Sukses

Olah Batik Mel Ahyar & Ek Thongprasert Memukau di Fashion Nation

Di pembukaan Fashion Nation 2015, desainer Mel Ahyar dan Ek Thongprasert suguhkan interpretasi mengagumkan atas budaya tradisional Indonesia

Liputan6.com, Jakarta Entah memang dikonsepkan sejak awal ataukah tidak, ada satu kohesi ide yang tampil pada Fashion Nation 2015 yang diselenggarakan oleh pusat perbelanjaan Senayan City. Ide canggih tentang lansekap mode Indonesia.

Jika Anda mengunjungi mall tersebut dalam rentang 9-18 April 2015, sempatkan waktu Anda untuk melihat karya instalasi dari desainer fesyen kenamaan Indonesia Didi Budiardjo. Masuklah ke sebuah bangunan putih dengan sebuah pintu di salah satu sisinya. Dan Anda akan temukan sebuah manekin putih berbentuk gaun yang memantulkan motif-motif batik hasil pancaran proyektor.

Begitulah cara baru Didi Budiardjo bersama Art Director Felix Tjahyadi mempresentasikan keindahan batik melalui sebuah cara baru. Bagi Didi, fesyen harus berfalsafah `Nunggak Semi`, yakni seperti tumbuhan yang bersemi dari tunggak atau bagian lama tubuhnya. Tema `Sawunggaling` yang dipakai dalam karya instalasi ini pun merupakan sebuah penciptaan motif batik baru oleh K.R.T Hardjonagoro – seorang keturunan Tionghoa terlahir dengan nama Go Tik Swan – atas permintaan presiden pertama Indonesia, Presiden Soekarno, yang ingin menghadirkan motif batik baru sebagai representasi nusantara, bukan kedaerahan.

Seturut dengan perspektif fesyen Didi Budiardjo, fashion show koleksi Ek Thongprasert dan Mel Ahyar pada pembukaan Fashion Nation 2015 yang digelar pada Kamis 9 April 2015 menyajikan sebuah konsep fesyen yang menggaungkan kebaruan atas kekayaan tradisi lokal Indonesia. Kebaruan yang bukan sekadar buatan teranyar dari rumusan desain lama tetapi sebuah konstruksi desain baru hasil dekonstruksi warisan budaya masa lampau.

Malam itu pukul 20.00, aktor Veri Salim, Dwi Sasono, Widi `B3`, Andien, dan tamu-tamu ternama lainnya duduk di taman bunga yang dihadirkan di Senayan City. Memandu jalannya acara, Utt dan Sonia Couling kemudian menghantar Veri Y. Setiady selaku CEO untuk memberikan kata sambutan bagi para tamu yang telah hadir. Usai beberapa patah kata disampaikan, menyusul sebuah tarian dari sekolompok wanita bergaun putih yang menjadi suguhan sebelum akhirnya para model turun dari undak-undak mengenakan rancangan-rancangan desainer Thailand, Ek Thongprasert.

Paduan tops berdesain pita asimetris dengan pencil skirt menggunakan satu motif batik yang sama menjadi sapaan awal nan manis dari seorang desainer mancanegara yang mengolah tema keindonesiaan. Karya ini dan beberapa desain lain di bagian awal menunjukkan bagaimana Ek menempatkan batik pada kerangka modern, baik itu bernuansa elegan seperti yang pertama disebut, atau juga chic dengan bentuk sleeveless tops berpadu pleated mini-pants, maupun lebih maskulin dengan blazer dan fitted-pants hitam.

Tapi karya-karya yang muncul kemudian adalah apa yang begitu impresif, hasil kreatifitas seorang perancang asing terhadap impresi pertamanya akan batik saat berkunjung ke Indonesia pada tahun lalu. Motif-motif batik dihadirkannya dalam bentuk tiga dimensi melalui teknik laser cut yang menghadirkan estetika kontemporer etnik nan bersentuhan kesan punk. Interpretasi alternatif lain juga hadir pada long-sleeves tops dengan print batik di bahan transparan. Terasa keberanian dalam rancangan-rancangan tersebut. Sensualitas yang lebih flamboyan hadir pada busana-busana prianya. Salah satunya berupa piyama.

Musik halusinogenik yang mengiringi koleksi Ek Thongprasert kemudian berganti menjadi mainan instrumen a la Eropa. Tak berapa lama, 4 pemain musik yang membawakannya lalu mengubah lantunannya menjadi lagu-lagu betawi. Bersama dengan permainan bunyi inilah koleksi busana yang juga fashion forward tampil di pembukaan Fashion Nation 2015. Noni-noni Belanda ciptaan desainer Mel Ahyar muncul menghadiri sebuah pesta kebun. Busana-busana mereka diolah dari budaya-budaya yang ada pada zaman kolonial Belanda di Batavia, yakni budaya betawi, eropa, dan oriental.

Bordir ilustrasi karikatural seperti ondel-ondel, balon udara, prajurit, tank tempur, dan lain-lainnya hadir begitu playful dengan warna-warni cerah pada sebuah cape dress. Inilah pemaknaan Mel akan batik Belanda yang diterjemahkan dalam sebuah desain baru. Pada tahun 1840, gambar-gambar dari kebudayaan Eropa, misalnya karakter Little Red Riding Hood, dihadirkan pada selembar kain dengan menggunakan teknik batik. Timbulnya protes dari sebagian pihak Indonesia akan hal itu kemudian menjadikan motif-motif tersebut berkombinasi dengan corak-corak batik Indonesia. Jadilah batik Belanda yang unik dengan gambar-gambar budaya Eropa di dalamnya.

Beyond the boundaries, sebuah penilaian yang tepat diberikan pada koleksi Mel Ahyar ini. Kreatifitas dan imajinasi yang tinggi seorang desainer lulusan ESMOD Paris ini mewujud dalam busana olahan dasar kebaya yang lengannya dibuat menggelembung dan ukurannya over-sized. Bordir kain yang terdapat pada busana tersebut tampil juga secara memukau dalam motif burung merak di sebuah karya jubah berkerah cheongsam. Mel sukses meracik 3 elemen budaya masa lampau dan membuatnya menjadi material dari desain-desain yang utuh berjiwa baru. Berada pada pemahaman budaya yang advance, feel klasik dari 3 elemen tersebut terbalut dalam garis artistik yang sophisticated. Untuk sisi keanggunan yang lebih kuat, karya-karya berbahan lace menjadi tawaran lain dari Mel Ahyar.

Dalam Fashion Nation 2015, Mel Ahyar, Ek Thongprasert, dan Didi Budiardjo lantang menyuarakan satu pendekatan progresif kebudayaan. Satu bentuk penghormatan produktif atas warisan-warisan kebudayaan tradisional. Sebuah aktivitas yang olehnya spirit kebudayaan tetap lestari dan diperkaya melalui bentuk-bentuk baru. Sambutlah lansekap baru fesyen Indonesia. (bio)

 

(Fotografer: Herman Zakharia - Liputan6.com)