Sukses

Juara Peparnas Bisa Dapat Beasiswa Kuliah, UNS Terapkan Sejak 2021

Jadi juara di Peparnas bisa mudahkan atlet disabilitas untuk teruskan pendidikan ke jenjang tinggi.

Liputan6.com, Jakarta - Prestasi yang diukir atlet disabilitas dalam ajang besar seperti Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) bisa memudahkan mereka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Hal ini diaminkan oleh Dekan Fakultas Keolahragaan (FKOR) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Sapta Kunta Purnama.

“Kebijakan di UNS bahkan sejak 2021, untuk atlet-atlet yang juara di Peparnas kita bebaskan untuk S1, yang menang perak kita bebaskan sampai S2, yang emas kita bebaskan untuk sampai ke S3 tapi bergantung pada disabilitasnya, jika memang tidak mengganggu pada sisi kognitif itu (beasiswa) bisa kita terapkan,” kata Kunta kepada Disabilitas Liputan6.com dalam konferensi pers di Media Center Peparnas 2024, Solo, Kamis (10/10/2024).

Ketua Bidang Pembinaan Prestasi National Paralympic Committee (NPC) Indonesia itu menambahkan, hingga kini di FKOR UNS ada tujuh mahasiswa disabilitas yang berkuliah.

“Sekarang ini di FKOR ada tujuh atlet disabilitas yang berkuliah bahkan ada yang sudah lulus. Ini upaya UNS mendukung nilai inklusi di perguruan tinggi sebagai dukungan atas prestasi yang diraih atlet-atlet tersebut,” jelas Kunta.

Kunta menambahkan, untuk menjadi atlet disabilitas yang tangguh maka hal awal yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedisabilitasannya.

“Ada klasifikasi kecacatan itu sebetulnya ada interval, setelah itu baru kita bisa kita arahkan ke cabor yang akan diikutinya.”

Dengan kata lain, mengenali tingkat kedisabilitasan penting untuk mengetahui kecocokan penyandang disabilitas pada suatu cabor sehingga potensinya bisa dimaksimalkan.

2 dari 4 halaman

Modal Awal Jadi Atlet Disabilitas yang Tangguh

Dalam kesempatan yang sama, Asisten Deputi Olahraga Andalan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Dr. Budi Ariyanto Muslim setuju dengan pernyataan Kunta.

“Memang secara teknis modal awal atlet disabilitas dilihat dari klasifikasi kecacatan yang selanjutnya mungkin dari atletnya sendiri. Kadang-kadang kan ada istilah good talent itu belum tentu menjadi atlet,” ujar Budi.

“Jadi memang ada proses pembinaan dan banyak hal juga yang mendukung, ada aspek sainsnya dan semua hal yang dapat mendukung seorang atlet menjadi top atlet.”

Pada atlet disabilitas, memang ada klasifikasi-klasifikasi yang perlu dilihat secara jeli, sambungnya, sehingga dapat terlihat dan diarahkan dengan baik.

3 dari 4 halaman

Atlet Tangguh Tak Pakai Doping

Di sisi lain, atlet yang tangguh bukanlah atlet yang pakai doping. Menurut Staf Edukasi Anti-Doping Indonesia Anti-Doping Organization (IADO), Devi Sagita Ratri, secara umum doping adalah zat terlarang yang jika diminum dapat meningkatkan performa atlet secara signifikan.

“Di Peparnas ini untuk doping dilarang keras. Dan akan ada pengambilan sampel secara random, jadi kami beri edukasi dulu sebelum atlet-atlet ini diambil sampelnya supaya tidak ada penolakan,” ujar Devi kepada Disabilitas Liputan6.com saat ditemui di Kolam Renag Intan Pari, Karanganyar, Kamis (10/10/2024).

Devi menegaskan, setiap atlet yang hendak diambil sampelnya maka tidak boleh menolak karena bisa diberi sanksi.

“Kalau menolak, tidak mau diambil sampel itu sanksinya bisa dua sampai empat tahun (tidak boleh bertanding),” ujar Devi.

Sampel yang diambil berupa urine. Tim IADO akan meminta sampel urine atlet minimal sekitar 90ml.

“Maksimal (sampel yang diambil) 180ml jadi 90 sampai 180ml. Di Peparnas itu kita ambil sampel urine aja meski sampel ada dua jenis yaitu urine dan darah.”

4 dari 4 halaman

Ingatkan Atlet untuk Hati-Hati Minum Obat

Guna menghindari kandungan doping dalam urine yang tak disengaja, Devi menyarankan para atlet untuk hati-hati ketika mengonsumsi obat.

“Yang biasanya kita edukasi untuk atlet adalah hati-hati ketika minum obat karena obat itu ada beberapa yang mengandung zat doping,” saran Devi.

Alih-alih minum obat yang belum diketahui apakah ada kandungan dopingnya atau tidak, Devi lebih menyarankan agar atlet konsultasi terlebih dahulu pada dokter cabang olahraga (cabor).

“Kami selalu mengimbau, kalau memang butuh obat, kalau sakit itu harus konsultasikan langsung ke dokter cabor. Dan kalau bingung obat ini termasuk doping atau tidak, bisa hubungi IADO di iado.id, atlet bisa tanya-tanya langsung di website kami.”

Lantas, bagaimana sanksi bagi para atlet yang kedapatan sampel urinenya mengandung doping?

“Untuk risikonya, atlet medalinya bisa diambil dan uang hadiahnya diambil. Lalu dikenakan masa tidak boleh bertanding tergantung dengan pelanggaran yang dia buat,” papar Devi.