Sukses

Sentuhan Etnik Nusantara Perhiasan Modern nan Cantik

Melalui, koleksi Seri Nusa, The Palace Jeweler mengangkat Pending, siluet perhiasan dari Indonesia Barat.

Liputan6.com, Jakarta Perhiasan etnik sarat akan budaya. Sehingga citra perhiasan umumnya hanya dipakai di acara-acara adat. Perhiasan pun terkesan berat untuk dipakai di acara sehari-hari.

Padahal perhiasan etnik merupakan salah satu bentuk dari warisan budaya yang perlu dilestarikan. Pengemasannya yang modern tanpa meninggalkan maknanya mampu menarik siapa pun untuk memakainya dan melestarikannya.

The Palace Jeweler melihat hal ini sebagai kesempatan untuk menyasar generasi muda sekaligus mengenalkan esensi kebudayaan Indonesia. Melalui, koleksi Seri Nusa, perusahaan retail perhiasan itu pun mengangkat Pending, siluet perhiasan dari Indonesia Barat.

Jelita Setifa, General Manager The Palace Jeweler mengatakan, pihaknya menggandeng desainer Samuel Wattimena untuk mengeksplorasi budaya lokal Indonesia. Setelah diskusi panjang, diputuskan lah Pending sebagai dasar desain Seri Nusa.

"Seri Nusa mengusung lebih dari 20 model perhiasan, kami menggunakan kualitas terbaik dengan kadar emas yang tepat dengan pilihan berlian berkualitas tinggi dan terlengkap. Ada yang terbuat dari emas saja, kombinasi emas berlian dan emas sirkon," ucap Jelita di Jakarta, Selasa (16/5/2017).

Samuel Wattimena mengatakan, dirinya mengadaptasi siluet Pending ke desain yang lebih modern. Ada desain yang mewah dan terperinci untuk pesta dan perayaan, serta desain yang sederhana dan halus untuk pemakaian sehari-hari.

"Saya telah lama terjun ke etnik dan melihat Pending begitu mempesona. Saya diberi kebebasan untuk berkreasi dan desain ini pun dapat digunakan dengan baju tradisional Indonesia seperti kain dan kebaya, juga dapat dipadukan dengan busana modern santai, busana kantor, dan busana sehari-hari," ujar pria yang juga staf khusus Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah ini.

Antropolog Forum Kajian Antropologi Indonesia Notty J Mahli menuturkan, siluet Pending awalnya dikenalkan oleh pedagang Tiongkok yang menjual perhiasan pada kerajaan-kerajaan di Indonesia. Setelah terjadi perkawinan dengan masyarakat lokal yang disebut peranakan, budaya perhiasan pun terus berkembang.

Perhiasan dengan siluet Pending tak lagi didatangkan dari Tiongkok, tetapi diproduksi oleh pengrajin lokal di Sumatera. Berlimpah emas, Sumatera pun menjadi produsen perhiasan yang cukup besar sehingga dibawa ke Jawa.

Perhiasan Pending awalnya banyak dipakai di pernikahan. Ini karena siluet ini bermakna kebahagiaan yang selalu berputar. Desain Pending pun tak pernah dibuat lancip karena dipercaya dapat memutus putaran kemakmuran.

"Orang menikah tentu diharapkan hidup rukun dan bahagia, serta kemakmuran dimaksudkan untuk terus berputar. Makanya ujungnya berbentuk oval supaya berputar," jelas Notty.

Modifikasi perhiasan Pending dari desain Tiongkok dilakukan oleh pengrajin perhiasan dari Aceh. Mereka memasukkan unsur tradisional misalnya sulur-sulur dan bunga. Ini berarti hidup harus lah indah. Bentuknya pun ada variasi kotak dengan sisi-sisi yang oval.

Karya Samuel pun mengadaptasi desain oval. Rata-rata memiliki mata di tengah yang dulu merupakan uang keping yang bermakna kemakmuran. Dikemas lebih mewah oleh Samuel yakni menggantinya dengan berlian. Unsur berlian yang modern dengan sentuhan etnik pun menjadikan perpaduan yang begitu unik sekaligus elegan.