai dengan impian masa kecilnya untuk menjadi putri kerajaan.

Sampai saat ini, tidak ada terapi khusus atau pengobatan sindrom Moebius. Namun, terapi fisik dan terapi wicara telah membantu Eva meningkatkan keterampilan motorik dan komunikasinya, meskipun proses belajar berjalan dan berbicaranya memakan waktu lebih lama dan pengucapannya tidak selalu jelas.

Kakek Eva, Jonathan Watkins, 49 tahun, sangat terinspirasi oleh kekuatan dan ketabahan cucunya. Kondisi Eva dan kenyataan bahwa dia tidak akan pernah bisa tersenyum merupakan pengalaman yang sangat menggugah.

"Kemampuannya untuk menghadapi tantangan telah menginspirasi saya," ujar Jon.

Tekad Jon untuk membantu Eva membawanya pada sebuah keputusan besar, berlari dalam maraton di Milton Keynes pada 6 Mei mendatang. Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang Moebius syndrome dan mengumpulkan dana untuk membantu perkembangan Eva.

"Eva memberi saya kepercayaan diri dan inspirasi untuk berlatih untuk maraton," kata Jon.

"Setiap kali saya berpikir 'saya ingin berhenti', saya berpikir apa pun yang saya rasakan adalah apa yang dia rasakan setiap hari, jadi saya bertekad untuk melakukannya untuknya," ujarnya.

2 dari 3 halaman

Eva Memang Terlahir dengan Kondisi Tersebut

Lahir pada 2019, kedua orangtuanya tidak mengetahui bahwa anak mereka menghadapi kondisi langka yang dikenal sebagai Sindrom Moebius.

Selama kehamilan, tidak ada tanda-tanda yang mengindikasikan adanya komplikasi. Namun, segera setelah kelahiran Eva, para bidan menyadari ada sesuatu yang tidak beres.

"Saat dia lahir, rasanya seolah-olah wajahnya merah darah karena dia mencoba menangis," kata Jon, seorang teknisi proses senior di Vale Europe.

"Tidak ada ekspresi di wajahnya, seolah-olah dia tengah tersedak," ujarnya.

Minggu-minggu awal kehidupan Eva dipenuhi dengan berbagai tes dan pemeriksaan medis yang menegangkan, mencari tahu apa yang menyebabkan kondisinya.

"Itu sangat traumatis bagi kami semua," kenang Jon.

Diagnosis Sindrom Moebius terhambat oleh kelangkaannya dan baru dikonfirmasi setelah Eva berusia satu tahun oleh para medis di Rumah Sakit Anak Alder Hey di Liverpool.

Meskipun tantangan yang dihadapi, Eva telah menunjukkan pertumbuhan yang luar biasa, terutama di bidang gimnastik.

"Belajar berjalan tidak mudah baginya seperti anak-anak lain," kata Jon.

"Dia juga berbicara, tetapi terkadang dia merasa frustrasi karena pengucapannya tidak selalu jelas. Dia sering harus mengulangi kata-katanya, tapi dia adalah seorang pejuang yang tangguh," tambahnya.

3 dari 3 halaman

Apa Penyebab Sindrom Moebius?

Para ilmuwan terus melakukan penelitian untuk menguak faktor-faktor lingkungan dan/atau genetik yang mungkin terkait dengan sindrom ini.

Dilansir dari Facial Palsy, penelitian menunjukkan bahwa perkembangan saraf kranial VI dan VII mungkin saja terganggu saat embrio berkembang di dalam rahim. Pada kasus yang lebih parah, saraf kranial lain juga turut terpengaruh.

Meskipun terkadang Sindrom Moebius dapat diwariskan dalam keluarga, pola pewarisannya tidak jelas dan sebagian besar kasus terjadi secara sporadis, tanpa riwayat keluarga.

Para peneliti menduga bahwa Sindrom Moebius mungkin memiliki subkelompok dengan penyebab berbeda, namun hal ini masih menjadi fokus penelitian lebih lanjut.

Meski penyebabnya belum diketahui, para ilmuwan terus berusaha untuk memahami Moebius syndrome dan mencari solusi bagi para penderitanya. Penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas hidup para penderita Moebius syndrome di masa depan.