Sukses

PI Men’s Fashion Week 2014, Meruntuhkan Oposisi hingga Normcore

Berikut ini adalah ulasan fashion show BINhouse dan Joe Chia pada Plaza Indonesia Men's Fashion Week 2014.

Liputan6.com, Jakarta Harus diakui bahwa tak semua orang punya ketertarikan pada dunia fesyen. Dan tampaknya terlalu simplisistis bila hal tersebut dibawa hanya pada segi oposisi gender, pria-wanita. Banyak wanita yang tak modis sebagaimana banyak pria yang sangat fashionable.

Para pria sadar fesyen ini terlihat batang hidungnya di hari pertama Plaza Indonesia Men’s Fashion Week (PIMFW) 2014, Selasa (23/9/2014). Selazimnya acara fesyen, PIMFW ini juga dihadiri oleh tamu-tamu wanita juga. Dominasi busana warna hitam para tamu menjadi pembentuk suasana perhelatan fesyen yang diselenggarakan oleh legenda mall eksklusif Indonesia sejak 24 tahun lalu.

Bermacam salty canape disajikan bersama dengan wine dan champagne. Para tamu yang sebagian besar tampil dengan baju cutting modern minimalis menikmati waktu tunggu pada pukul 15.00 sebelum acara pembukaan dimulai pada pukul 16.00. Wajah-wajah familiar dunia fesyen, seperti desainer Samuel Wattimena dan Didiet Maulana, mengenakan busana bersentuhan tradisional.

Tiba waktunya memasuki area show, para tamu secara spasial tergiring bergerak lurus untuk mencari tempat duduk. Di ruang berbentuk persegi sangat panjang itu berjejer kursi-kursi di samping dinding. Tempat duduk memanjang berbentuk piramida 2 tingkat terletak di bagian tengah area. Area di antara tempat duduk menjadi runway model untuk berjalan. Desain ruang yang simple namun intens eksklusifitas.

PIMFW 2014 dibuka oleh sambutan dari Rozano Barack, Presiden Direktur Plaza Indonesia. Dalam bahasa Inggris Rozano menyambut pihak Kedutaan Besar Malaysia, Filipina, dan Singapore yang hadir untuk melihat rancangan-rancangan desainer asal negaranya. Hadir pula di acara itu Dirjen Kemenparekraf Republik Indonesia dan blogger fashion ternama dunia Bryan Boy.

Pada hari pertama PIMFW 2014 ini ada 4 desainer yang memamerkan koleksinya. Mereka adalah Obin (Indonesia), Samuel Wong (Singapura), Chris Jasler (Filipina), dan Joe Chia (Malaysia). Disebut dalam sambutan Rozano bahwa kegiatan ini bertujuan untuk menyajikan tren terbaru dunia fesyen pria sekaligus mendukung pertumbuhan industri kreatif.

PIMFW 2014 akan berlangsung hingga Sabtu, 27 September 2014 dan akan diisi oleh berbagai label fesyen dalam dan luar negri seperti Iwan Tirta, Isis, Patrick Owen, Boss, Ermenegildo Zegna dan lain sebagainya. Berikut ini adalah ulasan fesyen tentang koleksi BINhouse dan Joechia.

2 dari 3 halaman

Obin for Those Who Doesn’t Know (Yet)

Obin for Those Who Doesn’t Know (Yet)

Judul koleksi dari label yang didirikan oleh Josephine W. Komara (Obin) pada tahun 1986, BINhouse, adalah `For Those Who Know`. Pertanyaan yang muncul saat mendengar tajuk itu adalah,`Know What?`.

`Knowing who we are and how to express our temperament of the day, we select our wear,` tulis Obin pada lembar penjelasan mengenai koleksi yang tampil pada kesempatan itu. Benar bahwa orang memilih pakaian melalui proses pengenalan diri dan pembelajaran bagaimana cara mengekspresikan mood. Namun bukankah masifnya kondisi sosial budaya urban telah membentuk banyak orang dengan sebuah cetakan bernama internasionalitas? Tak jarang aspek budaya-budaya tradisional terabaikan, termasuk dalam hal memilih pakaian.

Koleksi yang ditampilkan oleh BINhouse ini justru memberi kilatan pencerahan tentang fashion attitude yang selama ini terkukung oleh cetakan internasionalitas itu. Bukan masalah bila desain-desain internasional dikonsumsi oleh masyarakat. Masalahnya adalah anggapan mengoposisikan fesyen internasional dengan fesyen tradisional.

Koleksi BINhouse di acara ini meruntuhkan oposisi itu melalui suntikan konsep fashion attitude yang liberatif. Pertama bahwa rancangan-rancangan tersebut tak menunjukkan ketidakcocokan antara desain kekinian dan kain tradisional. Malah dua hal yang dipadukan itu membuahkan eclectic beauty.

Gaya kasual hingga rileks tampil pada kemeja berdesain moderen bersentuhan designer dengan aksen motif-motif batik yang berpadu dengan jeans atau kaos hitam lengan panjang yang dipadankan dengan loose pants motif batik. Gaya yang lebih royal terlihat pada jas hingga kemeja kerah tinggi yang dipadankan dengan kain batik.

Hal kedua tentang fashion attitude yang ditunjukkan BINhouse dalam pagelaran busana ini adalah bagaimana cara membawakan baju itu. Siapa sangka bila baju-baju bernuansa etnik itu bergerak indah dinamis dan energik mengikuti gerak dance para model yang diiring musik rock n roll dan blues. Lampu-lampu saat itu berkedap-kedip dan lagu `I can’t get no satisfaction` The Rolling Stone turut melantun.

Kesimpulannya, ini adalah koleksi yang juga perlu diperuntukan bagi mereka yang belum tahu bahwa fesyen adalah soal sikap menghidupkan sebuah busana dalam feel yang bisa berbeda-beda. This is for those who doesn’t know (yet)...

3 dari 3 halaman

The Depth of Simplicity

The Depth of Simplicity

Hanya perlu sedikit penjelasan untuk koleksi yang ditampilkan oleh desainer muda dan berbakat asal Malaysia, Joe Chia. Desain-desain streetstyle dalam warna-warna netral seperti putih, abu-abu, dan hitam ini jelas akan mudah menarik para konsumen.

Akan tetapi hanya mereka yang punya refleksi feyen mendalam yang bisa menyelami sisi-sisi koleksi ini yang sesungguhnya. It is simple but not shallow. Begitulah kiranya yang dapat dikatakan pada koleksi fall winter dari desainer yang telah bekerja sama dengan Levis dan Uniqlo tersebut.

Permainan desain rancangan dan padu padan item dalam tiap looks, misalnya oversized coat dengan jumpsuit yang kaikinya berukuran 3/4, menghadirkan kedalaman fesyen tersendiri. Koleksi desainer pemenang Mercedez Benz Stylo Asia Fashion Week 2013 ini mungkin akan mengingatkan orang yang melihatnya pada istilah Normcore, sebuah istilah yang belum lama mencuat di dunia fesyen.

Istilah Normcore mengacu pada sebuah gaya ordinary day wear. Bila memang koleksi ini ingin ditempatkan dalam istilah Normocore itu, maka Joe Chia yang tahun ini berpartisipasi dalam Paris Fashion Week telah berhasil menghadirkan garis batas atau definisi yang jelas pada istilah tersebut, di mana sebagai sebuah terminologi fesyen, Normcore punya fashion spirit yang membedakannya dengan penggunaan busana sehari-hari yang abai fesyen.