Sukses

Jadi Maskot Peparnas 2024, Kebo Bule Kyai Slamet Bukan Hewan Biasa

Kebo Bule Kyai Slamet selalu menjadi garda terdepan dalam peringatan malam 1 Suro, maskot Peparnas 2024 terinspirasi dari hewan ini.

Liputan6.com, Surakarta - Maskot Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) 2024 Kebo Bule Kyai Slamet memiliki sejarah panjang bagi Keraton Solo Hadiningrat. Bukan hewan biasa, kebo bule dinilai memiliki berbagai keistimewaan.

Menurut Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Surakarta Gusti Moeng Koes Moertiyah, kebo bule adalah hadiah dari Bupati Ponorogo untuk Paku Buwono II pada 1740.

Kebo Bule Kyai Slamet disebut bisa mengerti perkataan manusia. Dulu, Kebo bule itu kerap merusak tanaman padi warga. Namun, ketika diingatkan untuk tidak merusak lagi, kebo tersebut menurut.

“Kebo ini kalau diajak ngomong bisa, ‘jangan ngerusak ya Kyai, kalau mau makan atau minum ke rumah saja’ dia ngerti, dia datang ke rumah,” kata Gusti Moeng kepada Health Liputan6.com saat ditemui di Keraton Hadiningrat Surakarta, Sabtu (12/10/2024).

Secara sederhana, kebo bule adalah kerbau yang memiliki warna putih dan perpaduan merah muda. Kerbau ini hidup berkelompok dan di antara kelompok itu ada satu yang disebut sebagai Kyai Slamet.

Setiap generasi, ada yang meneruskan gelar Kyai Slamet. Artinya, jika kebo bule Kyai Slamet mati, maka kebo bule lain akan meneruskan posisinya. Penentuan kebo bule yang menyandang gelar Kyai Slamet selanjutnya biasanya terlihat dari ciri-ciri yang dapat terlihat oleh pihak Keraton.

“Penunjukkan penggantinya nanti kelihatan sendiri, kalau kebetulan Kyai-nya yang meninggal nanti akan muncul sendiri, dia seakan-akan menjadi pemimpin dari kelompoknya.”

Kebo Bule Kyai Slamet selalu menjadi garda terdepan dalam peringatan malam 1 Suro. Ia mengawal rombongan kebo lainnya beserta pusaka Kyai Slamet. Ini adalah pusaka milik Paku Buwono II yang diterima dari Kyai Hasan Beshari Tegalsari Ponorogo.

2 dari 4 halaman

Filosofi Kebo Bule

Kebo Bule Kyai Slamet memiliki makna filosofis yakni penyelamat. Kebo sendiri kerap membantu manusia menggarap tanah untuk memenuhi kebutuhan pangan.

“Kalau ada keanehan atau kelebihan ya itu kuasa Allah,” ujar Gusti Moeng.

Terkait nama yang disematkan pada kebo bule Kyai Slamet, Gusti Moeng mengatakan bahwa nama ini memang sudah tertulis sejak dulu dalam babad atau dokumen sejarah.

“Dengan harapan mendapatkan keselamatan.”

3 dari 4 halaman

Proses Pemakaman Layaknya Manusia

Gusti Moeng menambahkan, kebo bule berkembangbiak secara alami. Kini, kebo bule yang ada di kawasan Keraton Surakarta Hadiningrat ada 12 ekor.

Mengingat keistimewaan kebo bule, satwa ini tidak diperkenankan untuk dikonsumsi atau dimanfaatkan dagingnya. Bahkan, jika kebo bule ini mati, maka upacara pemakamannya mirip dengan pemakaman manusia.

“Kalau ada yang mati kita upacaranya seperti orang meninggal, dikafani, dikuburkan,” jelasnya.

4 dari 4 halaman

Sempat Terserang Virus

Seperti satwa lainnya, kebo bule juga bisa terserang penyakit seperti virus dan penyakit mulut dan kuku.

“Ada yang kena virus, dua hari mati 7. Yang paling gede jantan itu belum mati sekarang masih ada.”

Guna memastikan kesehatannya, kebo-kebo ini pun kerap mendapat pengecekan dari dinas peternakan setempat. Kerap ada dokter hewan yang memeriksa kesehatan mereka.

“Kemarin juga sempat kena penyakit mulut dan kuku, mati satu.”

Terkait kecepatan perkembangbiakannya, Gusti Moeng mengatakan bahwa ini tidak tentu. Dalam satu tahun bahkan pernah sampai 22 ekor.

“Saya pegang tahun 1992 itu tinggal sepasang, sekarang ada 12 ekor di sini,” ujarnya.