Sukses

4 Kendala Penyandang Disabilitas Akses Hak Suara di Pemilu 2024, Salah Satunya Belum Punya KTP

Di Pemilu 2024 penyandang disabilitas masih menghadapi berbagai kendala, begini rekomendasi peneliti TII.

Liputan6.com, Jakarta Penyandang disabilitas masih menghadapi berbagai kendala dalam pelaksanaan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.

Menurut penelitian baru dari The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII), banyak penyandang disabilitas yang belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Ini menjadi sebuah permasalahan mendasar yang menghambat akses mereka terhadap berbagai layanan publik dan hak-hak sipil.

Peneliti bidang hukum TII, Christina Clarissa Intania, mengatakan bahwa nihilnya KTP bukan satu-satunya tantangan penyandang disabilitas dalam mengakses hak suara. Dia juga menyoroti perspektif masyarakat yang masih banyak menganggap bahwa penyandang disabilitas bukan merupakan bagian integral dari masyarakat.

“Hal ini mengakibatkan marginalisasi sosial dan ekonomi bagi kelompok ini,” kata Christina dalam diskusi daring pada Kamis, 20 Juni 2024.

Dia juga membahas kesulitan geografis yang dihadapi saat melakukan kunjungan ke wilayah kepulauan, yang sering kali terisolasi dan sulit dijangkau, sehingga menghambat penyebaran informasi dan layanan pemerintah secara merata.

Terakhir, Christina menyoroti masalah klasik dalam penggunaan teknologi informasi untuk pencatatan pemilih yang sering kali kurang efektif dan efisien. Ini menimbulkan berbagai kendala administratif dan teknis dalam proses pemilu.

Adapun rekomendasi dari hasil riset ini adalah harmonisasi pembuatan kebijakan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) dan Dinas Sosial. Untuk memastikan bahwa semua penyandang disabilitas dapat memperoleh KTP dan hak-hak administratif lainnya tanpa hambatan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Rekomendasi Berikutnya

Rekomendasi kedua yakni perlu adanya posko dan pelayanan khusus di masing-masing daerah agar lebih dekat dengan penyandang disabilitas.

“Sehingga mereka dapat dengan mudah mengakses layanan yang diperlukan tanpa harus menghadapi kesulitan geografis atau transportasi,” mengutip laman resmi TII.

Ketiga, perlunya kerja sama yang lebih masif antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) serta stakeholder pemerintah lainnya untuk memastikan bahwa proses pemilu berjalan dengan inklusif dan efisien. Terutama dalam hal pencatatan pemilih dan penyediaan fasilitas yang ramah bagi penyandang disabilitas.

“Rekomendasi-rekomendasi ini diharapkan dapat membantu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi oleh penyandang disabilitas dan meningkatkan inklusi serta partisipasi mereka dalam kehidupan bermasyarakat,” kata Christina.

3 dari 4 halaman

Partisipasi Politik adalah Hak Dasar Penyandang Disabilitas

Riset yang dikerjakan pula oleh peneliti bidang sosial TII, Dewi Rahmawati, juga menyoroti konteks partisipasi politik dari penyandang disabilitas. Dan bagaimana mendorong penyelenggaraan pemilu yang inklusif dan bermakna.

Dewi menekankan bahwa partisipasi politik adalah hak dasar yang harus dijamin bagi setiap warga negara, termasuk penyandang disabilitas. Dalam presentasinya, Dewi menjelaskan bahwa masih banyak tantangan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas saat berpartisipasi dalam Pemilu.

“Mulai dari aksesibilitas tempat pemungutan suara hingga ketersediaan informasi yang mudah dipahami.”

4 dari 4 halaman

3 Rekomendasi untuk Tingkatkan Partisipasi Politik Difabel

Dewi kemudian mengajukan tiga rekomendasi umum untuk meningkatkan partisipasi politik penyandang disabilitas.

Pertama adalah keberlanjutan program pelaksanaan sosialisasi dan pendidikan untuk penyandang disabilitas. Program-program ini harus dirancang untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang hak-hak politik dan prosedur pemilu. Serta memastikan bahwa penyandang disabilitas memiliki akses penuh terhadap informasi yang relevan. 

Kedua, meningkatkan pelatihan bagi petugas Pemilu dan penyelenggara terkait. Pelatihan ini bertujuan membekali mereka dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melayani penyandang disabilitas dengan lebih baik, termasuk penanganan situasi khusus dan penggunaan alat bantu yang diperlukan. 

Ketiga, transparansi serta akuntabilitas anggaran yang digunakan dalam program program inklusi pemilu. Transparansi ini mencakup pelaporan yang jelas dan rinci mengenai alokasi dana serta penggunaan anggaran. Hal ini untuk memastikan bahwa sumber daya benar-benar dialokasikan dan digunakan sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas.

Dengan rekomendasi-rekomendasi ini, Dewi berharap dapat mendorong terciptanya lingkungan politik yang lebih inklusif dan ramah bagi semua warga negara, termasuk mereka yang memiliki disabilitas.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.