Liputan6.com, Jakarta Mendeteksi janin dalam kandungan dengan down syndrome atau tidak dapat dilakukan melalui tes rutin yang dilakukan selama masa kehamilan.
Salah satu pemeriksaan kehamilan yang dapat dilakukan adalah memulai perawatan pranatal, yaitu serangkaian kunjungan rutin dengan dokter atau bidan bersertifikat untuk memeriksa kesehatan ibu dan bayi.
Ada dua jenis tes yang bisa dilakukan untuk memeriksa apakah terdapat masalah pada janin, yaitu dengan tes skrining dan tes diagnostik, seperti dilansir dari WebMD pada Senin, 8 Juli 2024.
Advertisement
Tes Skrining
Ada beberapa jenis tes skrining yang bisa dilakukan:
1. Tes darah
Dokter akan mencari apa yang disebut sebagai “penanda,” yang berarti protein, hormon, atau zat lain yang berada di luar kisaran normal yang bisa menjadi tanda down syndrome.
2. Tes DNA
Tes ini dapat mengetahui apakah bayi yang belum lahir berisiko lebih tinggi mengalami kelainan kromosom seperti down syndrome atau kondisi lainnya.
Tes ini biasanya dilakukan dari usia kandungan 10 minggu, tetapi tes ini terutama digunakan untuk wanita yang lebih mungkin memiliki bayi dengan down syndrome.
3. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi)
Dokter akan mengamati cairan di area leher bayi yang disebut lipatan nuchal. Jika kadar cairan lebih tinggi dari normal, bisa jadi itu pertanda down syndrome.
Tes Diagnostik
Tes diagnostik dapat memberi tahu apakah bayi di kandungan benar-benar mengalami down syndrome atau tidak. Tes diagnostik ini biasanya dilakukan setelah hasil tes skrining positif, karena ada risiko kecil bisa keguguran setelah menjalaninya.
Tes tersebut meliputi :
1. Pengambilan sampel vilus korionik (CVS)
Ini dapat dilakukan selama trimester pertama, menggunakan sel yang diambil dari plasenta. Namun, ini memiliki risiko yang sedikit lebih tinggi untuk menyebabkan keguguran atau masalah lainnya.
2. Amniosentesis
Cairan diambil dari kantung ketuban yang mengelilingi bayi, biasanya dilakukan pada trimester kedua, dan ada sedikit risiko keguguran (sekitar 0,6%). Sementara penelitian menunjukkan risikonya lebih tinggi sebelum 15 minggu kehamilan.
3. Pengambilan sampel darah tali pusat perkutan (PUBS)
Ini juga dilakukan pada trimester kedua dengan menggunakan darah yang diambil dari tali pusat. Prosedur ini memiliki peluang keguguran sekitar 1,4% hingga 1,9%, lebih besar daripada tes lainnya.
Advertisement
Faktor Risiko Down Syndrome
Selain sebagai langkah pencegahan, mengenali faktor risiko berikut ini juga akan membantu menghindari mitos-mitos tentang down syndrome yang masih banyak beredar.
Di bawah ini adalah faktor-faktor yang meningkatkan risiko mengandung bayi down syndrome, menurut Siloam Hospitals.
1. Usia
Semakin tua usia seorang wanita saat hamil, semakin tinggi pula risikonya mengandung bayi dengan down syndrome.
2. Genetik
Sekitar 4% kasus down syndrome diwariskan dari salah satu gen orang tua. Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, risiko mewarisi down syndrome dari salah satu orang tua sangat bergantung pada jenis kelamin pembawa kromosom 21 yang mengalami reorganisasi.
Jika ayah adalah pembawa kromosom 21, maka risiko terjadinya down syndrome pada bayi sekitar 3%. Jika ibu adalah pembawa, maka risiko down syndrome pada bayi sekitar 10-15%.
3. Riwayat Melahirkan Bayi Down Syndrome
Seorang wanita hamil yang pernah mengandung bayi down syndrome memiliki peluang lebih tinggi untuk mengandung bayi dengan kondisi yang sama.
3. Riwayat Melahirkan Bayi Down Syndrome
Seorang wanita hamil yang pernah mengandung bayi down syndrome memiliki peluang lebih tinggi untuk mengandung bayi dengan kondisi yang sama.
4. Kurangnya Asupan Asam Folat
Kurangnya asam folat pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan pada pembentukan kromosom.
Oleh karena itu, ibu hamil harus mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, terutama yang mengandung asam folat, seperti sayuran hijau, kuning telur, biji-bijian, dan kacang-kacangan.
5. Paparan Bahan Kimia dan Zat Asing
Paparan bahan kimia dan zat asing yang tinggi pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko down syndrome pada bayi. Bahan kimia dan zat asing yang dimaksud antara lain asap rokok, asap kendaraan, asap industri, dan kosmetik yang mengandung bahan kimia.
Sebaiknya ibu hamil memperhatikan kualitas udara di lingkungannya dan mengganti kosmetik yang mengandung bahan kimia dengan kosmetik organik.
Advertisement