Sukses

Warna-warni Borneo Chic Lenny Agustin di Indonesia Fashion Week

Di Indonesia Fashion Week 2015, desainer Lenny Agustin tampilkan koleksi busana yang chic dengan inspirasi motif Borneo.

Liputan6.com, Jakarta Seperti Barbie yang playful dengan kekayaan budaya tradisional Indonesia atau layaknya Pocahontas a la Borneo yang menyambut gembira permainan kreativitas fesyen terhadap produk kebudayaannya. Either way is good and fun too! Lenny Agustin melalui peragaan koleki rancangannya di hari ke-3 Indonesia Fashion Week 2015, Sabtu 28 Maret 2015, berhasil memberi interpretasi yang cheerful dan youthful atas elemen-elemen budaya suku Kalimantan seperti Dayak. Artinya, budaya itu terus digerakkan, tidak stagnan.

Motif-motif suku tersebut hadir secara lebih girly misalnya pada midi strapless dress warna dominan pink yang dipasangkan dengan cropped-bolero yang lebih yellowish. Satu hal spesial dari motif-motif itu adalah teksturnya yang lebih timbul. Ini dikarenakan motif-motif tersebut merupakan hasil sulaman. Bekerja sama dengan Yayasan Sulam Indonesia, kain-kain yang digunakan dalam koleksi berjudul `Borneo Off Beat` ini merupakan hasil pelatihan sulam selama 10 bulan pada satu grup di Pontianak, Kalimantan Barat. Kegiatan itu merupakan bagian dari program Corporate Social Responsibility ANTAM.

Merupakan satu poin plus bahwa Lenny secara kreatif mensubstitusi tenun dengan sulam dalam membuat motif-motif Borneo yang ia garap dalam koleksi ini. Hal tersebut merupakan satu gerak budaya yang menarik sekaligus berpotensi untuk menjadi satu garapan ekonomis yang bisa menyejahterakan masyarakat setempat. Apalagi bila bisa berwujud seperti Borneo Chic Lenny Agustin yang ditampilkannya di ajang Indonesia Fashion Week tahun ini. Siapa tak rela merogoh kocek untuk sebuah halter dress di atas lutut berwarna dasar hitam dengan warna-warni motif Kalimantan karya Lenny itu?

Kecimpung Lenny di dunia fesyen Indonesia memang salah satunya bertujuan untuk menumbuhkan industri kain tradisional dengan cara membingkainya dalam desain-desain mode yang funky. “Dengan rancangan busana funky bernuansa tradisional, saya ingin menunjukkan bahwa kain-kain tradisional tak hanya dapat dibuat menjadi busana-busana bergaya klasik. Diversivikasi gaya busana dari kain-kain tradisional akan meningkatkan penggunaan kain-kain tersebut sehingga berdampak pada tumbuhnya industri kain tradisional Indonesia,” ucap Lenny saat secara khusus diwawancara Liputan6.com pada bulan Juni 2014 di butiknya di bilangan Setia Budi.

Kembali ke bahasan koleksi Lenny di Indonesia Fashion Week 2015, gaun halter yang sebelumnya dibicarakan tampak rileks dengan padanan sepatu high heels seukuran mata kaki itu bisa jadi lebih ber-statement seandainya di-mix dengan knee-high boots hitam berbahan velvet atau beludru. Satu tampilan party girl yang bold nan exotic, cocok dengan musik yang jadi pengiring fashion show saat itu. Ethnical Chic memang terlihat menjadi urat nadi dari guratan-guratan desain fesyennya. Pada koleksi `Borneo Off Beat` ini motif hasil sulam terlihat lebih diekspos ketimbang siluet-siluet rancangannya.

Mempertimbangkan penggunaan motif dan warna-warni yang intens, sudah tepat bila Lenny memilih untuk menghadirkan garis-garis yang lebih minimalis. Percampuran intensitas warna dan motif yang digunakan menjadikan kain tersebut strong in-it-self sehingga memang riskan bila hal itu dituangkan dalam desain yang lebih kompleks. Pertanyaannya apakah kombinasi desain simple dan motif serta warna intens ini merupakan pernyataan desain fesyen darinya sebagai sebuah identitas keperancangan? Konsep serupa bisa ditemukan dalam koleksi Lenny bertajuk Easy Like Sunday Morning yang ditampilkan pada Jakarta Fashion & Food Festival 2014.

Jelas tak salah bila seorang desainer fesyen punya design DNA sendiri. Akan tetapi persoalannya adalah bahwa yang tetap menjadi tantangan bagi seorang perancang mode ialah bagaimana DNA desain yang dimiliki dapat diekspresikan dalam cara-cara yang eksploratif. Tentang bagaimana seorang Lenny Agustin bisa menempatkan motif-motif etnik dan warna-warna sebagai elemen khas rancangannya dalam sebuah frame desain yang tetap bisa menonjolkan intensitas hal-hal itu namun sekaligus memiliki garis rancang yang lebih variatif. Tentunya tanpa kehilangan sosok gadis ceria bernafas kultur tradisional yang selalu bisa ditemui pada koleksi-koleksinya.