Sukses

Kepala BKKBN: Stunting dan Disabilitas adalah Dua Bahasan Berbeda

Stunting dan disabilitas adalah dua bahasan berbeda menurut Kepala BKKBN, dokter Hasto.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dokter Hasto Wardoyo mengatakan bahwa disabilitas dan stunting adalah dua hal yang berbeda.

“Difabel sama stunting beda bahasan karena stunting itu real tidak ada kelainan kongenital yang menjadi disabilitas. Tapi stunting itu fisiknya seolah-olah normal tapi mengalami tidak optimal ukuran tinggi badannya dan sekaligus tidak optimal dalam kemampuan kecerdasan otaknya,” kata dokter Hasto kepada Disabilitas Liputan6.com dalam media briefing di Semarang, Kamis (27/6/2024).

Dia mencontohkan, ketika seorang anak lahir dengan punggung melengkung atau kifosis dan tubuh pendek maka anak itu tidak disebut stunting melainkan disabilitas.

“Ada juga yang mikrosefali, ukuran kepalanya itu kecil, lebih kecil dari ukuran normal. Waktu lahir diameternya enggak sampai ukuran 9,6 cm, itu namanya mikrosefali, kepalanya kecil, otaknya juga tidak berkembang dengan baik sehingga pertumbuhannya juga tidak optimal.”

“Ini bukan stunting karena dia memiliki underline disease yang sifatnya menetap. Sementara, kalau anak stunting, kalau diberi makanan yang cukup, dijaga tidak sakit dan parenting-nya bagus, dia ini bisa tumbuh tinggi dan otaknya cerdas,” papar Hasto.

Dengan kata lain, stunting amat ditentukan oleh 1000 hari pertama kehidupan. Jika di 1000 hari tersebut anak tidak mendapatkan nutrisi dan perawatan yang baik, maka risiko stunting jadi amat besar.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Stunting Bisa Ganggu Kapasitas Kognitif, Bahasa, Sensorik dan Motorik

Melansir laman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai.

Anak-anak didefinisikan sebagai stunting jika tinggi badan di bawah median Standar Pertumbuhan Anak WHO.

Stunting pada awal kehidupan, terutama pada 1000 hari pertama sejak pembuahan hingga usia dua tahun, mempunyai konsekuensi gangguan pertumbuhan yang merugikan anak. Beberapa dampaknya adalah rendahnya kemampuan kognitif dan pendidikan, rendahnya upah orang dewasa, hilangnya produktivitas. Dan jika disertai dengan kenaikan berat badan yang berlebihan pada masa kanak-kanak, maka peningkatan risiko penyakit kronis terkait gizi di masa dewasa semakin tinggi.

Pertumbuhan linier pada anak usia dini merupakan penanda kuat pertumbuhan yang sehat mengingat hubungannya dengan risiko kesakitan dan kematian, penyakit tidak menular di kemudian hari, serta kapasitas belajar dan produktivitas. Hal ini juga terkait erat dengan perkembangan anak di beberapa domain termasuk kapasitas kognitif, bahasa dan sensorik-motorik.

3 dari 4 halaman

Masalah Utama Anak-Anak dengan Disabilitas Perkembangan di Pedesaan

Stunting adalah salah satu bentuk malnutrisi yang saat ini menjadi masalah global menurut National Center for Biotechnology Information (NCBI).

Stunting merupakan dampak yang terjadi akibat kekurangan gizi kronis dan menjadi masalah utama bagi anak-anak di pedesaan yang mengalami disabilitas perkembangan.

United Nations Children's Fund (UNICEF) menyebutkan prevalensi stunting pada populasi balita secara global mencapai 21,9 persen (2,3). Berdasarkan data tersebut, jumlah kasus stunting tertinggi terdapat di Afrika dan Asia, termasuk Indonesia.

4 dari 4 halaman

Picu Keterlambatan Perkembangan

Malnutrisi termasuk stunting pada awal kehidupan dapat menyebabkan peradangan, perubahan kadar leptin, dan peningkatan glukokortikoid yang mengakibatkan perubahan epigenetik.

Perubahan tersebut dapat menyebabkan gangguan perkembangan saraf, perubahan neurogenesis dan apoptosis sel serta disfungsi sinapsis yang mengakibatkan keterlambatan perkembangan.

Disimpulkan bahwa malnutrisi mempengaruhi area otak yang terlibat dalam kognisi, memori dan keterampilan lokomotor.

Hubungan antara stunting dan fungsi kognitif juga telah dibuktikan. Anak-anak yang mengalami stunting secara terus-menerus memiliki kognisi yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan anak-anak yang tidak mengalami stunting.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.