Sukses

Penyandang Disabilitas di Sumenep Alami Penganiayaan, LSM Difabel Minta Polda Jatim Turun Tangan

Kekerasan pada penyandang disabilitas terjadi di wilayah hukum Polsek Batang-Batang, Polres Sumenep. Korban dianiaya oleh tiga orang terduga pelaku.

Liputan6.com, Jakarta Kasus penganiayaan terhadap penyandang disabilitas kembali terjadi. Kali ini tindak kekerasan terjadi pada seorang penyandang disabilitas netra, Suhaniya alias Siska (44).

Kekerasan terjadi di wilayah hukum Polsek Batang-Batang, Polres Sumenep. Korban dianiaya oleh tiga orang terduga pelaku.

Menurut laporan dari Ketua LSM Lira Disability Care, Abdul Majid, salah satu terduga pelaku berinisial M (50) membawa senjata tajam bermaksud melukai korban.

Berdasarkan keterangan dari korban, penganiayaan terjadi pada Rabu 22 Mei 2024 sekitar pukul 14.00 WIB. M datang ke rumah korban menanyakan tentang pencairan dana Permodalan Nasional Madani Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (PNM-Mekaar). Namun, saat itu dana tersebut belum cair lantaran ada anggota Mekaar yang belum melunasi pembayaran. Korban menjelaskan, pencairan dana tersebut baru bisa dilakukan besok.

“Namun si pelaku, langsung bilang ke saya, dasar Buta kamu, sambil mukul kepala saya,” ungkap korban yang biasa disapa Siska dalam keterangan tertulis yang dibagikan Abdul Majid kepada Disabilitas Liputan6.com.

Setelah tetangga datang melerai, M langsung mengeluarkan sebilah celurit yang disembunyikan dari dalam bajunya. Untung warga sekitar melerainya dan celurit tersebut diserahkan kepada pihak Kepala Desa. Korban berharap ada upaya mediasi, tapi pihak Kepala Desa tidak melakukan upaya tersebut.

2 dari 4 halaman

Terduga Pelaku Kembali Datang dengan Dua Orang Lainnya

Siska menambahkan, pada Kamis 23 Mei 2024 sekitar jam 07.00 WIB, M datang lagi dengan membawa dua orang terduga pelaku berinisial T (40) dan SF (23). Kemudian terjadi pengeroyokan di dalam rumah korban untuk yang kedua kalinya. Akibatnya, korban mengalami luka di wajah, lebam di punggung dan luka gigitan serta luka cakaran yang diakibatkan penganiayaan ketiga pelaku.

“Setelah kami dilerai oleh tetangga, saya diamankan di dalam rumah. Kemudian ketiga pelaku yang ada di luar memaksa masuk kedalam rumah. Berdasarkan kesaksian warga dan keluarga, M membawa pisau untuk ditusukkan kepada saya, namun pisau tersebut langsung diamankan oleh pihak tetangga,” jelas Siska.

Karena merasa tidak aman dan mendapatkan intimidasi, korban langsung dibawa ke Kantor Polsek Batang-batang oleh pihak tetangga korban untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib.

3 dari 4 halaman

Minta Kepolisian Jatim Turun Tangan

Hingga berita ini diturunkan, pihak polsek masih berencana untuk memanggil para saksi untuk dimintai keterangan.

Sementara itu, Abdul Majid ketua LIRA Disability Care (LDC), mengutuk keras tindak kekerasan yang Kembali menimpa perempuan disabilitas di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.

Majid meminta pihak kepolisian daerah jawa timur (polda jatim) agar ikut turun tangan memantau proses penegakan hukumnya karena korban adalah penyandang disabilitas.

“Kami meminta agar Polda Jatim turun tangan memantau kasus ini. Karena harus ada pendampingan khusus dalam proses penyelidikan, penyidikan, hingga proses peradilan karena korban adalah seorang penyandang disabilitas,” terang Majid.

Lebih lanjut, LDC juga akan segera berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memberikan dukungan kepada korban dalam penanganan kasus tersebut.

4 dari 4 halaman

Ancaman bagi Pelaku Jika Terbukti Bersalah

Mengacu pada regulasi hukum yang berlaku, kasus penganiayaan tersebut bisa diproses berdasarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, antara lain:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) – Pasal 351: Mengatur tentang tindak pidana penganiayaan. Pelaku dapat diancam pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. Pasal 170: Mengatur tentang kekerasan secara bersama-sama di muka umum terhadap orang atau barang. Pelaku dapat diancam pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas – Pasal 145: Menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan/atau perlakuan salah lainnya terhadap penyandang disabilitas, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta.

3. Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 – Pasal 2 ayat (1): Mengatur tentang kepemilikan senjata tajam tanpa izin. Pelaku dapat dipidana dengan pidana penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

“Dengan regulasi yang jelas ini, diharapkan pelaku mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatannya dan memberikan efek jera bagi siapapun yang berniat melakukan kejahatan serupa. Masyarakat juga diimbau untuk tetap waspada dan segera melaporkan kepada pihak berwajib jika melihat tindak kekerasan di sekitar mereka.”

“Kepolisian harus bisa memberikan perlindungan khusus kepada kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, dan memastikan bahwa hak-hak mereka dijaga dengan baik sesuai dengan hukum yang berlaku,” pungkas Majid.