Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini, Surya Sahetapy mengungkap perlakuan pengemudi ojek online (ojol) yang dinilai kurang menyenangkan kepadanya karena ia menyandang disabilitas.
Kejadian berawal ketika putra Dewi Yull dan Ray Sahetapy hendak memesan ojol, ia menulis lewat pesan teks kepada driver bahwa dirinya menggunakan bahasa isyarat.
Baca Juga
“Saya pakai bahasa isyarat," tulis Surya dalam pesan kepada driver, seperti yang dimuat dalam tangkapan layar percakapan di aplikasi ojol yang diunggahnya di media sosial.
Advertisement
Amat disayangkan, driver tersebut malah menolak dengan ucapan kasar.
"Maaf saya cancel, saya nggak biasa bawa orang cacat," tulis pengemudi itu.
Melihat kejadian ini, aktivis penyandang disabilitas asal Bandung, Zulhamka Julianto Kadir, mengatakan bahwa ini merupakan tanda bahwa edukasi mengenai disabilitas belum sampai ke akar rumput.
“Artinya, upaya yang dilakukan pemerintah ataupun lainnya masih belum sampai tembus ke akar rumput, ke masyarakat, terkait kondisi yang dialami seperti ini,” kata pria yang akrab disapa Anto kepada Disabilitas Liputan6.com, ditulis Senin (6/1/2025).
Meski begitu ia tak memungkiri bahwa pemerintah dan pihak lainnya sudah melakukan berbagai upaya untuk melakukan perubahan.
“Kita hargai dan akui upaya yang dilakukan pemerintah dan lainnya untuk edukasi dan sebagainya, memang sudah ada perubahan seperti pada sarana dan prasarana walaupun belum sesuai standar yang berlaku,” ucap pengguna kursi roda itu.
Jadi PR untuk Terus Lakukan Edukasi Soal Disabilitas
Adanya kejadian yang mengarah pada tindak diskriminasi seperti dialami Surya Sahetapy menjadi pekerjaan rumah bagi semua pihak untuk terus melakukan edukasi.
“Turut prihatin karena masih adanya stigma yang melekat kepada penyandang disabilitas di masyarakat. Tentunya ini menjadi pekerjaan rumah untuk pemerintah maupun aktivis atau penggerak disabilitas untuk terus menyuarakan, melakukan edukasi, untuk awareness terkait penyandang disabilitas,” jelas pria yang juga menyandang disabilitas fisik.
Lebih lanjut, Direktur Bandung Independent Living Center (BILiC) itu mengatakan, istilah cacat untuk penyandang disabilitas sudah sepatutnya dihindari karena memiliki konotasi negatif.
“Istilah ‘cacat’ itu kan paradigma yang sudah lama sekali, kita ingin mengalihkan istilah yang konotasinya negatif menjadi konotasi yang lebih positif agar penyandang disabilitas jauh lebih bisa berdaya, mandiri, dan sebagainya.”
Advertisement
Mengapa Tindak Diskriminasi pada Difabel Masih Terjadi?
Menurut Anto, tindak diskriminasi pada difabel masih terjadi lantaran kurangnya edukasi dan sosialisasi dari semua kalangan.
“Faktornya kurang edukasi dan sosialisasi dari semua kalangan, perlu diadvokasi dari tingkat masyarakat kecil hingga ke atas,” ucap Anto.
Sementara, bagi pihak perusahaan, guna memberikan pelayanan yang prima maka perlu menerapkan Key Performance Indicator (KPI). Indikator kinerja utama ini salah satunya perlu mencakup edukasi pelayanan disabilitas supaya lebih inklusif.
Ungkapan Hati Surya Sahetapy
Surya Sahetapy yang telah lama menetap di Amerika, pulang ke Indonesia untuk berjumpa keluarga. Tak disangka ia mendapat pengalaman tak baik di negaranya sendiri.
"Seandainya kamu jadi saya. Terus orderan kamu dibatalkan oleh driver karena driver bilang bahwa dia tidak biasa bawa orang cacat. Kira-kira apa reaksi kalian?" tulis Surya Sahetapy pada Senin, 30 Desember 2024.
"Saya kan bisa baca, tulis dan pakai bahasa isyarat kok. Beda bahasa. Itu masuknya saya cacat?” tutur Surya ke pengikutnya.
Ia pun menyatakan terima kasih kepada driver yang di-blur namanya itu karena dirinya tak diantar oleh orang dengan sikap kurang baik.
"Makasih sudah cancel karena saya tidak jadi diantar oleh orang yang attitude-nya tidak mencerminkan masyarakat dunia pada umumnya, jadi mental saya pun terjaga,” ujarnya.
Advertisement