Sukses

Arti Merdeka bagi Penyandang Disabilitas, BILiC: Bebas dari Diskriminasi dan Intimidasi

Bagi Sekretaris Bandung Independent Living Center (BILiC), Taufik Hidayatullah, kemerdekaan adalah kebebasan untuk memiliki hak dasar sebagai manusia.

Liputan6.com, Jakarta Hari Kemerdekaan yang diperingati setiap 17 Agustus memiliki makna bagi setiap warga Indonesia termasuk yang menyandang disabilitas.

Bagi Sekretaris Bandung Independent Living Center (BILiC), Taufik Hidayatullah, kemerdekaan adalah kebebasan untuk memiliki hak dasar sebagai manusia.

“Kebebasan untuk bisa melakukan segala hal sendiri (mandiri), untuk diri sendiri, atas dasar keputusan sendiri, tanpa harus ada bantuan dan tanpa dipengaruhi orang lain. Terbebas dari segala diskriminasi, intimidasi, pemilahan,” kata pria yang akrab disapa Opick kepada Disabilitas Liputan6.com melalui pesan suara ditulis Selasa, (20/8/2024).  

Sebagai penyandang disabilitas akibat polio, Opick berharap hari kemerdekaan ini menjadi momen di mana ia dan rekan-rekannya bisa mendapatkan hak yang sama seperti masyarakat non disabilitas.

Ayah tiga anak itu tak memungkiri, dirinya merasa bersyukur karena Tuhan masih memberinya kemampuan untuk bergerak di negara tercinta.

“Kita bersyukur kepada Allah, saya sebagai kepala rumah tangga sampai sejauh ini masih bisa hidup, masih diberi gerak di negara tercinta Indonesia,” ucapnya.

Dalam merayakan hari ulang tahun Republik Indonesia (HUT RI), Opick membebaskan anak-anaknya untuk mengikuti berbagai perlombaan.

Alhamdulillah anak pertama saya menang lomba makan kerupuk, juara pertama. Dan anak kedua saya juara ketiga,” tutur Opick. Sementara, anak ketiga atau bungsu yang baru menginjak usia 5 juga menyandang disabilitas yakni cerebral palsy (CP) dan rutin melakukan fisioterapi di rumah sakit.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Disabilitas Bukan Penghalang untuk Meriahkan Kemerdekaan

Opick juga berpendapat bahwa disabilitas bukan penghalang untuk ikut memeriahkan kemerdekaan Indonesia.

Seperti yang disampaikan sebelumnya, dalam perayaan HUT RI masyarakat Indonesia kerap menggelar berbagai perlombaan unik seperti makan kerupuk. Lomba ini pun pernah diikuti oleh Opick.

“Saya pernah mengikuti lomba makan kerupuk, walaupun di kursi roda tapi talinya bisa disesuaikan dengan tinggi saya ketika duduk di kursi roda. Dan saya ditandingkan dengan orang-orang yang secara fisik tidak memakai kursi roda, nah itulah nilai inklusif. Kalau tidak salah saya juara kedua waktu itu.”

Ada pula lomba lain yakni mengambil koin di semangka. Tali semangka juga bisa disesuaikan dengan tinggi badan peserta lomba.

3 dari 4 halaman

Mengajarkan Nilai Inklusi pada Anak dan Orang Sekitar

Keluarga Opick dinilai sebagai keluarga inklusi oleh rekan-rekannya di BILiC. Sang istri adalah non disabilitas. Keduanya selalu berupaya menanamkan nilai inklusi pada buah hati dan orang-orang di sekitar.

“Bagaimana saya mengajarkan nilai inklusi pada buah hati? Saya membebaskan anak saya, karena sesungguhnya tidak ada yang berbeda antara disabilitas dan non disabilitas.”

Opick kerap membebaskan sang anak terutama yang menyandang disabilitas untuk bermain dengan anak lainnya di lingkungan tempat tinggal. Tentu tetap dalam pengawasan sang ibu. Dengan demikian, Opick berharap putranya bisa berinteraksi dengan anak-anak sebaya.

“Jadi tidak disembunyikan dan hanya berinteraksi dengan kakak-kakaknya saja, tapi saya bebaskan meski mungkin cara berjalan kakinya beda dengan teman-teman seusianya tapi itu cara saya tanamkan nilai inklusi. Biar dia merasa percaya diri dan tidak merasa berbeda dengan orang lainnya.”

4 dari 4 halaman

Belajar dari Pengalaman Diri Sendiri

Cara menanamkan rasa percaya diri ini dipelajari dan dialami sendiri oleh Opick. Sejak kecil, disabilitas yang disandang Opick membuatnya tak dapat berjalan.

Namun, keluarga selalu mendukung dan menanamkan pemahaman bahwa dirinya setara dengan anak-anak lain.

“Itu yang ditanamkan oleh orangtua saya. Bahkan saya dari TK, SD sampai perguruan tinggi saya sekolah di sekolah umum dan Alhamdulillah saya tidak merasa berbeda dengan orang lainnya. Bahkan saya berprestasi mulai dari tingkat bawah sampai perguruan tinggi,” kenang Opick.

“Sesungguhnya, bukannya kita yang dibatasi sebagai seorang penyandang disabilitas, tapi bagaimana caranya lingkungan bisa beradaptasi dengan seorang yang disabilitas,” ujar Opick.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.