Liputan6.com, Jakarta Daur ulang menjadi hal yang harus dilakukan dalam berbagai hal, termasuk juga dalam industri fashion di berbagai negara. Hal ini ternyata menjadi perhatian bagi Indonesia dan Swedia, yang mengutarakan pentingnya daur ulang sebagai pijakan industri fashion di masa depan. Seperti yang diungkapkan dalam kegiatan seminar Fashion Forward, Fashion and Creativity in Indonesia and Swedia di Jakarta Creative Hub, Selasa (23/5/2017).
“Semakin global, kita juga makin menghadapi tantangan dan tanggung jawab, termasuk dalam pengembangan fashion yang berkelanjutan. Salah satunya adalah pentingnya pewarna alami dan berkelanjutan,” ungkap Svida Alisjahbana, CEO Femina Group.
Baca Juga
Pernyataan ini juga diamini oleh Annika Rembe, Sekretaris Jenderal Swedish Institute dan mendukung industri fashion melalui berbagai riset dan inovasi yang terus dilakukan. Annika juga berpendapat, tidak hanya kreativitas saja yang terus digali, namun juga perhatian pada bahan daur ulang demi fashion yang berkelanjutan juga harus dipikirkan.
Advertisement
“Penting, tidak hanya di industri fashion saja, tapi keseluruhannya di Indonesia dan Swedia. Kita harus mencari bahan yang dapat di daur ulang, dan bertanggung jawab kepada lingkungan,” ungkap Annika.
Hal ini sudah dimulai dari beberapa karya yang sudah menggunakan pewarna alami, seperti Batik Chick yang digagas oleh Novita Yunus. Bahkan Michelle Tjokrosaputro dengan brand Dan Liris dan Bateeq sudah menjalankan sustainability program dalam setiap proses produksi batik. Sehingga batik yang dahulunya memakai warna alami, menjadi trend kembali setelah tergerus oleh pewarna buatan yang tidak mampu di daur ulang.