Sukses

Tawakkul Adalah Sikap Berserah Diri kepada Allah, Begini Makna dan Penerapannya

Tawakkul adalah sikap berserah diri sepenuhnya kepada Allah setelah berusaha maksimal. Pelajari makna, manfaat dan cara menerapkan tawakkul dalam kehidupan.

Pengertian Tawakkul dalam Islam

Liputan6.com, Jakarta Tawakkul merupakan salah satu konsep penting dalam ajaran Islam yang sering disalahpahami. Secara bahasa, tawakkul berasal dari kata bahasa Arab "wakala" yang berarti menyerahkan, mewakilkan atau menyandarkan. Dalam konteks agama Islam, tawakkul adalah sikap berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT setelah melakukan usaha dan ikhtiar secara maksimal.

Para ulama memberikan berbagai definisi tentang makna tawakkul, di antaranya:

  • Imam Al-Ghazali mendefinisikan tawakkul sebagai penyerahan hati sepenuhnya kepada Allah SWT.
  • Ibnu Rajab al-Hanbali menjelaskan bahwa hakikat tawakkul adalah bersandarnya hati dengan sebenarnya kepada Allah dalam memperoleh kemaslahatan dan menolak kemudharatan.
  • Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab memaknai tawakkul sebagai tindakan seorang hamba menyandarkan urusannya kepada Allah semata dalam semua urusan agama maupun dunianya.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa tawakkul adalah sikap mental dan spiritual seorang muslim yang menyerahkan segala urusan dan hasil akhirnya kepada Allah SWT, setelah melakukan usaha dan ikhtiar semaksimal mungkin sesuai kemampuannya. Tawakkul bukan berarti pasrah tanpa usaha, melainkan kombinasi antara usaha optimal dan penyerahan hasil akhir kepada kehendak Allah.

2 dari 9 halaman

Dalil-Dalil Tentang Tawakkul dalam Al-Quran dan Hadits

Konsep tawakkul memiliki landasan yang kuat dalam ajaran Islam, baik dari Al-Quran maupun hadits Nabi Muhammad SAW. Berikut beberapa dalil yang menjelaskan tentang tawakkul:

1. Dalil dari Al-Quran:

  • Allah SWT berfirman dalam Surah Ali Imran ayat 159:"...Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakkal."
  • Dalam Surah At-Talaq ayat 3 Allah berfirman:"Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu."
  • Allah SWT juga berfirman dalam Surah Al-Anfal ayat 2:"Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakkal."

2. Dalil dari Hadits:

  • Rasulullah SAW bersabda:"Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscaya Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung. Burung tersebut berangkat pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang." (HR. Ahmad, Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Majah)
  • Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda:"Ikatlah untamu, lalu bertawakkallah (kepada Allah)." (HR. Tirmidzi)

Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa tawakkul merupakan sikap yang sangat dianjurkan dalam Islam. Tawakkul bukan hanya sekedar anjuran, tetapi juga merupakan ciri dari orang-orang beriman. Allah SWT menjanjikan kecukupan dan pertolongan bagi orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

3 dari 9 halaman

Tingkatan dan Jenis-Jenis Tawakkul

Para ulama membagi tawakkul ke dalam beberapa tingkatan dan jenis berdasarkan kualitas dan objeknya. Pemahaman tentang tingkatan dan jenis tawakkul ini penting untuk mengetahui sejauh mana seseorang telah menerapkan sikap tawakkul dalam kehidupannya.

Tingkatan tawakkul menurut Imam Al-Ghazali:

  1. Tawakkul Mubtadi (Pemula): Pada tingkatan ini, seseorang masih memiliki keinginan dan harapan terhadap hasil usahanya, namun tetap menyerahkan hasil akhir kepada Allah.
  2. Tawakkul Mutawassith (Menengah): Pada tingkatan ini, seseorang sudah tidak terlalu memikirkan hasil usahanya dan lebih fokus pada penyerahan diri kepada Allah.
  3. Tawakkul Muntahi (Tingkat Tinggi): Pada tingkatan tertinggi ini, seseorang benar-benar menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Allah tanpa ada keraguan sedikitpun.

Jenis-jenis tawakkul berdasarkan objeknya:

  1. Tawakkul kepada Allah: Inilah jenis tawakkul yang benar dan diperintahkan dalam Islam. Seorang muslim menyerahkan segala urusannya hanya kepada Allah setelah berusaha.
  2. Tawakkul kepada makhluk: Ini adalah jenis tawakkul yang keliru, di mana seseorang menggantungkan harapan dan nasibnya kepada makhluk seperti manusia, benda, atau kekuatan alam.
  3. Tawakkul dalam urusan dunia: Tawakkul ini berkaitan dengan usaha mencari rezeki, menjalani pengobatan, atau menyelesaikan masalah duniawi lainnya.
  4. Tawakkul dalam urusan akhirat: Tawakkul jenis ini berkaitan dengan ibadah, dakwah, dan upaya meraih ridha Allah.

Pemahaman tentang tingkatan dan jenis tawakkul ini dapat membantu seorang muslim untuk mengevaluasi dan meningkatkan kualitas tawakkalnya kepada Allah SWT. Semakin tinggi tingkat tawakkul seseorang, semakin kuat pula keimanannya dan semakin tenang jiwanya dalam menghadapi berbagai situasi kehidupan.

4 dari 9 halaman

Cara Menerapkan Tawakkul dalam Kehidupan Sehari-hari

Menerapkan sikap tawakkul dalam kehidupan sehari-hari bukanlah hal yang mudah, terutama di tengah berbagai tantangan dan godaan duniawi. Namun, dengan pemahaman yang benar dan latihan yang konsisten, seorang muslim dapat mengembangkan sikap tawakkul yang sejati. Berikut beberapa cara praktis untuk menerapkan tawakkul dalam kehidupan sehari-hari:

  1. Memahami makna tawakkul dengan benar

    Langkah pertama adalah memahami bahwa tawakkul bukan berarti pasrah tanpa usaha. Tawakkul adalah kombinasi antara usaha maksimal dan penyerahan hasil akhir kepada Allah. Pahami bahwa kewajiban kita adalah berusaha, sedangkan hasil akhir adalah hak prerogatif Allah.

  2. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan

    Tawakkul yang sejati hanya bisa dicapai dengan iman yang kuat. Tingkatkan keimanan dengan mempelajari dan memahami ajaran Islam, melaksanakan ibadah wajib dan sunnah, serta menjauhi segala larangan Allah.

  3. Melakukan ikhtiar secara maksimal

    Sebelum bertawakkul, lakukan usaha dan ikhtiar semaksimal mungkin sesuai kemampuan. Jangan pernah meremehkan usaha dengan alasan sudah bertawakkul. Ingatlah hadits Nabi tentang mengikat unta sebelum bertawakkul.

  4. Berdoa dan berdzikir

    Perbanyak doa dan dzikir kepada Allah, terutama setelah melakukan usaha. Mohon pertolongan dan bimbingan-Nya dalam setiap urusan. Dzikir akan menguatkan hati dan meningkatkan keyakinan kepada Allah.

  5. Menerima hasil dengan ikhlas

    Apapun hasil yang diperoleh, terimalah dengan ikhlas sebagai ketetapan terbaik dari Allah. Jika berhasil, bersyukurlah. Jika gagal, ambil hikmah dan pelajaran untuk perbaikan di masa depan.

  6. Melatih kesabaran

    Tawakkul erat kaitannya dengan kesabaran. Latih diri untuk bersabar dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan. Yakinlah bahwa setiap kesulitan pasti ada hikmah dan jalan keluarnya.

  7. Menghindari sikap putus asa

    Orang yang bertawakkul tidak akan pernah putus asa. Jika mengalami kegagalan, bangkit dan coba lagi dengan usaha yang lebih baik. Ingatlah bahwa Allah selalu bersama orang-orang yang bersabar dan bertawakkul.

  8. Memperbaiki prasangka kepada Allah

    Selalu berprasangka baik (husnudzon) kepada Allah dalam segala situasi. Yakinlah bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya.

  9. Menghindari ketergantungan berlebihan pada makhluk

    Jangan pernah menggantungkan harapan secara berlebihan kepada makhluk, baik itu manusia, benda, atau apapun selain Allah. Ingatlah bahwa hanya Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.

  10. Evaluasi diri secara berkala

    Lakukan evaluasi diri secara berkala untuk melihat sejauh mana sikap tawakkul telah diterapkan dalam kehidupan. Perbaiki kekurangan dan tingkatkan kualitas tawakkul dari waktu ke waktu.

Dengan menerapkan langkah-langkah di atas secara konsisten, seorang muslim dapat mengembangkan sikap tawakkul yang sejati dalam kehidupannya. Ingatlah bahwa tawakkul adalah proses yang berkelanjutan dan membutuhkan kesabaran serta latihan yang terus-menerus.

5 dari 9 halaman

Manfaat dan Hikmah Tawakkul dalam Kehidupan

Sikap tawakkul yang diterapkan dengan benar dapat memberikan berbagai manfaat dan hikmah dalam kehidupan seorang muslim. Berikut beberapa manfaat dan hikmah dari sikap tawakkul:

  1. Ketenangan jiwa

    Tawakkul memberikan ketenangan jiwa karena seseorang yang bertawakkul menyerahkan hasil akhir kepada Allah. Ia tidak lagi terbebani dengan kecemasan berlebihan tentang hasil usahanya.

  2. Mengurangi stress dan depresi

    Dengan bertawakkul, seseorang dapat mengurangi tingkat stress dan depresi yang sering muncul akibat terlalu fokus pada hasil dan ekspektasi yang terlalu tinggi.

  3. Meningkatkan produktivitas

    Orang yang bertawakkul akan lebih fokus pada usaha dan proses, bukan hanya pada hasil. Hal ini dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja.

  4. Menumbuhkan sikap optimis

    Tawakkul mendorong sikap optimis karena adanya keyakinan bahwa Allah akan memberikan yang terbaik. Optimisme ini penting dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.

  5. Meningkatkan kesabaran

    Tawakkul erat kaitannya dengan kesabaran. Orang yang bertawakkul akan lebih sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan hidup.

  6. Menguatkan iman

    Praktik tawakkul secara konsisten akan menguatkan iman seseorang karena ia selalu menyandarkan diri kepada Allah dalam setiap situasi.

  7. Meningkatkan rasa syukur

    Tawakkul membuat seseorang lebih mudah bersyukur atas apapun hasil yang diperoleh, karena ia yakin itulah yang terbaik dari Allah.

  8. Membebaskan dari ketergantungan pada makhluk

    Dengan bertawakkul kepada Allah, seseorang akan terbebas dari ketergantungan berlebihan kepada makhluk atau hal-hal duniawi.

  9. Meningkatkan kualitas ibadah

    Tawakkul dapat meningkatkan kualitas ibadah karena seseorang menjadi lebih ikhlas dan fokus dalam beribadah, tanpa terlalu memikirkan hasil atau ganjaran.

  10. Menumbuhkan sikap qanaah (merasa cukup)

    Tawakkul mendorong sikap qanaah, di mana seseorang merasa cukup dan puas dengan apa yang telah diberikan Allah.

  11. Meningkatkan ketahanan menghadapi masalah

    Orang yang bertawakkul memiliki ketahanan mental yang lebih baik dalam menghadapi berbagai masalah dan tantangan hidup.

  12. Mendatangkan pertolongan Allah

    Allah menjanjikan pertolongan dan kecukupan bagi orang-orang yang bertawakkul kepada-Nya, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran.

Manfaat dan hikmah tawakkul ini tidak hanya berdampak pada kehidupan spiritual seseorang, tetapi juga pada kesehatan mental, produktivitas, dan kualitas hidup secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk memahami dan menerapkan sikap tawakkul dengan benar dalam kehidupan sehari-hari.

6 dari 9 halaman

Perbedaan Tawakkul dengan Pasrah dan Fatalis

Seringkali terjadi kesalahpahaman dalam memahami konsep tawakkul, di mana sebagian orang menyamakannya dengan sikap pasrah atau fatalis. Padahal, terdapat perbedaan mendasar antara tawakkul, pasrah, dan fatalis. Memahami perbedaan ini penting agar kita dapat menerapkan tawakkul dengan benar tanpa terjebak dalam sikap yang keliru.

  1. Tawakkul

    Tawakkul adalah sikap berserah diri kepada Allah setelah melakukan usaha maksimal. Ciri-ciri tawakkul:

    • Melakukan usaha dan ikhtiar secara maksimal
    • Menyerahkan hasil akhir kepada Allah
    • Tetap optimis dan berprasangka baik kepada Allah
    • Menerima hasil apapun dengan ikhlas
    • Terus berusaha dan tidak mudah menyerah
  2. Pasrah

    Pasrah adalah sikap menyerah tanpa melakukan usaha yang cukup. Ciri-ciri sikap pasrah:

    • Kurang atau tidak melakukan usaha
    • Menyerah sebelum berusaha maksimal
    • Cenderung pesimis dan putus asa
    • Menganggap semua sudah ditakdirkan tanpa perlu usaha
    • Mudah menyerah pada keadaan
  3. Fatalis

    Fatalis adalah sikap yang menganggap semua sudah ditakdirkan dan manusia tidak memiliki peran dalam menentukan nasibnya. Ciri-ciri sikap fatalis:

    • Menganggap usaha tidak ada gunanya
    • Meyakini bahwa nasib sudah ditentukan tanpa bisa diubah
    • Cenderung apatis dan tidak proaktif
    • Menolak konsep ikhtiar dan usaha
    • Sering menyalahkan takdir atas segala yang terjadi

Perbedaan utama antara tawakkul dengan pasrah dan fatalis terletak pada adanya usaha dan ikhtiar. Tawakkul selalu diawali dengan usaha maksimal, sedangkan pasrah dan fatalis cenderung mengabaikan pentingnya usaha. Tawakkul juga mengandung unsur optimisme dan prasangka baik kepada Allah, sementara pasrah dan fatalis lebih cenderung pesimis.

Dalam Islam, sikap yang benar adalah tawakkul, bukan pasrah atau fatalis. Allah SWT memerintahkan manusia untuk berusaha dan bertawakkul, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Ar-Ra'd ayat 11:

"...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri..."

Ayat ini menegaskan pentingnya usaha dan peran manusia dalam mengubah nasibnya, yang merupakan inti dari konsep tawakkul. Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk memahami perbedaan ini dan menerapkan sikap tawakkul yang benar dalam kehidupannya, bukan terjebak dalam sikap pasrah atau fatalis yang bertentangan dengan ajaran Islam.

7 dari 9 halaman

Kisah-kisah Teladan Tawakkul dalam Sejarah Islam

Sejarah Islam kaya akan kisah-kisah teladan tentang tawakkul yang dapat menjadi inspirasi bagi umat Muslim. Berikut beberapa contoh kisah tawakkul yang terkenal:

  1. Nabi Ibrahim AS

    Ketika Nabi Ibrahim AS diperintahkan untuk mengorbankan putranya, Ismail AS, beliau menunjukkan sikap tawakkul yang luar biasa. Meskipun perintah tersebut sangat berat, Ibrahim AS tetap melaksanakannya dengan keyakinan penuh kepada Allah. Pada akhirnya, Allah menggantikan Ismail AS dengan seekor domba, menunjukkan bahwa tawakkul Ibrahim AS diterima.

  2. Nabi Musa AS

    Ketika Nabi Musa AS dan pengikutnya dikejar oleh Firaun dan bala tentaranya, mereka terjebak di tepi Laut Merah. Dalam situasi yang tampak tak ada jalan keluar, Musa AS tetap bertawakkul kepada Allah. Akhirnya, Allah membelah laut sehingga Musa AS dan pengikutnya dapat menyeberang dengan selamat.

  3. Nabi Muhammad SAW

    Selama perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah, Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar RA bersembunyi di Gua Tsur. Ketika pasukan Quraisy hampir menemukan mereka, Abu Bakar merasa cemas. Namun, Nabi SAW dengan tenang berkata, "Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita." Ini menunjukkan tawakkul Nabi SAW yang luar biasa dalam situasi yang sangat genting.

  4. Ashabul Kahfi

    Kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) dalam Al-Quran menggambarkan sekelompok pemuda yang bertawakkul kepada Allah ketika menghadapi ancaman dari penguasa yang zalim. Mereka memilih bersembunyi di dalam gua dan menyerahkan nasib mereka sepenuhnya kepada Allah. Allah kemudian melindungi mereka dengan membuatnya tertidur selama ratusan tahun.

  5. Imam Ahmad bin Hanbal

    Ketika menghadapi fitnah dan siksaan karena mempertahankan akidahnya, Imam Ahmad bin Hanbal tetap teguh dan bertawakkul kepada Allah. Meskipun dipenjara dan disiksa, beliau tidak mengubah pendiriannya dan tetap yakin bahwa Allah akan menolongnya.

  6. Salahuddin Al-Ayyubi

    Dalam perjuangannya membebaskan Yerusalem dari tangan Tentara Salib, Salahuddin Al-Ayyubi menunjukkan sikap tawakkul yang luar biasa. Meskipun menghadapi pasukan yang lebih besar dan kuat, ia tetap optimis dan menyerahkan hasil akhir kepada Allah. Akhirnya, ia berhasil membebaskan Yerusalem.

Kisah-kisah teladan ini menunjukkan bahwa tawakkul bukan berarti pasif atau menyerah pada keadaan. Sebaliknya, tokoh-tokoh ini menggabungkan usaha maksimal dengan keyakinan penuh kepada Allah. Mereka menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan dengan keberanian dan keteguhan hati, sambil tetap menyerahkan hasil akhir kepada Allah.

Pelajaran penting yang dapat diambil dari kisah-kisah ini adalah:

  • Tawakkul tidak menafikan usaha dan ikhtiar
  • Tawakkul memberikan ketenangan dalam menghadapi situasi sulit
  • Allah selalu menolong hamba-Nya yang bertawakkul
  • Tawakkul membutuhkan keyakinan dan keimanan yang kuat
  • Hasil dari tawakkul tidak selalu sesuai dengan harapan manusia, tapi pasti yang terbaik menurut Allah

Dengan mempelajari dan menghayati kisah-kisah teladan ini, diharapkan umat Muslim dapat lebih memahami makna tawakkul yang sesungguhnya dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

8 dari 9 halaman

Kesalahan Umum dalam Memahami dan Menerapkan Tawakkul

Meskipun tawakkul merupakan konsep yang sangat penting dalam Islam, seringkali terjadi kesalahpahaman dalam memahami dan menerapkannya. Berikut beberapa kesalahan umum yang sering terjadi terkait tawakkul:

  1. Menganggap tawakkul berarti tidak perlu berusaha

    Ini adalah kesalahpahaman yang paling umum. Sebagian orang menganggap bahwa bertawakkul berarti hanya berdoa dan menunggu pertolongan Allah tanpa melakukan usaha apapun. Padahal, tawakkul yang benar justru harus diawali dengan usaha maksimal.

  2. Menjadikan tawakkul sebagai alasan untuk bermalas-malasan

    Beberapa orang menggunakan konsep tawakkul sebagai pembenaran untuk bersikap malas atau tidak produktif. Mereka beranggapan bahwa rezeki sudah diatur Allah, sehingga tidak perlu bekerja keras. Ini adalah pemahaman yang keliru.

  3. Menganggap tawakkul hanya untuk urusan besar

    Ada anggapan bahwa tawakkul hanya diperlukan saat menghadapi masalah besar atau situasi kritis. Padahal, tawakkul seharusnya diterapkan dalam segala aspek kehidupan, baik besar maupun kecil.

  4. Tawakkul yang berlebihan kepada makhluk

    Beberapa orang salah mengartikan tawakkul dengan terlalu bergantung pada makhluk, seperti pemimpin, orang tua, atau bahkan dukun. Tawakkul yang benar hanya ditujukan kepada Allah SWT.

  5. Menganggap tawakkul sebagai jaminan kesuksesan duniawi

    Ada yang beranggapan bahwa jika bertawakkul, pasti akan sukses atau kaya. Padahal, hasil dari tawakkul tidak selalu sesuai dengan keinginan manusia, tapi pasti yang terbaik menurut Allah.

  6. Tawakkul tanpa ilmu dan perencanaan

    Beberapa orang bertawakkul tanpa didasari ilmu yang cukup atau perencanaan yang matang. Tawakkul yang benar harus dilandasi dengan pemahaman yang baik dan perencanaan yang tepat.

  7. Menganggap tawakkul berarti tidak perlu waspada

    Ada yang beranggapan bahwa orang yang bertawakkul tidak perlu berhati-hati atau waspada terhadap bahaya. Padahal, kewaspadaan tetap diperlukan sebagai bagian dari ikhtiar.

  8. Tawakkul yang tidak konsisten

    Beberapa orang hanya bertawakkul saat menghadapi kesulitan, tapi lupa bertawakkul saat dalam keadaan senang atau berhasil. Tawakkul seharusnya diterapkan dalam segala situasi.

  9. Menganggap tawakkul berarti pasrah pada nasib

    Ada yang menyamakan tawakkul dengan sikap pasrah atau fatalis. Padahal, tawakkul justru mendorong sikap proaktif dan optimis.

  10. Tawakkul tanpa doa

    Beberapa orang lupa bahwa tawakkul harus disertai dengan doa. Doa adalah bagian penting dari proses tawakkul sebagai bentuk komunikasi dengan Allah.

Untuk menghindari kesalahan-kesalahan ini, penting bagi setiap muslim untuk memahami konsep tawakkul dengan benar melalui pembelajaran yang mendalam dari Al-Quran, hadits, dan penjelasan para ulama. Selain itu, perlu ada upaya untuk menerapkan tawakkul secara konsisten dalam kehidupan sehari-hari, sambil terus mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman serta praktik tawakkul.

9 dari 9 halaman

Kesimpulan

Tawakkul merupakan konsep yang sangat penting dalam ajaran Islam, mencerminkan hubungan yang mendalam antara seorang hamba dengan Allah SWT. Ia bukan sekadar sikap pasrah atau fatalis, melainkan kombinasi antara usaha maksimal dan penyerahan hasil akhir kepada kehendak Allah. Pemahaman yang benar tentang tawakkul dapat membawa berbagai manfaat dalam kehidupan seorang muslim, mulai dari ketenangan jiwa hingga peningkatan produktivitas dan kualitas hidup.

Dalam menerapkan tawakkul, penting untuk menghindari kesalahpahaman umum seperti menganggap tawakkul berarti tidak perlu berusaha atau menjadikannya alasan untuk bermalas-malasan. Tawakkul yang benar justru mendorong seseorang untuk berusaha secara maksimal sambil tetap menjaga ketenangan hati dan keyakinan bahwa

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence