Sukses

Yang (Ingin) Dilihat dalam Peragaan Busana Anne Avantie

Ulasan mode atas koleksi Anne Avantie di Jakarta Fashion Week 2016

Liputan6.com, Jakarta Ketika model kebaya asimetris menjadi begitu lekat dengan sosok Anne Avantie, risiko umum yang menimpanya ialah kesalahpahaman tentang bagaimana desainer fesyen kelahiran tahun 1954 itu memperlakukan kebaya. Bahwa ia dianggap telah putus tali dengan warisan tradisional budaya Indonesia.

Namun sequence pertama peragaan busananya di Jakarta Fashion Week 2016 menjadi bukan hanya initial statement tapi juga substantial statement tentang bagaimana kebaya pakem tak dibuang Anne. Selasa malam, 27 Oktober 2015, empat wanita peraga anggun dengan kebaya tangan panjang klasik buka depan berwarna tua dilengkapi bros dimana padanannya adalah batik sogan dan selendang jumputan.

Pesona dan keseksian jenis kebaya warisan ini memang tak tergerus waktu dan sayang bila tak dilestarikan. Historisitas budaya adalah kekayaan untuk dinikmati dan dipelajari tiap generasi. Dan sebagai sebuah bentuk kreativitas, ia layak untuk diparesiasi juga dengan kreativitas, dengan bagaimana kreasi baru muncul dari ruang luas interpretasi.

Foto: Herman Zakharia - Liputan6.com

Di dalam ruang itulah, pengenalan masyarakat atas Anne si pembuat kebaya asimetris tercipta. Satu identitas akan sosok perancang kebaya yang menawarkan penafsiran kekinian atas mode busana lampau.

Pada show bertajuk `Gambang Semarang` – yang merupakan penghargaan atas daerah asalnya dimana budaya Jawa, Tiongkok, Belanda, Arab, bersentuhan – asimetri kebaya Anne dibawa hingga ke perbedaan antara panjang bagian kanan dan kirinya. Sebagian karya dengan bagian kanannya ekstra panjang bahkan bisa disampirkan ke tangan kiri.

Foto: Herman Zakharia - Liputan6.com

Yang amat shopisticated bersentuhan kontemporer adalah kebaya dominan hitam model dasar tanpa bukaan depan yang di-twist dengan bagian kanannya warna merah model bukaan depan. Apa semua itu masih tergolong kebaya? “Boleh dibilang kebaya, boleh dibilang gaun,” ucap Anne saat konferensi pers sebelum show dimulai.

Sebuah pernyataan yang menyiratkan minimnya tembok dalam area imajinasi desainer sukses meski hanya lulusan SMP itu. Selazimnya koleksi Anne terdahulu, rangkaian busana kala itu juga diisi dengan karya-karya bercelana. Set rancangan Anne memang kerap memukau dan dengan spirit ketangguhan perempuan dan keanggunannya sekaligus terpancar.

Foto: Herman Zakharia - Liputan6.com

Ini tentunya tak menjadi mungkin bila wilayah imajinasi desainer seperempat abad itu tak luas. Pertanyaan yang kemudian perlu diajukan kepadanya adalah sejauh apa ia mampu bermain di tiap jengkal wilayah itu. Artinya adalah soal eksplorasi dan kebaruan desain.

Mengenai hal ini, satu jawaban positif ditemukan pada model rok panjang dengan belahan tinggi di bagian depan. Dipasangkan dengan atasan kebaya berlengan maupun model bustier, rok high-waisted batik tersebut menjadi satu hidangan berbeda dari menu yang ditawarkan Anne. Nuansa regalia etnik dari batik padu dengan klasikalitas rok pinggang itulah yang berhasil menjaga tak putusnya harapan akan hal berbeda lainnya muncul pada fashion show Anne Avantie berikutnya.

Foto: Herman Zakharia - Liputan6.com

 

(bio/igw)