Sukses

Mensos Risma Nilai Obat Suntik Long Acting Lebih Efektif Bantu Pengobatan ODGJ

Pengobatan ODGJ harus dilakukan dengan tepat dan rutin, salah satu pilihannya dengan obat suntik long actig.

Liputan6.com, Jakarta - Penanganan yang baik dan tepat dapat membuat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mengalami perbaikan dalam kesehatan mentalnya.

Hal ini diyakini oleh Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini dan membuatnya memberikan perhatian khusus kepada penanganan orang dengan gangguan jiwa.

Pada Jumat, 14 Juni 2024, 10 ODGJ yang berasal dari beberapa desa di Pandeglang, Banten mendapat layanan kesehatan dan pemberdayaan dari Kemensos. Layanan diberikan di Puskesmas Cadasari dan saat hadir langsung di puskesmas itu, ia menegaskan bahwa ODGJ bukan aib bagi keluarga.

“Mereka perlu dirawat, ditangani dan diobati sehingga bisa sembuh kembali,” ujar Risma mengutip laman resmi Kemensos, Rabu (26/6/2024).

Dalam bakti sosial ini, Kemensos bekerja sama dengan pemangku kepentingan untuk memberikan layanan kesehatan berupa pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis.

Risma juga menyampaikan, ODGJ sebagian besar berasal dari keluarga yang secara ekonomi berpendapatan rendah. Sementara, mereka perlu diberikan obat yang harus dikonsumsi setiap hari.

“Jika terlambat diberikan sehari saja, emosi ODGJ bisa naik,” kata Risma.

Sayangnya, kesibukan sehari-hari bisa saja membuat keluarga lupa memberikan obat yang harus dikonsumsi ODGJ.

Maka dari itu, Risma berpandangan pengobatan ODGJ lebih efektif jika menggunakan suntikan long acting. Ini adalah suntikan yang diberikan sebulan sekali kepada ODGJ.

“Saya mulai kampanye pengobatan long acting melalui suntikan, karena lebih efektif untuk penanganan dan pengobatan ODGJ,” ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Jalin Komunikasi dengan Menteri Kesehatan

Risma pun sudah berkomunikasi dengan Menteri Kesehatan (Menkes) agar ODGJ diberikan suntikan long acting sebulan sekali sehingga tidak merepotkan keluarga.

Jika pengobatannya tepat, sambung Risma, maka ODGJ bisa produktif kembali di tengah keluarganya.

Dalam bakti sosial tersebut, Risma juga memberikan ayam petelur lengkap dengan kandangnya untuk dikelola ODGJ dan keluarganya.

“Melalui pemberdayaan melalui ayam petelur tersebut, diharapkan ODGJ dan keluarganya bisa memperoleh penghasilan tambahan yang memperkuat ekonomi keluarga.”

3 dari 4 halaman

Cegah Kekambuhan yang Picu Perilaku Agresif

Dalam keterangan lain, dokter di RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, Antari Puspita Primananda menerangkan bahwa paduan obat jiwa jangka pendek dan jangka panjang merupakan strategi untuk membantu mencegah kekambuhan yang dapat menjadikan perilaku agresif.

“Walaupun obat yang digunakan baik, tetapi bila penyandang tidak mengonsumsi secara teratur maka umumnya hasil pengobatan akan kurang optimal. Kenyataan lain bahwa obat gangguan jiwa harus dikonsumsi dalam jangka panjang bahkan seumur hidup,” kata Antari mengutip laman Yankes Kemkes.

Dia menambahkan, diperlukan bantuan pengawasan minum obat dari caregiver untuk mengingatkan dan menyediakan obat secara langsung kepada penyandang. Pasalnya, tingginya tingkat keberhasilan untuk remisi dikaitkan dengan perhatian dan dukungan dari caregiver.

4 dari 4 halaman

ODGJ yang Rutin Minum Obat Tunjukkan Perkembangan yang Baik

Selain itu, perlu pengawasan dari tenaga kesehatan jiwa setempat atau pemegang program jiwa untuk memantau dan memotivasi ODGJ dan keluarga selama menjalani pengobatan.

ODGJ yang patuh terhadap pengobatan memiliki prognosis yang jauh lebih baik dari pada ODGJ yang tidak patuh terhadap pengobatan.

Sebelumnya, Antari mengatakan bahwa orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ memiliki masalah pada kejiwaannya yang memengaruhi cara berpikir, berperilaku, serta emosinya dalam kehidupan sehari-hari.

Kondisi tersebut menyebabkan pasien kesulitan menjalani hidup dengan normal, terutama dalam berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.

Jumlah ODGJ di seluruh dunia terus mengalami peningkatan. Data Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia mencapai 1,7 per mil. Artinya, 1-2 orang dari 1.000 penduduk di Indonesia mengalami gangguan jiwa berat.

Kesenjangan pengobatan gangguan jiwa di Indonesia mencapai lebih dari 90 persen. Artinya, kurang dari 10 persen pengidap gangguan jiwa yang mendapatkan layanan terapi oleh petugas kesehatan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.