Sukses

Menag Nasaruddin: Inklusivitas adalah Mandat Agama yang Tak Bisa Diabaikan

Nasaruddin menilai, apapun agamanya, apapun etniknya, apapun jenis kelaminnya, apapun warna kulitnya, apapun bahasanya, bagaimanapun juga keadaan dirinya, wajib hukumnya untuk dimuliakan.

Liputan6.com, Jakarta - Anak-anak penyandang disabilitas dipandang istimewa oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar.

Ia sempat menyaksikan anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) menyuguhkan pertunjukan musik dalam peringatan Hari Disabilitas Internasional yang digelar Kementerian Agama (Kemenag) di Jakarta.

"Anak-anak berkebutuhan khusus bukan hanya artis di bumi, tetapi juga artis di langit. Insya Allah perlu kita kembangkan, perlu kita banggakan," ujar Nasaruddin, Rabu (4/11/2024).

Inklusivitas adalah mandat agama yang tidak bisa diabaikan,” tambahnya.

Nasaruddin menilai, apapun agamanya, apapun etniknya, apapun jenis kelaminnya, apapun warna kulitnya, apapun bahasanya, bagaimanapun juga keadaan dirinya, wajib hukumnya untuk dimuliakan.

“Itu perintah Tuhan," ujarnya.

Menurut Nasaruddin, kelebihan yang dimiliki anak-anak berkebutuhan khusus adalah anugerah yang harus disyukuri dan dikembangkan.

"Belum tentu anak-anak yang biasa, bisa memiliki suara yang bisa terkendalikan dengan baik. Yang jelas, kepintaran nyanyinya itu jauh lebih hebat daripada Menteri Agama," candanya.

Dalam kesempatan tersebut, Nasaruddin juga mengingatkan tentang pentingnya rasa syukur.

"Setiap orang punya kelebihan, tapi juga punya kelemahan. Mari kita syukuri keduanya, sebab itu adalah pemberian dari Allah SWT,” kata Menag.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Abu Rokhmad, menyampaikan laporan terkait perkembangan madrasah inklusif di Indonesia.

Menurutnya, saat ini, terdapat lebih dari seribu madrasah inklusif yang memberikan pendidikan setara bagi anak-anak berkebutuhan khusus.

"Madrasah harus menjadi tempat yang aman, ramah, dan menyenangkan, di mana anak-anak istimewa dapat tumbuh dengan baik," ungkapnya.

Dalam acara juga dinobatkan Helmi Halimatul Udhma atau yang lebih akrab disapa Ibu Emy Nasaruddin, sebagai Bunda Inklusif. Penobatan tersebut diharapkan dapat menjadi simbol dukungan penuh terhadap pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus.

2 dari 4 halaman

Kesetaraan dalam Perspektif Islam

Seperti diketahui, Islam menjunjung tinggi nilai kesetaraan. Sebaliknya, stigma negatif dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas merupakan hal yang perlu dihindari.

Islam pun melarang umatnya untuk melakukan diskriminasi pada orang berkebutuhan khusus dan di mata Allah, setiap orang dinilai sama. Yang membedakan adalah ketakwaannya, seperti mengutip NU Online, Rabu (11/12/2024).

Dalam perspektif Islam, penyandang disabilitas identik dengan istilah dzawil âhât, dzawil ihtiyaj al-khasṣah atau dzawil a’zâr atau orang-orang yang mempunyai keterbatasan, berkebutuhan khusus, atau mempunyai uzur.

Kebutuhan khusus yang dimiliki penyandang disabilitas bukan berarti mereka harus dikucilkan. Sejatinya, mereka mempunyai hak yang sama untuk bermasyarakat dan bergaul dengan semua orang. Apalagi bila dilihat dari sudut pandang Islam, manusia yang paling mulia di hadapan Allah adalah yang paling bertakwa, seperti ditegaskan dalam firman-Nya:

يَآأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ.

Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. Al-Ḥujurât/49: 13). 

3 dari 4 halaman

Stigma pada Penyandang Disabilitas Harus Dihentikan

Dalam hadist Nabi Muhammad SAW juga ditegaskan:

 إِنَّ الله لا يَنْظُرُ إِلى أَجْسامِكْم، وَلا إِلى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَشَارَ بِأَصَابِعِهِ إِلَى صَدْرِهِ (رواه مسلم)

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kamu sekalian, tetapi Allah melihat kepada hati kamu sekalian Rasulullah menunjuk ke dadanya” (HR. Muslim).

Dengan kata lain, disabilitas maupun non difabel sama saja, yang membedakan adalah hatinya.

Oleh sebab itu, stigma terhadap penyandang disabilitas harus segera dihentikan. Zaman dulu, penyandang disabilitas dianggap sebagai orang yang terkutuk dan kini stigma tersebut sudah tidak relevan meski masih ada di beberapa pelosok daerah.

“Sebaliknya kita perlu menyebarkan pandangan yang positif, yang membuka wawasan masyarakat agar mau menumbuhkan penghormatan dan empati terhadap penyandang disabilitas. Dalam hal ini, kita harus menghindari prasangka buruk (su’udh dhann) kepada penyandang disabilitas,” seperti ditulis dalam buku Fiqih Penguatan Penyandang Disabilitas melansir NU Online.

4 dari 4 halaman

Hindari Prasangka Buruk pada Penyandang Disabilitas

Allah SWT berfirman:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ.

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, hindarilah banyak prasangka, karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa." (QS. Al-Ḥujurât/49: 12).

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda:

 إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ (متفق عليه)

Artinya: “Jauhkan dirimu dari prasangka, karena prasangka adalah perkataan yang paling bohong” (HR.Bukhari Muslim).

Bahkan, terhadap orang yang jelas menyimpang sekali pun, caci maki tidak boleh dilakukan. Dalam menafsirkan firman Allah SWT, Syaikh Ibn Zaid berkata:

 لاَ يَسْخَرْ مَنْ سَتَرَ اللهُ عَلَيْهِ ذُنُوْبَهُ مِمَنْ كَشَفَهُ اللهُ، فَلَعَلَّ إِظْهَارُ ذُنُوْبِهِ فِي الدُّنْيَا خَيْرٌ لَهُ فِي اْلآخِرَةِ.

Artinya: “Janganlah orang yang telah ditutupi dosanya oleh Allah SWT mengolok-olok orang yang telah dibuka dosanya oleh Allah SWT. Boleh jadi terbukanya dosanya di dunia lebih baik baginya daripada terbuka dosanya di akhirat,” (Al-Qurthubi, Al-Jami` li Ahkami Al-Quran, Tahqiq Hisyam Samir Al-Bukhori, [Rayadh: Dar `Alami Al-Kutub, 1423 H/ 2003 M], vol. XVI, hal. 325).