Liputan6.com, Surakarta Pekan Paralimpiade Nasional atau Peparnas 2024 tak hanya memberi kesempatan bagi para atlet disabilitas untuk unjuk gigi.
Lebih dari itu, ajang ini membuka partisipasi para difabel Solo untuk mendukung kelancaran acara dengan berperan sebagai relawan. Salah satu relawan yang sempat berbincang dengan tim Disabilitas Liputan6.com adalah Tri Rahayu.
Pria asal Solo ini bertugas sebagai pekerja lapangan yang mengantarkan para atlet ke titik-titik tertentu di venue Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta.
Advertisement
Tri berkisah, dirinya juga seorang penyandang disabilitas. Ia memiliki ragam disabilitas fisik sejak lahir.
“Saya daksa dari lahir, dulu pernah mau dioperasi tapi dokternya takut kena saraf otak jadi dibiarkan begini. Termasuk Treacher Collins Syndrome tapi masih ringan, belum terlalu berat,” ujar Tri kepada Disabilitas Liputan6.com saat ditemui di UNS, Solo, Selasa (8/10/2024).
Seperti diketahui, Treacher Collins Syndrome adalah kelainan genetik yang memengaruhi perkembangan tulang dan otot di wajah.
Alih-alih terpuruk karena kondisi fisiknya yang berbeda, Tri lebih memilih untuk bersyukur karena kondisi wajahnya tidak memengaruhi kemampuan fisik lainnya. Ia masih bisa berjalan dan melakukan berbagai aktivitas secara mandiri layaknya non disabilitas.
Lantas, mengapa Tri memutuskan untuk menjadi relawan dalam Peparnas 2024 ini?
“Karena saya sebagai penyandang disabilitas harus mendukung disabilitas se-Solo Raya. Partisipasi difabel supaya terangkat di masyarakat seperti non disabilitas, biar setara, biar seimbang,” ucap Tri.
Kesan-Kesan Selama Jadi Relawan Peparnas 2024
Pria 38 tahun itu pun mengungkap kesan-kesan selama bekerja sebagai relawan dalam Peparnas 2024.
“Kesan-kesannya senang, walaupun capek tapi senang,” ucap Tri.
Pria yang sehari-hari bekerja serabutan termasuk juru parkir ini mulai menjadi relawan Peparnas 2024 pada 6 Oktober dan akan melakukannya hingga akhir yakni 13 Oktober 2024.
Sebelum terjun jadi relawan, ia dan kawan-kawannya diberi pelatihan satu hari terutama pengetahuan tentang menangani para difabel termasuk keramahtamahannya.
Advertisement
Bangga pada Para Atlet Disabilitas
Sebagai sesama penyandang disabilitas, Tri mengaku bangga menyaksikan langsung para atlet difabel yang berani unjuk gigi.
“Perasaannya bangga, penyandang disabilitas masih bisa menunjukkan prestasi untuk negara.”
Di samping itu, keberanian para penyandang disabilitas dalam mengikuti perlombaan nasional menjadi sarana untuk membangun kepercayaan diri dan menjauhkan dari rasa malu dan takut karena memiliki perbedaan.
Izin Orangtua Masih Jadi Kendala
Setelah aktif menjadi relawan di Peparnas 2024, Tri pun ingin merekomendasikan kepada teman-temannya yang sesama disabilitas untuk ikut aktif di kegiatan serupa. Sayangnya, sebagian penyandang disabilitas masih mengalami kendala.
Kendala ini bahkan bisa datang dari keluarga terdekat yakni orangtua. Masih ada yang malu memiliki anak disabilitas sehingga mereka tidak dibiarkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan bermanfaat di luar rumah.
“Kadang ada yang orangtuanya setuju, ada yang enggak, itu yang bikin sulit. Memang masalah untuk merekrut penyandang disabilitas itu cuman satu, orangtuanya. Kendala orangtua itu paling susah, biasanya karena malu,” tutup Tri.
Advertisement