Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi Nasional Disabilitas (KND) Dante Rigmalia mengatakan bahwa penyandang disabilitas kerap tak mendapat informasi yang cukup termasuk tentang literasi keuangan.
Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa penyandang disabilitas kerap tertinggal ketimbang masyarakat lain.
Baca Juga
“Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 pasal 9 menyatakan tentang hak keadilan dan perlindungan hukum untuk penyandang disabilitas meliputi pengendalian masalah keuangan atau menunjuk orang untuk mewakili kepentingannya dalam urusan keuangan,” kata Dante dalam konferensi pers bersama OCBC di Jakarta Selatan, Kamis (20/6/2024).
Advertisement
“Kemudian hak-hak memperoleh akses terhadap pelayanan jasa perbankan dan nonperbankan. Karena penyandang disabilitas pun membutuhkan fasilitas seperti yang bisa dinikmati non disabilitas,” tambahnya.
Dante pun menyampaikan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2018 sampai 2020 tentang kepemilikan rekening tabungan. Data itu menunjukkan bahwa jumlah penyandang disabilitas yang memiliki rekening tabungan masih relatif rendah.
Salah satu penyebab rendahnya kepemilikan rekening tabungan di antara penyandang disabilitas adalah karena literasi keuangan yang masih sangat minim.
Maka dari itu, KND berupaya mendorong jasa keuangan untuk tak sekadar memberikan informasi kepada penyandang disabilitas. Namun, juga memahami komunikasi ramah disabilitas itu seperti apa.
“Sebagai contoh, komunikasi untuk teman Tuli, disertai juru bahasa isyarat, ada caption. Untuk netra disesuaikan, kalau ada gambar maka harus ada deskripsi dan sebagainya,” ucap Dante.
55 Persen Penyandang Disabilitas Tak Ketahui Literasi Keuangan Secara Maksimal
Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia menyampaikan hal senada. Menurutnya, survei yang dilakukan Menembus Batas menunjukkan 55,3 persen penyandang disabilitas masih belum mengetahui literasi keuangan secara maksimal.
“Jadi yang diperlukan apa? Teman-teman penyandang disabilitas ini harus mempelajari literasi keuangan supaya kita ini bisa jauh lebih mandiri mengelola keuangan kita.”
Angkie menambahkan, penyandang disabilitas yang rata-rata merupakan lulusan sekolah luar biasa (SLB) tentunya memiliki kemampuan vokasi yang baik.
Setelah lulus dari SLB biasanya penyandang disabilitas biasanya bisa membuat baju, sepatu, makeup, bengkel, membuat kue, dan lain-lain. Namun, jika kemampuan mengelola keuangannya kurang, maka akan menyulitkan penyandang disabilitas itu sendiri.
Advertisement
Peran Pemerintah Perluas Akses Literasi Keuangan Disabilitas
Terkait literasi keuangan, pemerintah memiliki Peraturan Pemerintah No. 70 tahun 2019. Salah satu yang dibahas dalam aturan ini adalah soal rancangan induk penyandang disabilitas.
“Bahwa lembaga yang mewajibkan untuk melakukan teknis, melakukan pelatihan, bahkan kurikulum literasi keuangan adalah OJK (Otoritas Jasa Keuangan). OJK enggak sendirian, bekerja sama dengan beberapa pihak seperti Kemendikbud, Kemendagri, Kemenag.”
Pihak-pihak tersebut melakukan kerja sama dengan membuat surat edaran yang ditujukan pada dinas-dinas daerah.
Surat edaran ini mengatur pelajaran literasi keuangan yang perlu masuk ke dalam kurikulum sekolah luar biasa. Dengan demikian, para penyandang disabilitas bisa mendapatkan literasi keuangan sejak usia muda.
Bikin Penyandang Disabilitas Lebih Siap Ketika Lulus
Literasi keuangan yang didapat sejak duduk di bangku sekolah membuat para murid SLB lebih siap membangun usaha mandiri setelah lulus.
Menurut Angkie, literasi keuangan tak hanya membahas soal menabung uang tapi juga cara mengelola keuangan dengan baik hingga mendapat modal usaha.
Literasi keuangan perlu dimiliki penyandang disabilitas karena ini termasuk salah satu jenis soft skill atau keterampilan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup.
“Kenapa untuk bertahan hidup? Kita tahu keadaan ekonomi kita tuh grey area, artinya kita enggak tahu keadaan ekonomi kita di masa depan tuh seperti apa. Dan kita bisa mengelola masa depan kita dengan memiliki satu soft skill, yaitu literasi keuangan,” papar Angkie.
Advertisement