Sukses

Aktivis Disabilitas Minta Presiden Prabowo Subianto Libatkan 10 Persen Difabel di Parlemen

Dengan pemenuhan kuota 10 persen difabel di parlemen, diharapkan suara penyandang disabilitas akan lebih terdengar.

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa aktivis disabilitas mempertanyakan tentang nihilnya kuota penyandang disabilitas di parlemen.

Salah satu yang menyuarakan soal hal ini adalah Ketua LSM Lira Disability Care, Sidoarjo Abdul Majid. Ia bahkan menulis surat terbuka untuk Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Republik Indonesia Gibran Rakabuming Raka.

“Dengan hormat, Kami, LSM Lira Disability Care (LDC), mengucapkan selamat atas dilantiknya Bapak Prabowo Subianto sebagai Presiden dan Bapak Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029,” buka surat terbuka yang dibuat Majid, dikutip Jumat (8/11/2024).

“Semoga kepemimpinan Bapak berdua dapat membawa Indonesia menuju kemajuan, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, termasuk penyandang disabilitas,” tambahnya.

Melalui surat ini, ia ingin menyampaikan aspirasi terkait pentingnya pengesahan kuota 10 persen bagi penyandang disabilitas di DPR-RI.

“Penyandang disabilitas memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam proses politik dan pengambilan keputusan yang memengaruhi hidup mereka. Namun, hingga saat ini, representasi mereka di lembaga legislatif masih sangat minim.”

“Oleh karena itu, kami mengajak Bapak Presiden dan Bapak Wakil Presiden untuk mendukung inisiatif ini demi menciptakan sistem demokrasi dan politik yang lebih inklusif serta berkeadilan,” paparnya.

2 dari 4 halaman

Cara Penuhi Kuota 10 Persen Difabel di DPR

Majid pun menjelaskan cara memenuhi kuota 10 persen keterwakilan penyandang disabilitas di parlemen.

“Pemenuhan kuota 10 persen keterwakilan disabilitas di parlemen dapat ditempuh dengan beberapa langkah. Salah satunya adalah dengan mewujudkan peraturan perundang-undangan yang memiliki keberpihakan dan kebijakan afirmasi terhadap peningkatan keterwakilan penyandang disabilitas di parlemen,” jelasnya.

Kebijakan afirmasi (affirmative action) terhadap penyandang disabilitas dalam bidang politik setelah berlakunya perubahan UUD 1945 harus dimulai dengan harmonisasi sistem perundang-undangan paket politik.

“Yaitu harmonisasi antara UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, UU No 13 tahun 2019 tentang MPR-RI, DPR-RI, DPD, dan DPRD, UU Nomor 07 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dengan UU Nomor 08 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.”

3 dari 4 halaman

Harap Suara Penyandang Disabilitas Lebih Terdengar

Dengan pemenuhan kuota ini, lanjut Majid, diharapkan suara penyandang disabilitas akan lebih terdengar dan kebutuhan mereka dapat diperhatikan dalam kebijakan publik.

“Hal ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia untuk memenuhi standar hak asasi manusia dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

“Akhirnya, kami berharap Bapak Presiden dan Bapak Wakil Presiden dapat memberikan dukungan dan perhatian yang serius terhadap inisiatif ini.”

4 dari 4 halaman

Siap Berkolaborasi

Pria yang juga menyandang disabilitas netra itu mengatakan, pihaknya siap berkolaborasi dengan pemerintah untuk mewujudkan cita-cita tersebut.

“Kami siap untuk berkolaborasi dan berdiskusi lebih lanjut mengenai langkah-langkah yang dapat diambil untuk mewujudkan tujuan ini.”

“Demikian surat terbuka ini kami sampaikan. Semoga sinergi dan kolaborasi ini dapat membawa dampak positif dalam upaya mewujudkan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Atas bantuan dan dukungannya, kami ucapkan terima kasih,” tutupnya.