Sukses

Batu Satam, Si Cantik dari Langit yang Jatuh di Belitung

Batu Satam yang ada di daerah Belitung merupakan batu meteor.

Liputan6.com, Jakarta Jika Anda memandang langit malam yang bersih tak berawan, Anda bisa melihat indahnya benda-benda langit yang memancarkan cahaya warna-warni. Entah itu bintang, planet, atau apapun. Satu fenomena langit yang juga indah dipandang adalah hujan meteor. Meteor merupakan hasil pecahan objek celestial seperti asteroid atau komet kala jatuh ke Bumi dan bergesekan dengan atmosfernya. Batu meteor ini bisa ditemukan di berbagai negara. Salah satunya di Indonesia.

Di daerah Belitung terdapat batu meteor hitam pekat dan mengkilat yang disebut dengan batu Satam. Seperti dilansir dari Indosiar.com pada Jumat (30/1/2015), kata `Satam` diberikan oleh warga keturunan Tionghoa kepada batu itu, dimana `Sa` berarti `Pasir` dan `Tam` berarti `Empedu` sehingga `Satam` artinya `Empedu Pasir`. Door J.C. Mollema (1881-1946), dalam bukunya berjudul ` De Ontwikkling Van Het Eiland Billiton-Maatschappij`, menjelaskan bahwa batu meteor di daerah Belitung disebut dengan istilah `Billitonite` oleh Ir. N Wing Easton dari Akademi Amesterdam di Belanda.

Saat ini sebagian masyarakat mempercayai bahwa batu Satam memiliki kekuatan magis sebagai penangkal dan penolak racun atau makhluk gaib semisal jin. Kepercayaan mistis semacam ini memang menjadi satu fenomena lazim di Indonesia. Bukan hanya batu Satam yang menjadi objek mistifikasi masyarakat. Batu-batu lain semacam akik pun kerap menjadi objek kepercayaan mistis sebagian masyarakat.



Mengenai orang-orang yang suka batu cincin karena unsur kleniknya, Sujarwanto Rahmat M. Arifin yang merupakan salah seorang komisioner Komisi Penyiaran Indonesia dan menaruh perhatian pada batu akik sejak 4 tahun lalu mengemukakan pendapatnya pada Liputan6.com, Rabu (21/1/2015). “Memang ada sebagian orang yang suka batu akik karena kepercayaan kleniknya. Untuk hal ini merupakan tugas pemuka-pemuka agama untuk terus menyuarakan apa yang harusnya menjadi pedoman dalam berkegiatan, termasuk kegemaran akan batu cincin,” ucap Sujarwanto.

Sujarwanto sendiri mengaku bahwa ia bukan orang yang percaya dengan kandungan magis dari batu-batu. Namun ia meyakini bahwa sebagaimana benda alam lain, batu-batu tersebut juga memiliki energi sesuai dengan kandungan mineralnya. Energi dari kandungan-kandungan mineral dalam batu-batu tersebut diyakini akan berinteraksi dengan energi dari kandungan-kandungan mineral dalam tubuh manusia pemakainya. Untuk batu Satam, Sujarwanto menjelaskan bahwa batu tersebut memiliki energi panas seperti api sehingga batu tersebut tak cocok bila dikenakan oleh orang yang tempramennya tinggi.



Dalam hal pariwisata, batu Satam menjadi salah satu daya tarik Belitung. Para pelancong yang menikmati wisata pulau penghasil timah itu banyak yang berusaha menyempatkan diri untuk membeli batu Satam yang telah diolah menjadi kalung, giwang, bros, cincin, tasbih, tongkat komando, dan lain sebagainya.

Asal muasalnya sebagai benda langit memang menjadi daya tarik tersendiri bagi batu-batu meteor. Melansir artikel NationalGeographic.com berjudul 5,000-Year-Old Bead Made From Meteorite yang terbit pada 31 Mei 2013, batu-batu meteor ternyata sudah digunakan oleh bangsa Mesir kuno sebagai bagian peradabannya. Hingga kini pesona batu-batu meteor tampaknya masih memukau banyak orang.

Artikel situs berita The New York Times berjudul `Luxury, With More Mechanics and Less Bling` tertanggal 18 Januari 2015 menyebut sebuah jam tangan mewah bernama Jaeger-LeCoultre New Master Calendar di pameran Salon International de la Haute Horlogerie yang dibuat dengan komponen batu meteor. Batu meteor itu berasal dari sabuk asteroid yang terdapat antara planet Mars dan Jupiter.